Daftar Pejabat yang Diperiksa KPK Terkait Kasus Harun Masiku, Ada Yasonna Laoly Hingga Ronny Sompie
Sejumlah mantan pejabat di Kementerian Hukum dan HAM pun dipanggil penyidik KPK sebagai saksi untuk mendalami data perlintasan Harun Masiku.
Pada Rabu (18/12/2024), mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly memenuhi panggilan penyidik KPK.
Yasonna Laoly mengaku dicecar penyidik terkait surat yang disampaikannya selaku ketua DPP PDIP bidang hukum, HAM, dan perundang-undangan ke Mahkamah Agung (MA) dan data perlintasan Harun Masiku.
"Penyidik sangat profesional ya menanyakan sesuai dengan posisi saya sebagai ketua DPP kemudian posisi saya sebagai menteri hukum dan HAM mengenai perlintasan Harun Masiku itu saja," ucap Yasonna usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/12/2024).
Yasonna sebagai ketua DPP PDIP mengirimkan surat ke MA untuk meminta fatwa mengenai pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang meninggal dunia.
Diketahui, kasus suap yang menjerat Harun Masiku bermula dari meninggalnya anggota terpilih Fraksi PDIP di DPR dari Dapil Sumatera Selatan (Sumsel) I Nazaruddin Kiemas yang mendapat 34.276 suara pada Pileg 2019.
Lantaran telah meninggal dunia, suara Nazaruddin Kiemas dialihkan ke Riezky Aprilia yang berada di urutan kedua.
Dengan demikian, Riezky mendapat 44.402 suara dan mendapat kursi DPR.
Namun, DPP PDIP memutuskan Harun Masiku yang hanya mendapat suara 5.878 sebagai caleg pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas.
"Kami minta fatwa, saya tanda tangani permintaan fatwa, karena di situ ada perbedaan tafsir antara KPU dan DPP tentang suara caleg yang meninggal. Kapasitas saya sebagai ketua dpp. Ada surat saya kirim ke Mahkamah Agung, untuk permintaan fatwa. Fatwa tentang Keputusan Mahkamah Agung Nomor 57," ujar Yasonna.
Menjawab surat Yasonna tersebut, MA menyatakan supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih.
Selain soal surat ke MA, Yasonna dicecar penyidik mengenai perlintasan Harun Masiku.
Ronny Sompie Diperiksa KPK
Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Ronny Sompie selesai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap yang menyeret Harun Masiku.
Ronny selesai diperiksa setelah kurang lebih lima setengah jam lamanya dengan dicecar 22 pertanyaan dari penyidik KPK.
"Jadi hari ini saya dipanggil dan didengar keterangan oleh penyidik KPK berkaitan dengan kasus Harun Masiku. Tadi ada pertanyaan, jumlah pertanyaan ada 22. 22 pertanyaan yang diberikan kepada saya. seperti itu," kata Ronny kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Ronny menjelaskan pertanyaan yang dilontarkan sejumlah pertanyaan saat dirinya masih menjabat sebagai Dirjen Imigrasi.
"Ya memang pertanyaan yang disampaikan ke saya adalah berkisar tentang ya tanggung jawab saya ketika tahun 2020 saya masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Imigrasi," ucapnya.
"Saat dimana tanggal 6 Januari, Harun Masiku melintas ke luar negeri, dan juga 7 Januari 2020 kembali lagi masuk ke Indonesia. Jadi hanya melintas 1 hari saja sudah kembali. itu melalui Bandara Soekarno Hatta," sambungnya.
Untuk informasi, Ronny merupakan orang yang dicopot mantan Menkumham Yasonna H Laoly usai Harun Masiku menjadi tersangka.
Pencopotan itu diambil buntut kekeliruannya mengenai kembalinya Harun Masiku ke Indonesia.
Pada 22 Januari, Ronny menyebut Harun telah berada di Jakarta sejak 7 Januari 2020. Sementara pada 16 Januari, Yasonna Laoly mengatakan bahwa Harun masih berada di luar negeri.
Atas hal itu, Ronny mengatakan terdapat delay time yang disebabkan adanya gangguan perangkat IT di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, sehingga terjadi keterlambatan mengenai informasi kepulangan kader PDIP itu ke Tanah Air.
Latar Belakang Perkara
Harun Masiku adalah eks caleg PDIP yang maju sebagai caleg dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I pada Pemilu 2024.
Di dapil tersebut, Masiku hanya memperoleh 5.878 suara dan menempati posisi kelima.
Perolehan suara tersebut jelas tidak dapat mengantarkan Masiku melenggang ke Senayan.
Pada saat itu, caleg dari PDIP dari dapil Sumsel I yang dinyatakan terpilih adalah Nazarudin Kiemas, tetapi ia meninggal 17 hari sebelum pemilu.
Karena alasan itulah PDIP perlu menyiapkan pengganti Nazarudin yang wafat sebagai wakil rakyat pengganti.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pengganti Nazarudin adalah caleg PDIP yang memperoleh suara terbanyak kedua dari partai dan dapil yang sama dengan caleg yang meninggal.
Mengacu pada aturan tersebut, pengganti Nazarudin adalah Riezky Aprilia.
Sayangnya, PDIP tidak menginginkan Riezky dan mengajukan nama Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin, walaupun tidak sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017.
PDIP melalui Donny Tri Istiqomah selaku kuasa hukum kemudian menggugat Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3/2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).
MA kemudian mengabulkan gugatan tersebut, sehingga pemilihan partai tidak lagi berdasarkan suara kedua terbanyak, namun ditentukan partai.
“Penetapan MA itu kemudian menjadi dasar PDIP berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang sudah meninggal tersebut,” ujar Wakil Ketua KPK waktu itu, Lili Pintauli Siregar.
Uji materi yang diajukan PDIP memang dikabulkan MA. Namun, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menuruti permohonan ini dan berkukuh menetapkan Riezky sebagai pengganti Nazarudin.
Beberapa cara dilakukan PDIP supaya Masiku menjadi anggota DPR, salah satunya dengan mengirimkan fatwa ke MA.
Tak hanya itu, partai berlambang banteng moncong putih tersebut juga mengajukan surat penetapan caleg ke KPU.
Masiku juga berusaha dengan mengirimkan dokumen dan fatwa ke komisioner KPU waktu itu, Wahyu Setiawan.
Surat tersebut dikirimkan melalui staf Sekretariat DPP PDIP, Saeful, dan orang kepercayaan Wahyu yang juga mantan anggota Bawaslu 2008–2012, Agustiani Tio Fridelina.
Wahyu menerima dokumen dan fatwa milik Masiku dari Agustiani setelah mendapatkan berkas ini dari Saeful.
Kemudian, Wahyu menyanggupi proses penetapan Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Sebagai syaratnya, ia meminta uang sebesar Rp 900 juta agar Harun disahkan menjadi pengganti Nazarudin.
Permintaan yang disampaikan Wahyu kemudian disanggupi oleh Harun Masiku agar dirinya bisa menduduki kursi anggota dewan.
Awalnya, Harun mengirimkan uang sebesar Rp 850 juta kepada Wahyu melalui Saeful pada akhir Desember 2019.
Wahyu juga menerima duit sebesar Rp 200 juta pada pertengahan Desember 2019 dan Rp 400 juta pada akhir Desember 2019.
Uang sebesar Rp 200 juta dan Rp 400 juta diterima Wahyu melalui anggota Bawaslu kala itu, yakni Agustiani Tio Fridelina.
Meski Harun sudah menggelontorkan miliaran rupiah agar dirinya lolos sebagai anggota DPR, KPU tetap ngotot bahwa Riezky yang menjadi pengganti Nazarudin.
Wahyu kemudian menghubungi Donny, dan kembali menjanjikan akan berusaha supaya Harun dapat ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin melalui skema PAW.
Pada saat itu, Wahyu meminta sejumlah uang tambahan. Aksinya tersebut terhenti karena KPK segera mengendus tindakannya.
Wahyu kemudian diciduk KPK melalui operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar pada Rabu, 8 Januari 2020 sampai Kamis, 9 Januari 2020 di Jakarta, Depok, dan Banyumas.
Selain menangkap Wahyu, KPK juga mengamankan Saeful sekaligus Agustiani yang turut terlibat dalam kasus Harun Masiku.
KPK menetapkan Harun sebagai tersangka pada Kamis, 9 Januari 2020, tetapi ia sama sekali tidak pernah di-OTT.
Pada saat itu, Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang menyatakan Masiku sudah terbang ke Singapura, Senin, 6 Januari 2020.
Kaburnya Masiku selang beberapa hari sebelum Wahyu dan tiga orang lainya di-OTT KPK.
Tag: #daftar #pejabat #yang #diperiksa #terkait #kasus #harun #masiku #yasonna #laoly #hingga #ronny #sompie