Riset Lazada: Baru 42 Persen Orang Indonesia Pakai AI untuk Jualan Online
Ilustrasi AI. [Dok. Lazada Indonesia]
21:48
9 April 2025

Riset Lazada: Baru 42 Persen Orang Indonesia Pakai AI untuk Jualan Online

Platform e-commerce Lazada bersama firma riset Kantar menerbitkan laporan bertajuk Menjembatani Kesenjangan AI: Persepsi dan Tren Adopsi Penjual Online di Asia Tenggara.

Laporan ini mengungkapkan fenomena penjual atau merchant yang mulai menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) untuk jualan online.

Chief Executive Officer (CEO) Lazada Group, James Dong menyatakan, laporan ini melibatkan 1.214 penjual eCommerce di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

"Untuk mengeksplorasi tren, tantangan, dan peluang adopsi teknologi kecerdasan buatan, serta kesiapan penjual dalam mengintegrasikan teknologi AI ke dalam operasional bisnis mereka," katanya dalam siaran pers, Rabu (9/4/2025).

Hasil riset menunjukkan 7 dari 10, dengan persentase 68 persen, penjual di Asia Tenggara sudah mengenal AI. Meski penjual mengaku telah menerapkan AI pada 47 persen dari operasional bisnis, survei menunjukkan tingkat penerapan nyata AI hanya mencapai angka 37 persen.

Di Indonesia, penerapan nyata AI (42 persen) berselisih sebesar 10 persen dari yang mengaku telah menerapkan AI (52 persen).

James Dong menilai, kesenjangan ini menempatkan Indonesia sebagai negara ketiga di Asia Tenggara dengan kesenjangan terbesar antara yang mengaku telah menerapkan AI dengan penerapan nyata AI.

Selain itu, penjual online menghadapi dilema terkait efektivitas AI dan biaya penerapan AI. Sebanyak 89 persen responden mengakui AI berperan dalam meningkatkan produktivitas, namun 61 persen masih meragukan manfaat keseluruhannya.

Meski hampir semua penjual (93 persen) percaya bahwa adopsi AI dapat menghemat biaya dalam jangka panjang, 64 persen responden menyebut faktor biaya dan proses implementasi yang memakan waktu sebagai hambatan dalam adopsi AI.

Riset ini juga menunjukkan adanya kesenjangan implementasi AI, dimana penjual memahami pentingnya AI, tetapi kesulitan untuk menerapkannya secara efektif.

Terkait tantangan dalam beralih dari proses manual yang sudah dikenal ke solusi berbasis AI, hampir semua penjual (93 persen) sepakat bahwa meningkatkan keterampilan tenaga kerja dalam menggunakan AI sangat penting agar mereka lebih produktif.

Namun, 3 dari 4 penjual (75 persen) juga mengakui bahwa karyawan mereka masih lebih memilih menggunakan perangkat yang sudah mereka kenal dibanding menggunakan solusi AI yang baru.

Orang Indonesia mulai melek AI

Di Asia Tenggara, Indonesia dan Vietnam memimpin dengan tingkat adopsi AI sebesar 42 persen di berbagai fungsi bisnis, diikuti oleh Singapura dan Thailand dengan 39 persen.

Laporan ini membagi kesiapan AI penjual berdasarkan lima aspek inti operasional bisnis mulai dari operasi dan logistik, manajemen produk, pemasaran dan iklan, customer service, serta manajemen tenaga kerja.

Berdasarkan nilai rata-rata dalam setiap aspek tersebut, penjual dikategorikan menjadi AI Adepts, AI Aspirants, dan AI Agnostics.

  • AI Adepts = Penjual yang telah menerapkan AI di lebih dari 80 persen operasional mereka. (Asia Tenggara 24 persen, Indonesia 29 persen)
  • AI Aspirants = Penjual yang telah mengintegrasikan AI secara sebagian, tetapi masih memiliki kesenjangan adopsi di beberapa fungsi utama. (Asia Tenggara 50 persen, Indonesia 50 persen)
  • AI Agnostics = Kelompok penjual yang masih mengandalkan proses manual di sebagian besar fungsi bisnis mereka. (Asia Tenggara 26 persen, Indonesia 21 persen)

Temuan riset ini menunjukkan Thailand memimpin untuk kategori AI Adepts (30 persen), diikuti Singapura (29 persen), Indonesia (29 persen), dan Vietnam (22 persen) meskipun terdapat kesenjangan pengetahuan.

Sementara itu, Malaysia (15 persen) dan Filipina (19 persen) menghadapi tantangan keterbatasan infrastruktur dan dukungan internal.

Mayoritas penjual di Asia Tenggara (76 persen) dan Indonesia (71 persen) berada di kategori AI Aspirants dan AI Agnostics. Data ini mengindikasikan perlunya solusi AI yang efektif, terutama dalam hal fitur AI (42 persen) dan dukungan penjual (41 persen).

Di Indonesia, dukungan terhadap fungsi bisnis dengan tingkat adopsi AI yang rendah, seperti operasional dan logistik, perlu ditingkatkan untuk mempertahankan posisi atas Indonesia dalam adopsi AI di Asia Tenggara.

“Temuan kami mengungkap fenomena kesenjangan yang menarik dalam ekosistem eCommerce di Asia Tenggara. Meskipun sebagian besar penjual memahami potensi transformatif dari AI, banyak yang masih berusaha untuk bertransisi menuju tahap implementasi,” ungkap James Dong.

Dirinya menambahkan, Lazada berupaya menjembatani kesenjangan ini dengan menyediakan solusi AI yang mudah diakses bagi setiap penjual di seluruh Asia Tenggara yang memiliki tantangan unik di setiap pasar.

"Solusi ini membuat teknologi dapat dimanfaatkan secara lebih luas dan mendorong pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan tanpa memandang ukuran bisnis atau kemampuan penjual," jelasnya.

Editor: Dicky Prastya

Tag:  #riset #lazada #baru #persen #orang #indonesia #pakai #untuk #jualan #online

KOMENTAR