PBNU Buka Suara Soal Polemik Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Pelajar
Ketua Bidang Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, KH Ulil Abshar Abdalla di kantor PBNU Jakarta Pusat pada Kamis (8/8/2024). 
18:33
8 Agustus 2024

PBNU Buka Suara Soal Polemik Penyediaan Alat Kontrasepsi Bagi Pelajar

- Ketua Bidang Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PBNU, KH Ulil Abshar Abdalla angkat bicara terkait polemik penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar.

Ia menginginkan ada pendidikan yang tepat untuk pelajar soal seks.

Akan tetapi, kata dia, pendidikan itu jangan sampai berujung kepada hal yang kurang baik. 

"Misalnya pendidikan seks ini justru dipahami sebagai upaya untuk melegalisasi atau membiarkan kegiatan seksual yang tidak halal dalam kacamata agama. Itu tidak boleh," kata Ulil di kantor PBNU Jakarta Pusat pada Kamis (8/8/2024).

Islam, kata dia, tidak menolak pendidikan seks yang baik. 

Bahkan, lanjut dia, dalam pesantren terdapat pendidikan seksual dan kitab-kitab yang membahas soal itu.

"Tetapi ajaran agama adalah melarang zina, melarang hubungan seksual di luar nikah, dan jangan sampai pendidikan seksual itu mengarah ke sana," kata dia.

"Jadi jangan sampai isu bahwa seks yang aman mengarah kepada pembiaran seks walaupun itu tidak halal. Itu yang tidak kita inginkan," sambung dia.

Pernyataan Kemenkes

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) buka suara terkait polemik penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja yang tertera dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Juru Bicara Kemkes RI dr. Mohammad Syahril Sp. P, MPH memastikan alat kontrasepsi yang dimaksud hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah.

“Namun penyediaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah dengan tujuan menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan,” kata Syahril di Jakarta pada (5/8/2024).

Ia mengatakan penyediaan alat kontrasepsi hanya diberikan kepada remaja yang sudah menikah untuk menunda kehamilan hingga umur yang aman untuk hamil.

Ia juga memandang pernikahan dini akan meningkatkan risiko kematian ibu dan anak.

Risiko anak yang dilahirkan akan menjadi stunting, kata dia, juga sangat tinggi.

Sesuai dengan ketentuan dalam PP tersebut, kata dia, sasaran utama pelayanan alat kontrasepsi adalah pasangan usia subur dan kelompok usia subur yang berisiko. 

Dengan demikian, lanjut dia, penyediaan alat kontrasepsi tidak akan ditujukan kepada semua remaja.

Ia juga mengatakan agar masyarakat tidak salah persepsi dalam menginterpretasikan PP tersebut.

Selain itu, ia juga menyatakan aturan itu akan diperjelas dalam rancangan Peraturan Menteri Kesehatan sebagai aturan turunan dari PP tersebut.

Aturan turunan tersebut juga akan memperjelas mengenai pemberian edukasi tentang keluarga berencana bagi anak usia sekolah dan remaja yang akan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan usia anak.

Didesak Direvisi

Sebelumnya juga diberitakan, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati mendesak pemerintah segera merevisi PP 28 Tahun 2024 yang salah satunya meregulasi penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar.

Pasal 103 ayat (4) poin e menyebutkan pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja paling sedikit meliputi sejumlah hal, satu di antaranya penyediaan alat kontrasepsi.

Ia menyebut PP sebagai regulasi UU Kesehatan itu menimbulkan tafsir regulasi yang berbahaya.

Namun, menurutnya Kementerian Kesehatan berdalih aturan alat kontrasepsi tersebut dikhususkan bagi remaja yang sudah menikah dan teknisnya akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.

"Jika masih harus menunggu Permenkes, sama sekali tidak menyederhanakan regulasi. UU Kesehatan dibuat dengan sistem Omnibus dengan dalih menyederhanakan regulasi, namun aturan turunannya malah harus berbelit-belit dan birokratis," kata Kurniasih dalam keterangannya, Rabu (7/8/2024).

Kita dorong untuk revisi di tingkat PP agar tidak menimbulkan tafsir liar," sambung dia.

Satu di antara tafsir liar dimaksud adalah pembolehan remaja melakukan hubungan seksual di luar pernikahan menggunakan alat kontrasepsi berdalih pelayanan kesehatan reproduksi.

"Dari data yang ada, seks bebas di tingkat remaja semakin mengkhawatirkan dengan konsekuensi negatif yang semakin meningkat," kata dia.

Mengutip data BKKBN, ia mencatat pada remaja usia 16-17 tahun ada sebanyak 60 persen remaja yang melakukan hubungan seksual, usia 14-15 tahun ada sebanyak 20 persen, dan pada usia 19-20 sebanyak 20 persen.

Ia menyebut satu di antara ekses negatif dari seks bebas adalah angka aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan yang semakin tinggi.

"Angka seks bebas yang naik pasti diikuti oleh ekses negatif seperti kasus aborsi dan penularan penyakit seksual yang naik. Ini kita bicara dari sisi kesehatan," kata dia.

"Maka dibanding menunggu munculnya aturan turunan dari Kementerian, Pemerintah secara lugas dan jelas merevisi pasal penggunaan alat kontrasepsi bagi remaja sesegera mungkin," sambung dia.

Editor: Malvyandie Haryadi

Tag:  #pbnu #buka #suara #soal #polemik #penyediaan #alat #kontrasepsi #bagi #pelajar

KOMENTAR