Letjen TNI Purn. Djaja Suparman
Jabatan terakhir Djaja Suparman di TNI AD yakni sebagai Inspektur Jenderal atau Irjen TNI.
Djaja Suparman tercatat aktif mengemban jabatan sebagai Irjen TNI pada tahun 2003 hingga 2006.
Semasa dinasnya, jenderal bintang 3 ini juga pernah menduduki posisi jabatan sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat atau Pangkostrad.
Letjen Djaja Suparman resmi pensiun sebagai Pati TNI AD pada tahun 2006.
Setelah pensiun dari TNI, Djaja Suparman justru terjerat kasus kriminalitas korupsi tanah atau pembebasan lahan untuk jalan tol di Malang senilai Rp17,6 miliar.
Dalam kasus tersebut, Djaja Suparman divonis hukuman 4 tahun penjara.
Kehidupan pribadi dan pendidikan
Djaja Suparman lahir di Sukabumi, Jawa Barat, pada tanggal 11 Desember 1949.
Ia pernah menikah dengan Rahakundini Laspetrini alias Connie Bakrie.
Namun, pada tahun 2014, Djaja dan Connie cerai.
Foto Connie Bakrie bersama Djaja Suparman. (Tribun Timur)Pernikahan Djaja dengan Connie dikaruniai 3 orang anak.
Djaja Suparman adalah lulusan Akabri tahun 1972.
Ia merupakan prajurit TNI dari kesatuan infanteri baret hijau.
Perjalanan karier
Karier Letjen Teguh Pudjo Rumekso sudah malang melintang di dalam TNI AD.
Berbagai jabatan strategis di TNI AD pun sudah pernah diemban oleh jenderal bintang 3 yang berasal dari Medan ini.
Saat berpangkat Letnan Dua sampai dengan Kapten, Djaja tercatat pernah menjabat sebagai Danton Yonif 511/Badak Hitam, Danton Ban Yonif 511/Badak Hitam, Danton STTB Yonif 511/Badak Hitam, Danton SMB Yonif 511/Badak Hitam, Pasi 4/Log Yonif 511/Badak Hitam, Dankiban Yonif 511/Badak Hitam, Dankipan Yonif 511/Badak Hitam, Pasi 3/Pers Yonif 511/Badak Hitam, Kasi 3/Pers Brigif Linud 17/Kostrad, dan Kasi 4/Log Brigif Linud 17/Kostrad.
Karier Djaja makin moncer setelah ia menyandang pangkat Mayor.
Saat itu, ia sempat menduduki posisi jabatan sebagai Dandenma Brigif Linud 17/Kostrad, Dandenma Divif 1/Kostrad, dan Kasi 2/Ops Korem 084/Bhaskara Jaya.
Semenjak itu, pangkat dan jabatan Djaja pun makin melenting ke atas.
Dari pangkat Mayor, Djaja lalu naik pangkat menjadi Letnan Kolonel atau Letkol.
Saat menyandang pangkat Letkol, Djaja sempat menduduki posisi sebagai Danyonif 507/Sikatan, Dandim 0820/Probolinggo, dan Waasops Kasdam V/Brawijaya
Pada tahun 1993, ia berhasil naik pangkat menjadi Kolonel dan dipercaya untuk menjabat sebagai Danbrigif 13 Galuh/Kostrad.
Mantan suami Connie Bakrie ini lalu diutus untuk menjabat posisi Aster Kasdam Jaya.
Setelah itu, Djaja ditugaskan menjabat posisi Danmentar Akmil.
Mantan Panglima Komando Daerah Militer V Brawijaya, Letnan Jenderal (Purn) Djaja Suparman mendengarkan kesaksian Benny Hakim dari PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) dalam persidangan lanjutan kasus dugaan korupsi tukar guling tanah untuk jalan tol di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, Jumat (17/5/2013). Kasus dugaan korupsi tukar guling tanah untuk pembebasan jalan tol simpang susun Waru-Tanjung Perak seluas 8,8 hektare tersebut merugikan negara Rp 13,644 miliar. KOMPAS/AGUS SUSANTO (KOMPAS/AGUS SUSANTO)Selanjutnya, ayah dengan tiga anak ini diangkat sebagai Kasdam II/Sriwijaya
Pada tahun 1997, Djaja kemudian naik pangkat dari Brigjen menjadi Mayjen.
Saat itu, ia diutus untuk mengisi kursi jabatan sebagai Pangdam V/Brawijaya.
Satu tahun kemudian, ia dimutasi menjadi Pangdam Jaya.
Djaja lalu berhasil meraih puncak kariernya dengan menyandang pangkat Letjen pada tahun 1999.
Saat itu, ia didapuk menjabat sebagai Pangkostrad.
Pada 2000, Djaja lalu dipercaya untuk mengisi jabatan Dansesko TNI.
Barulah di tahun 2003 ia ditugaskan untuk menduduki posisi jabatan sebagai Irjen TNI hingga masa pensiunnya pada 2006.
Kasus korupsi
Djaja Suparman terjerat dalam kasus dugaan korupsi pada tahun 1998 silam saat masih menjabat sebagai Pangdam V/Brawijaya.
Ia diduga menerima permintaan pembelian lahan dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CNMP) untuk membangun jalan simpang susun bebas hambatan dari Waru, Sidoarjo hingga Tanjung Perak, Surabaya.
Ternyata, tanah Kodam Brawijaya seluas 8,8 hektar di Dukuh Menanggal, Kecamatan Wonocolo, Surabaya akan dilalui proyek itu.
Djaja lalu menyuruh orang kepercayaannya, Dwi Putranto, untuk mengurus jual beli tanah itu.
PT Citra Marga setuju membeli tanah Kodam dengan harga Rp 17,4 miliar dan uang pun diserahkan.
Adapun pembayaran dilakukan melalui cek sebanyak empat kali, pada Februari-April 1998.
Namun, Djaja Suparman tak menyetorkan dana hasil penjualan tanah negara itu ke kas Kodam.
Jenderal bintang 3 ini justru mengelolanya sendiri.
Ia lalu didakwa kasus dugaan ruilslag tanah Kodam V/Brawijaya dengan nilai kerugian Rp13,3 miliar,
Dikutip dari Tribunnews, setelah menjalani persidangan selama lebih dari 10 jam, Letjen (Purn) Djaja Suparman divonis hukuman empat tahun penjara.
Mantan Pangdam V/Brawijaya itu terbukti bersalah dalam kasus ini karena menguntungkan diri sendiri.
Selain itu Djaja juga didenda Rp 30 juta subsider tiga bulan dan uang pengganti sebesar Rp 13.219.630.500 subsider enam bulan.
Vonis ini lebih berat dibanding tuntutan Oditur Militer Tinggi yang menuntut terdakwa dengan hukuman penjara tiga tahun, denda Rp1 miliar, dan membayar uang pengganti Rp 13.219.630.500.
Selama persidangan, Djaja tak terlihat tegang.
Ia malah sering tersenyum ketika ada putusan yang dirasakan tak sesuai dengan pleidoi yang diajukannya.
Djadja Suparman juga terlihat fokus menyimak berkas putusan majelis hakim sejak pagi hingga malam hari.
Ketika keluarganya datang dan duduk di bangku pengunjung, Djaja sempat melempar senyum dan bercanda pada mereka.
Adapun dalam amar putusan, beberapa hal menjadi pertimbangan majelis hakim sehingga terdakwa divonis empat tahun penjara.
Majelis hakim tak sependapat dengan pendapat penasehat hukum yang termuat dalam pleidoi beberapa waktu lalu, seperti pendapat bahwa untuk kriteria kerugian negara yang menentukan BPK.
Hanya saja ini tak dilakukan penyidik sehingga kasus ini bukan pidana korupsi.
"Kami tak sependapat dengan ini karena ini dikuatkan dengan keterangan saksi ahli dari BPK," kata Hidayat Manao, dikutip dari Tribunnews.
Pada amar putusan, hakim melihat bahwa dakwaan primer tak terbukti.
Dengan begitu, dalam amar putusan itu, hakim telah membuktikan bahwa dakwaan subsider terbukti dengan jeratan Pasal 1 Ayat 1 huruf b UU Tipikor.
Sedangkan pertimbangan yang meringankan adalah terdakwa telah berjasa dalam militer dan telah terima jasa penghargaan.
Sedang yang memberatkan adalah terdakwa tak merasa bersalah dan menyesali perbuatannya.
(Tribunnews.com/Rakli Almughni)