Polemik Wewenang Penghitung Kerugian Lingkungan, Eks Menkumham Jelaskan Isi Permen LH 7/2014
Angka ini merupakan hasil penghitungan Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo atas permintaan penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) yang didasarkan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014.
Amir menjelaskan berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (2) Permen LH Nomor 7/2014, ahIi yang menghitung kerugian lingkungan hidup harus ditunjuk oleh pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggung jawab di bidang penaatan hukum lingkungan Instansi Lingkungan Hidup Pusat atau pejabat eselon II Instansi Lingkungan Hidup daerah. Ahli tidak bisa ditunjuk oleh penyidik instansi lain.
Aturan tersebut kata Amir, tetap berlaku sebagaimana bunyinya dan tidak bisa ditafsirkan lain. Sebab pembuatan Permen tersebut disusun berdasarkan kajian. Amir sendiri merupakan Menkumham yang menandatangani Permen LH 7/2014 tersebut.
“Sepanjang tidak ada perubahan maka tetap berlaku seperti yang tertera dalam aturan tersebut. Tidak bisa ditafsirkan lain. Permen itu disusun dengan kajian, tidak asal-asalan,” kata Amir kepada wartawan, Minggu (12/1/2025).
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran (Unpad), Romli Atmasasmita dalam kesaksiannya di salah satu persidangan perkara timah ini menilai, penghitungan kerugian negara seharusnya hanya dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Hal ini yang kemudian dipersoalkan hingga Bambang Hero dilaporkan ke Polda Bangka Belitung atas tudingan keterangan palsu di persidangan oleh Ketua DPD Perpat Bangka Belitung Andi Kusuma sebagaimana diatur dalam pasal 242 KUH Pidana.
Namun menyikapi pelaporan itu, Bambang Hero menyebut bahwa Permen LH Nomor 7/2014 telah mengatur orang yang berhak menghitung kerugian lingkungan hidup adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi.
Sehingga menurutnya, dirinya yang merupakan ahli lingkungan sudah tepat ditunjuk penyidik Kejagung untuk menghitung kerugian keuangan negara yang timbul dari kerugian lingkungan hidup di kasus timah.
"Peraturan Menteri LH Nomor 7 Tahun 2014 itu menyatakan yang berhak menghitung itu adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi. Nah, saya kan ahli lingkungan, boleh dong, lalu palsunya itu di mana," kata Bambang, Sabtu (11/1/2025).
Pernyataan Bambang juga diperkuat Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar yang menyebut bahwa penghitungan ahli atas kerugian keuangan negara didasarkan pada permintaan jaksa penyidik.
"Ahli memberikan keterangannya atas dasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara. Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan jaksa penyidik,” ujar Harli, Minggu (12/1/2025).
Tag: #polemik #wewenang #penghitung #kerugian #lingkungan #menkumham #jelaskan #permen #72014