Operasi Pemerasan di Konser DWP Berkedok Restorative Justice, Diduga Targetkan Rp 200 Juta Per Orang
Bekas Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald P. Simanjuntak (kiri) dan ilustrasi sejumlah penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) asal Malaysia di JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat. 
08:00
31 Desember 2024

Operasi Pemerasan di Konser DWP Berkedok Restorative Justice, Diduga Targetkan Rp 200 Juta Per Orang

- Gelaran konser Djakarta Warehouse Project (DWP) yang digelar di Indonesia jelang penutupan tahun 2024 menjadi isu hangat diperbincangkan.

Pasalnya, konser yang digelar di JIEXpo Kemayoran, Jakarta Pusat, 13-15 Desember 2024 tersebut tercoreng akibat aksi dugaan pemerasan yang dilakukan oleh sejumlah anggota Polri dengan dalih operasi penyalahgunaan narkoba.

Yang menjadi sorotan karena banyak dari para korban itu berasal dari negara tetangga, yakni warga negara Malaysia.

Inilah yang menjadikan kasus itu akhirnya viral di media sosial. 

Awalnya, beredar isu mengenai warga negara Malaysia yang memboikot konser DWP akibat dugaan pemerasan yang dilakukan polisi Indonesia.

Disebutkan ada sebanyak 400 orang yang menjadi korban pemerasan dengan nilai kerugian Rp32 miliar. 

Saat itu pemerasan itu mencuat, event internasional tersebut masih berlangsung. DJ Steve Aoki yang sedang berpentas membuat sejumlah penontonnya kegirangan dengan melompat-lompat di lokasi kejadian.

Tak lama, seorang penonton bernama Santi (bukan nama asli) yang sedang merasakan euforia dengan kondisi gegap gempitanya lampu-lampu dari arah panggung tersebut, mengaku dihampiri polisi untuk melakukan tes kesadaran.

 "Kita (lagi) senang-senang lah pas lagi loncat-loncat beberapa orang mengatasnamakan "polisi" menarik bilang “ayo ikut ke belakang”. Saya menuruti,” ucap Santi saat dihubungi.

Tes kesadaran ini disebut Santi yakni tes membaca angka di jari serta berjalan apakah linglung atau tidak.

Santi juga melihat kala itu ada beberapa orang lain yang dilakukan tes urine. 

Paspor milik Santi juga sempat disita oleh oknum polisi tersebut. Di sana, dia pun akhirnya memberikan uang sebesar Rp200 ribu agar paspor miliknya dikembalikan.

Belakangan Polri meralat jumlah tersebut. Dari hasil pemeriksaan, jumlah korban pemerasan hanya 45 orang dengan jumlah uang yang diperas sekira Rp2,5 miliar.

Dalam hal ini, sebanyak 18 orang anggota Polri yang terdiri anggota Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat hingga Polsek Kemayoran pun diduga terbukti melakukan pemerasan tersebut.

Terakhir ada 34 anggota Polri yang dimutasi ke Yanma Polda Metro Jaya dalam rangka pemeriksaan yang di antaranya 4 perwira menengah (pamen).

Mereka yakni AKBP Bariu Bawana yang sebelumnya menjabat sebagai Kasubdit 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Wahyu Hidayat Kasubdit 2 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya, AKBP Malvino Edward Yusticia Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya hingga Kompol Jamalinus Laba Pandapotan Nababan dari Ps Kasat Narkoba Polres Metro Jakarta Pusat. 

Belakangan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Simanjuntak ikut dimutasi sebagai Analis Kebijakan Madya Bidang Binmas Baharkam Polri di tengah isu pemerasan di konser DWP tersebut.

Dari informasi yang dihimpun Tribunnews, Kombes Donald diduga terlibat dalam pusaran pemerasan oleh para oknum polisi tersebut.

"IPW mendapat informasi bahwa operasi penangkapan untuk para pengguna dalam acara musik DWP itu memang dilakukan persiapan yang dipimpin oleh Dir Narkoba Polda Metro Jaya," kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi Tribunnews, Senin (30/12/2024).

Sebelum melakukan operasi, Sugeng mengatakan ada rapat terbatas (ratas) yang diduga dihadiri oleh para Kasubdit di Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya hingga para penyidik reserse narkoba.

Sugeng mendapat informasi operasi tersebut menargetkan para pengguna narkoba di acara itu. 

Namun, dalam pelaksanaannya, para pengguna ini akan dilakukan restorative justice (RJ).

Bukan tanpa syarat, RJ ini memaksa para pengguna narkoba yang tertangkap agar membayar sejumlah uang yang nominalnya tidak sedikit.

"Informasinya (diminta) Rp200 juta per orang," ungkap Sugeng.

Pemerasan ini dinilai Sugeng memang sudah direncanakan oleh anggota kepolisian ini. Karena target dalam operasi itu hanya bertujuan terhadap para pengguna narkoba.

Sugeng mengatakan informasi yang ia dapat, tak ada pengedar narkoba yang ditangkap dalam operasi tersebut.

Padahal, seharusnya para pengedar ini dianggap yang perlu dijadikan target.

Meski begitu, kata Sugeng, Kombes Donald masih belum mengakui jika dia yang memerintah anggotanya melakukan pemerasan dalam ajang yang digelar rutin setiap tahunnya tersebut.

"Propam harus bisa membuktikan adanya pelanggaran tersebut. Kalau terbukti arahan permintaan uang RJ atas dasar perintah Direktur (Narkoba) maka (Kombes Donald) harus diajukan ke sidang kode etik dan harus dipecat. Juga proses pidana," ucapnya.

Sumber Tribunnews di lingkungan Polda Metro Jaya menyatakan Kombes Donald juga tengah menjalani penempatan khusus (patsus).

"Yang saya dapat informasinya, Direkturnya (Kombes Donald) telat aja dipatsusnya. Jadi anggota dulu nih (dipatsus), abis itu baru beberapa hari kemudian," ucapnya.

Sumber Tribunnews itu mengatakan patsus yang dilakukan terhadap Kombes Donald dilakukan sejak pekan lalu.

"Setahu saya sih iya, minggu lalu itu iya (dipatsus), tapi kalau sekarang saya belum update lagi," singkatnya.

Meski begitu, kebenaran soal patsus terhadap Kombes Donald ini belum dipastikan.

Tribunnews sudah mencoba menghubungi Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim dan Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko terkait hal tersebut melalui pesan singkat, namun hingga kini keduanya belum menjawab terkait kepastian patsus tersebut. (tribun network/abd/dod)

Editor: Wahyu Aji

Tag:  #operasi #pemerasan #konser #berkedok #restorative #justice #diduga #targetkan #juta #orang

KOMENTAR