Indeks Kebebasan Pers Turun, Ketua Dewan Pers Sorot 3 Aspek Hingga Ungkap Harapan Kepada Prabowo
Angka tersebut menempatkan indeks kebebasan pers secara nasionali masuk dalam kategori “Cukup Bebas”.
Angka itu diperoleh dari rata-rata variabel Lingkungan Fisik Politik 70,06, Lingkungan Ekonomi variabel terendag 67,74, dan Lingkungan Hukum 69,44
Angka tersebut turun dalam dua tahun terakhir.
Ninik Rahayu mengatakan angka-angka tersebut mencerminkan situasi Pers di Indonesia dalam kondisi tidak baik-baik saja.
Ia mencontohkan dalam konteks ekonomi, mencatat pada saat Hari Pers Nasional dua tahun lalu Presiden Joko Widodo menyampaikan belanja iklan yang lebih banyak digunakan untuk belanja iklan media sosial.
"Pertanyaan kita lalu, di mana komitmen pemerintah yang memang memiliki belanja iklan terbesar? Dalam berbagai kesempatan, saya selaku Ketua Dewan Pers menyerukan agar belanja iklan ini diupayakan semaksimal mungkin untuk belanja iklan pada perusahaan-perusahaan Pers yang bekerja secara profesional," kata Ninik dalam sambutan Peluncuran Hasil Survei IKP Tahun 2024 di sebuah Hotel Kawasan Kuningan Jakarta Selatan pada Selasa (5/11/2024).
"Ini salah satu bentuk dukungan, tentu tanpa melakukan campur tangan secara langsung kepada redaksi," ujarnya.
Untuk itu, ia meminta agar semua pihak menghormati kerja Pers yang ingin bekerja secara profesional agar dalam membangun ekosistem Pers tidak ada campur tangan pada ruang redaksi.
Ia pun mengimbau agar pemerintah tidak belanja iklan untuk belanja berita.
"Kita bersama-sama pernah mengingatkan pada pemerintah daerah agar bisa memisahkan antara ruang bisnis dengan ruang redaksi," lanjut Ninik.
"Tarik secara lurus garis api. Kenapa ini penting? Karena hidupnya media bukan untuk kepentingan Pers, tapi semata-mata untuk pemenuhan hak konstitusional warga negara untuk tahu, untuk mengetahui seluk-beluk pembangunan di Indonesia. Apakah itu yang dilakukan oleh eksekutif, oleh legislatif, oleh yudikatif," sambungnya.
Dalam konteks hukum, ia menjelaskan Indeks Kemerdekaan Pers juga mengalami penurunan yang sangat tajam.
Padahal, lanjutnya, sejak awal di dalam Undang-Undang 40 tahun 1999 tentang Pers menegaskan agar para pihak yang merasa keberatan dengan pemberitaan, untuk menggunakan Hak Jawab.
"Jangan main pukul. Jangan main intimidatif. Jangan nembak. Jangan merusak psikologis orang. Jangan merusak alat-alat kerja para jurnalis kita," ucap Ninik.
"Tapi faktanya, dua minggu yang lalu, kantor berita Jubi dilempar bom molotov. Dan saya datang ke sana. Dua mobilnya rusak. Tentu, ancaman-ancaman seperti ini, sebagai pekerja yang profesional, harus ditempatkan sebagai tantangan," lanjut dia.
Di sisi lain, Ninik juga menyatakan Dewan Pers tidak henti-hentinya menyerukan agar pers juga bekerja secara profesional.
Pers, kata Ninik, juga tidak boleh jadi wartawan yang menyaru jadi LSM, minta uang, atau bahkan mengajukan proposal.
"Kalau tidak dikasih proposalnya intimidatif pakai berita. Itu bukan berita. Kalau berita isinya tidak intimidatif. Berita selalu mengedepankan azas praduga tidak bersalah," kata Ninik.
"Nah dalam konteks ini, karena masih tingginya angka kekerasan pada wartawan di tahun 2023 dan harus diakui sampai hari ini belum ada mekanisme perlindungan yang komprehensif pada wartawan," sambung dia.
Karena itu, menurutnya Dewan Pers bersama konstituen Dewan Pers harus berjabat tangan dan saling bahu-membahu.
Ia menegaskan meski kekerasan fisik, kekerasan psikologis, perusakan alat kerja menjadi hal yang terlihat, namun masih ada potensi ancaman terhadap kemerdekaan pers yang tidak terlihat.
"Yang mungkin akan muncul adalah datangnya berbagai regulasi yang memberikan batasan pada kerja-kerja yang berimplikasi pada kemerdekaan pers," ungkap Ninik.
"Kita masih ingat, tiba-tiba ada draf RUU penyiaran yang memberikan pembatasan pada media investigatif. Tentu kita tidak ingin hal ini muncul kembali, mungkin tidak dalam bentuk RUU penyiaran, tapi mungkin dalam bentuk yang lain. Ayo duduk bersama," sambung dia.
Dalam konteks politik, Ninik mengingatkan seluruh anggota Dewan Pers menyerukan kepada jurnalis yang sekarang sedang menghadapi Pilkada.
Menurutnya, tantangan yang dihadapi jurnalis dalam Pilkada sama dengan pada saat Pilpres 2024.
"Peluangnya teman-teman wartawan itu adalah menjadi tim sukses. Nggak usah ditawar, mundur dulu. Mundur dulu jadi wartawan. Nggak usah nyaru jadi wartawan, tapi secara bersamaan jadi tim sukses. Nanti bingung profesinya," kata Ninik.
"Dan ini akan berpengaruh. Di beberapa tempat saya mendapatkan testimoni dari media. Bahkan masyarakat bisa membaca secara langsung, media ini mendukung si A, media ini mendukung si B, media ini mendukung si C. Dan itu yang ikut mewarnai penilaian Indeks kemerdekaan Pers kita setidaknya tahun depan," sambungnya.
Ia pun mencatat komitmen tiga calon presiden pada saat Pilpres 2024 terhadap kemerdekaan pers.
Ninik menjelaskan tiga calon presiden menandatangani komitmen untuk memberikan dukungan pada kemerdekaan pers, untuk ekosistem pers kita yang sehat, dan untuk pers yang profesional.
Karena itu, menurutnya hal tersebut adalah bagian dari janji yang harus ditepati di saat peluncuran IKP tahun 2024.
"Kita ingin dengan pemerintahan baru, Bapak Presiden Prabowo Subianto, agar ekosistem pers kita lebih sehat, lebih profesional. Baik dalam konteks ekonomi, hukum, maupun dalam konteks politik," kata Ninik.
Ia juga mengajak agar semua pihak bersama-sama menjaga demokrasi.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa Pers adalah pilar keempat demokrasi yang ikut menegakkan demokrasi.
"Dalam kesempatan kali ini, mari kita bersama-sama untuk bergandengan tangan untuk Pers yang lebih baik, Pers yang lebih profesional, dan untuk demokrasi yang lebih baik. Untuk Indonesia yang terus berkembang," pungkas Ninik.
Tag: #indeks #kebebasan #pers #turun #ketua #dewan #pers #sorot #aspek #hingga #ungkap #harapan #kepada #prabowo