Hubinter Polri: Paulus Tannos Terdeteksi di Singapura Sejak Akhir 2024, 17 Januari 2025 Ditangkap
Kadiv Hubinter Polri Irjen Krishna Murti awalnya, pihaknya mendapat informasi jika Paulus berada di Singapura sejak akhir tahun 2024.
Selanjutnya, Divhubinter Polri mengirimkan surat permohonan penangkapan kepada otoritas Singapura.
"Akhir tahun lalu Divisi Hubinter mengirimkan surat Provisional Arrest ke otoritas Singapura untuk membantu menangkap yang bersangkutan karena kami ada info yang bersangkutan ada disana," kata Krishna dalam keterangan tertulis, Jumat (24/1/2025).
Setelah itu, Krishna mengatakan pihaknya dihubungi otoritas Singapura jika Paulus berhasil ditangkap oleh Lembaga Antikorupsi Singapura.
"Tanggal 17 Januari kami dikabari oleh attorney general Singapura, yang bersangkutan berhasil diamankan oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura," jelasnya.
Khrisna mengatakan pasca penangkapan itu juga telah dilakukan rapat gabungan lintas Kementerian dan Lembaga di Hubinter Polri, pada Selasa (21/1/2025) kemarin untuk menindaklanjuti proses ekstradisi.
"Indonesia saat ini sedang memproses ekstradisi yang bersangkutan dengan penjuru adalah Kemenkum didukung KPK, Polri, Kejagung, dan Kemenlu," pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap buronan kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, di Singapura.
Saat ini KPK sedang melengkapi syarat ekstradisi agar Paulus Tannos dapat dibawa ke Indonesia.
"Masih di Singapura, KPK sedang berkoordinasi dengan melengkapi syarat-syarat dapat mengekstradisi yang bersangkutan," kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan, Jumat (24/1/2025).
KPK sebelumnya mengungkapkan kendala memulangkan dan memproses hukum Paulus Tannos.
Padahal tim KPK sudah menemukan keberadaan Direktur PT Sandipala Arthaputra itu
"Dia bukan warga negara Indonesia, dia punya dua kewarganegaraan karena ada negara-negara yang bisa punya dua kewarganegaraan salah satunya di negara Afria Selatan tersebut," kata Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Polisi Asep Guntur Rahayu.
Asep mengatakan tim KPK sempat menemukan Paulus di negara tetangga.
Berdasarkan catatan, lembaga antirasuah sempat menyebut negara dimaksud yaitu Thailand.
Akan tetapi, ketika hendak memulangkan Paulus Tannos, KPK mendapat kendala lantaran Paulus sudah mengubah identitasnya.
"Untuk Paulus Tannos memang berubah nama karena kami, saya sendiri yang diminta oleh pimpinan datang ke negara tetangga dengan informasi yang kami terima, kami juga sudah berhadap-hadapan dengan yang bersangkutan tapi tidak bisa dilakukan eksekusi karena kenyataannya paspornya sudah baru di salah satu negara di Afrika (Selatan, red) dan namanya sudah lain bukan nama Paulus Tannos," kata Asep.
"Walaupun kita menunjukkan pada kepolisian di negara tersebut karena kita kerja sama police to police dan didampingi Hubinter kita tunjukkan fotonya sama, 'Mister, ini fotonya sama'. Tapi, pada kenyataannya saat dilihat di dokumennya itu beda namanya," imbuhnya.
Dalam proses pelariannya, Asep menjelaskan, Paulus sempat berupaya mencabut kewarganegaraan Indonesia.
"Rencananya dia mau mencabut yang di sini (Indonesia, red). Sudah ada upaya untuk mencabut tapi paspornya sudah mati. Rencananya yang Indonesia, tapi yang dia gunakan untuk melintas paspor dari negara yang Afrika (Selatan, red)," jelas Asep menegaskan status kewarganegaraan Paulus.
Perjalanan Kasus Paulus Tannos
Paulus Tannos, yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, ditetapkan sebagai tersangka pada 13 Agustus 2019.
Sejak saat itu, keberadaannya mulai sulit dilacak.
Hingga akhirnya, nama Paulus Tannos resmi masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 19 Oktober 2021.
Ia diduga kabur ke luar negeri dengan identitas barunya, Tahian Po Tjhin (TPT).
Upaya pengejaran terhadap Tannos terus dilakukan oleh KPK yang bekerjasama dengan negara tetangga.
Pada 2023, keberadaannya sempat terdeteksi di Thailand.
Namun, Paulus Tannos berhasil lolos dari penangkapan karena red notice dari Interpol tidak terbit tepat waktu.
"Kalau pada saat itu red notice sudah ada, dia sudah bisa tertangkap di Thailand," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/1/2023).
KPK menyebut kendala terbesarnya yakni Paulus Tannos merubah kewarganegaraannya.
Dengan paspor barunya, Paulus Tannos tak dapat segera dibawa pulang ke Indonesia meskipun sempat tertangkap.
Red notice yang memuat identitas barunya belum diterbitkan, sehingga masalah yurisdiksi negara lain menjadi penghambat.
Diketahui, dalam kasus korupsi e-KTP, perusahaan milik Paulus Tannos, PT Sandipala Arthaputra, meraup keuntungan hingga Rp 140 miliar dari proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012.
Adapun jumlah total korupsi kasus E-KTP ini merugikan negara Rp 2,3 triliun.
Kini, setelah lama menjadi buron, Paulus Tannos berhasil ditangkap di Singapura.
KPK kini tengah mengoordinasikan proses ekstradisi Tannos ke Indonesia.
Penangkapan ini menjadi langkah penting bagi KPK untuk membawa Paulus Tannos ke meja hijau.
Melansir Kompas.com, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut, masih ada dokumen-dokumen yang dibutuhkan dari Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Mabes Polri dalam hal ini pihak Interpol.
Kementerian Hukum sedang berkoordinasi guna menuntaskan urusan administrasi itu.
"Jadi ada masih dua atau tiga dokumen yang dibutuhkan. Nah karena itu Direktur AHU (Administrasi Hukum Umum) saya sudah tugaskan untuk secepatnya berkoordinasi dan saya pikir sudah berjalan," kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/1/2025).
Supratman mengatakan, proses ekstradisi memang membutuhkan waktu.
Apalagi proses itu juga bergantung pada penyelesaian administrasi oleh pemerintahan Singapura.
"Semua bisa sehari, bisa dua hari, tergantung kelengkapan dokumennya, karena itu permohonan harus diajukan ke pihak pengadilan di Singapura."
"Kalau mereka anggap dokumen kita sudah lengkap, ya pasti akan diproses," ujar Supratman.
Tag: #hubinter #polri #paulus #tannos #terdeteksi #singapura #sejak #akhir #2024 #januari #2025 #ditangkap