Presidential Treshold Dihapus, PAN Belum Terpikir Usung Kader Sendiri Maju Pilpres
Yandri mengatakan partainya menghormati putusan MK tersebut karena bersifat final dan mengikat.
"Kalau putusan MK baru diputuskan kemarin itu memang pasti final dan mengikat kita hormati," kata Yandri usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Jumat (3/1/2025).
Meskipun demikian Yandri mengatakan PAN belum berpikir terlalu jauh mengenai putusan MK tersebut. Termasuk menyaring kader sendiri untuk maju di Pilpres nanti. Ia mengatakan PAN masih setia dengan Prabowo Subianto.
"Kita masih setia sama Pak Prabowo sampai sekarang yang paling setia sama Pak Prabowo kan PAN tiga kali dukung," katanya.
Terkait apakah akan mengusung kader PAN di Pilpres mendatang, Yandri mengatakan bahwa sekarang ini, Presiden Prabowo Subianto masih yang terbaik.
"Pak Prabowo masih yang terbaik lah," kata Yandri.
Terkait putusan MK tersebut, kata Yandri pasti akan ada revisi undang-undang Pemilu terkait syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden. Setelah revisi Undang-undang, selanjutnya akan ada penyesuaian aturan turunanmnya.
"Jadi putusan-putusan MK itu memang harus disadurkan harus dimasukkan dalam revisi undang-undang, kelihatannya akan ada mungkin sebaiknya atau seharusnya memang harus ada revisi undang-undang ketika ada pasal yang di JR kemudian itu dikabulkan oleh MK artinya ada perubahan pasal. Perubahan pasal itu ada di pembuat undang-undang DPR sama pemerintah jadi mungkin nanti akan ada revisi undang-undang tapi kapan siapa yang inisiatif bisa pemerintah bisa DPR untuk memasukkan pasal itu," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ambang batas atau presidential threshold (PT) dalam persyaratan pengajuan pencalonan pemilihan presiden dan wakil presiden, yang sebelumnya diatur parpol pemilik kursi 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional pemilu legislatif sebelumnya.
Putusan ini merupakan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan Enika Maya Oktavia dan kawan-kawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).
MK menyatakan pengusulan paslon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Menyatakan norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.
Satu hal yang dapat dipahami Mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.
MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.
Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.
Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.
Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.
Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.
Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.
Tag: #presidential #treshold #dihapus #belum #terpikir #usung #kader #sendiri #maju #pilpres