Tok! Gugatan Peraturan Ormas Keagamaan Dapat Jatah Izin Tambang Ditolak MK, Begini Alasannya
Perkara ini menguji UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan di ruang sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/1/2025).
Dalam perkara ini pemohon mendalilkan, penawaran prioritas wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada ormas yang belum punya pengalaman teknis bisa berpotensi merusak lingkungan.
Terhadap dalil ini, MK menegaskan penawaran prioritas yang diberikan oleh pemerintah, tidak dapat dimaknai pihak tersebut akan serta-merta memperoleh penawaran prioritas izin tambang khusus.
Namun, pemerintah harus tetap memastikan penerimanya memenuhi syarat administratif, teknis, pengelolaan lingkungan dan kemampuan finansial, serta memegang prinsip lingkungan berkelanjutan.
Perihal syarat teknis, MK menyatakan UU Minerba mengatur badan usaha wajib punya pengalaman minimal 3 tahun di bidang pertambangan mineral atau batubara. Bagi badan usaha baru, diwajibkan adanya dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang pertambangan.
Sedangkan poin syarat pengelolaan lingkungan, mewajibkan badan usaha memiliki personel berpengalaman minimal 3 tahun di bidang tambang atau geologi.
“Artinya, terhadap badan usaha swasta yang diberi izin mengelola mineral dan batubara wajib baginya untuk mematuhi asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,” kata Hakim Konstitusi Arsul Sani.
Selain itu, pemohon juga mendalilkan frasa ‘secara prioritas’ dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba yang dianggap punya ruang lingkup penafsiran terlalu luas, karena pemerintah bisa memberi penawaran prioritas izin tambang khusus kepada pihak tertentu, termasuk ormas tanpa batasan jelas.
Pemaknaan tersebut dinilai oleh pemohon berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang oleh pemerintah sehingga bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
MK menjelaskan, frasa ‘secara prioritas’ tersebut sebenarnya dimaksudkan sebagai penegas bahwa pengelolaan sumber daya mineral dan batubara harus semata demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.
Artinya, prinsip prioritas tersebut harus dipahami sebagai mekanisme mengarahkan pengelolaan sumber daya mineral dan batubara kepada pihak yang punya kapasitas dan memenuhi berbagai aspek syarat administratif, teknis, lingkungan dan finansial.
Prioritas ini, kata MK, bukan hanya mencerminkan keberpihakan terhadap badan usaha milik negara/daerah, tapi juga diberikan kepada pihak atau badan usaha swasta yang memenuhi syarat sebagai bagian memitigasi masalah penambangan ilegal atau liar.
“Berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah frasa secara prioritas dalam Pasal 6 ayat (1) UU Minerba harus dipahami sebagai instrumen afirmatif yang dirancang untuk mencapai tujuan strategis nasional dalam pengelolaan sumber daya mineral dan batubara,” ungkap Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur.
Atas dasar uraian pertimbangan hukum tersebut, dalil pemohon yang menyoal penawaran WIUPK secara prioritas akan berdampak pada kerusakan lingkungan adalah dalil yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Ilustrasi tambang nikel (Kontan)Dalam dalil lainnya, pemohon menyoal norma Pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 karena memberikan kewenangan yang terlalu luas kepada pemerintah untuk memberi penawaran izin tambang prioritas kepada ormas keagamaan sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Namun, MK menilai dalil pemohon tidak berkaitan dengan konstitusionalitas norma Pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba. Lantaran hal itu merujuk pada legalitas aturan pelaksana UU Minerba yakni PP 25/2024, yang bukan jadi ranah kewenangan Mahkamah untuk menilai.
“Telah ternyata ketentuan norma Pasal 6 ayat (1) huruf j UU Minerba telah sesuai dengan prinsip dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” kata Arsul Sani.
Diberitakan, pemberian izin pengelolaan tambang untuk ormas khususnya ormas keagamaan merupakan kebijakan saat kepimpinan Presidne Joko Widodo (Jokowi).
Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
PP itu memberikan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) dengan prioritas kepada Ormas Keagamaan.
Dilansir dari salinan resmi PP Nomor 25 yang diunggah di laman resmi Sekretaris Negara, Jumat (31/5/2024) aturan tersebut diteken pada 30 Mei 2023.
Tag: #gugatan #peraturan #ormas #keagamaan #dapat #jatah #izin #tambang #ditolak #begini #alasannya