Riset Microsoft: Karyawan Indonesia Lebih Pilih AI Daripada Andalkan Teman Kerja
Ilustrasi AI (pexels/pavel danilyuk)
18:24
24 Juni 2025

Riset Microsoft: Karyawan Indonesia Lebih Pilih AI Daripada Andalkan Teman Kerja

Microsoft baru saja meluncurkan riset bertajuk Work Trend Index 2025 yang mengungkap bagaimana teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) tengah mengubah lanskap bisnis dan cara orang bekerja, termasuk di perusahaan Indonesia.

Dalam survei ini, sebanyak 97 persen pemimpin bisnis di Indonesia meyakini bahwa tahun 2025 ini adalah momen untuk meninjau ulang strategi dan operasional bisnis secara inti. Angka ini bahkan melampaui hasil tren global.

Selain itu, 59 persen pemimpin perusahaan di Indonesia menyatakan bahwa bisnis mereka sudah menggunakan agen AI untuk mengotomatisasi pekerjaan. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata di Asia-Pasifik yang sebesar 53 persen.

Temuan lainnya, karyawan Indonesia pun makin banyak memanfaatkan AI karena ketersediaan dan fungsinya yang praktis. 48 persen responden bahkan lebih memilih AI ketimbang mengandalkan rekan kerja lantaran AI siap sedia selama 24 jam penuh.

Tidak hanya itu, sebanyak 28 persen karyawan mengatakan bahwa kecepatan adalah alasannya. Sementara 38 persen lainnya mengarah pada kemampuan berpikir kreatif AI.

Menariknya, 66 persen pekerja menganggap AI sebagai teman diskusi. Sedangkan 33 persen lainnya menganggapnya lebih dari sekedar tools yang suka diperintah.

Dalam lima tahun ke depan, para pemimpin bisnis di Indonesia memperkirakan tim mereka akan mulai menjalankan tugas baru. Sebanyak 48 persen berharap AI akan dimanfaatkan untuk merancang ulang proses kerja.

Lalu 63 persen responden berencana membangun multi-agent systems, kemudian 69 persen akan fokus pada pelatihan, dan 58 persen lainnya akan mengelola agen AI secara langsung.

Mengingat AI mulai mengubah cara kerja tim, 65 persen manajer di Indonesia memperkirakan bahwa pelatihan dan upskilling AI akan menjadi bagian penting untuk tim mereka ke depannya.

Namun, masih ada kesenjangan yang tertinggal. Meskipun 87 persen pemimpin sudah memahami konsep agen AI, hanya 56 persen karyawan yang memiliki tingkat pemahaman yang sama.

AI ubah masa depan pola kerja perusahaan

President Director of Microsoft Indonesia, Dharma Simorangkir mengatakan kalau laporan tersebut mengungkap bagaimana perusahaan tengah berevolusi dari struktur hierarki yang tradisional menjadi ekosistem yang lebih leluasa dan disokong oleh AI.

Keberadaan tim hybrid yang terlahir dari kolaborasi manusia dan agen AI, memungkinkan perusahaan bergerak lebih cepat, mengambil keputusan yang lebih baik, dan menciptakan nilai tambah di setiap jenjang pekerjaan.

Menurutnya, kolaborasi ini membuka jalan bagi terbentuknya struktur baru yang beroperasi dengan alur kerja cerdas, tim kerja yang dinahkodai oleh agen AI, serta peran baru manusia yang dikenal dengan istilah agent boss. Inilah ciri khas dari perusahaan masa depan yang dalam laporan ini disebut sebagai Frontier Firm.

“Frontier Firm bukan hanya perihal model bisnis baru, melainkan peluang besar bagi Indonesia untuk melangkah lebih jauh lagi. Era ketika AI mengubah setiap aspek pekerjaan adalah momen yang justru memberikan kita kesempatan untuk melampaui batasan yang ada dan mendorong adanya terobosan untuk meningkatkan produktivitas dan inovasi," beber Dharma, dikutip dari siaran pers, Selasa (24/6/2025).

Ia menambahkan, lewat mindset dan investasi yang tepat, perusahaan di Indonesia dapat memanfaatkan kolaborasi antara manusia dan AI untuk menciptakan alur kerja yang benar-benar berbeda, yang lebih cepat, lebih cerdas, dan lebih berdampak.

"Inilah cara kita membangun bisnis yang berdaya saing global, sekaligus mencerminkan kecerdasan serta ambisi luhur kita," lanjut dia.

Proses menjadi sebuah Frontier Firm berlangsung dalam tiga fase utama. Pertama, AI berperan sebagai asisten yang membantu mengerjakan pekerjaan repetitif dan meningkatkan efisiensi kerja.

Selanjutnya, agen AI tersebut mulai mengambil peran yang lebih spesifik sebagai rekan kerja digital untuk mendukung aktivitas seperti riset atau perencanaan proyek.

Di fase akhir, agen AI mulai mengelola alur kerja secara mandiri. Sementara manusia berfokus pada strategi dan turun tangan hanya jika diperlukan.

Dalam laporan Microsoft, sekitar 63 persen pemimpin bisnis di Indonesia menyatakan bahwa produktivitas harus ditingkatkan. Tapi 88 persen tenaga kerja, baik karyawan maupun para pemimpin bisnis, mengaku kekurangan waktu atau energi untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.

Untuk mengatasi hal ini, 95 persen pemimpin bisnis di Indonesia menyatakan mereka yakin akan penggunaan agen AI sebagai anggota tim digital pendukung, guna memperluas kapasitas kerja dalam satu hingga dua tahun ke depan.

Lebih dari separuhnya atau sekitar 52 persen responden menjadikan penambahan kapasitas tim dengan tenaga kerja digital sebagai prioritas utama, lalu diikuti peningkatan kapasitas melalui kegiatan upskilling.

Karyawan di perusahaan yang mengadopsi model Frontier Firm di Indonesia lebih dari dua kali lipat lebih optimis bahwa perusahaan tempat mereka bekerja sedang berkembang. Ini jadi entimen yang lebih besar dibandingkan rata-rata angka global dan di Asia-Pasifik.

Bahkan, hampir tiga kali lipat dari mereka yang percaya diri dalam menghadapi beban kerja yang besar dan merasa memiliki kesempatan untuk fokus ke pekerjaan yang penting.

Dharma memaparkan, 2025 akan dikenang sebagai tahun lahirnya Frontier Firm, ketika para perusahaan bersiap menjalani transformasi digital di mana agen AI menjadi bagian penting dalam tim kerja.

Demi mengintegrasikan AI secara efektif dalam ketenagakerjaan, perusahaan perlu mulai mengadopsi AI dengan merekrut tenaga kerja digital, menentukan mana pekerjaan yang dapat diotomatisasi, dan memperlakukan AI sebagai bagian penting dari tim.

Namun, tidak hanya berhenti pada pengadopsian saja. Ia menyarankan kalau perusahaan juga perlu menentukan keseimbangan antara manusia dan AI (human-agent ratio) agar AI benar-benar mampu melengkapi kreativitas dan penilaian manusia.

Bentuk investasi lainnya, seperti penanaman literasi AI dan upskilling berkelanjutan bagi karyawan akan menjadi kunci agar mereka mampu mengelola dan berkolaborasi dengan AI secara efektif.

“Meskipun AI menjanjikan perubahan pada cara kita bekerja, dampak nyatanya baru akan terasa ketika setiap karyawan diberdayakan untuk memimpin bersama teknologi ini. Di Indonesia, kesenjangan pemahaman terhadap AI antara pemimpin (87%) dan karyawan (56%) bukan sekadar angka—ini adalah panggilan bagi kita untuk bertindak," beber dia.

"Inilah saatnya kita berinvestasi untuk manusia, mengembangkan keterampilan baru, dan membangun budaya kerja di mana setiap orang siap menjadi agent boss. Dengan mengatasi kesenjangan ini, kita tidak hanya sekadar mengadopsi teknologi, tetapi juga membuka seluruh potensi yang dimiliki tenaga kerja kita, serta membangun masa depan kerja yang lebih inklusif dan inovatif,” pungkasnya.

Sekadar informasi, laporan tahun ini yang berjudul “2025: The Year the Frontier Firm is Born” didasarkan pada survei terhadap 31.000 orang di 31 negara, termasuk Indonesia, tren ketenagakerjaan dan perekrutan di LinkedIn, serta analisis triliunan sinyal produktivitas Microsoft 365.

Hasil laporan tersebut mengungkap bagaimana perusahaan tengah berevolusi dari struktur hierarki yang tradisional menjadi ekosistem yang lebih leluasa dan disokong oleh AI. 

Editor: Dicky Prastya

Tag:  #riset #microsoft #karyawan #indonesia #lebih #pilih #daripada #andalkan #teman #kerja

KOMENTAR