Dan Terjadi Lagi, Penegak Hukum Terjerat Korupsi...
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara, Albertinus P Napitupulu ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus dugaan pemerasan kepada sejumlah perangkat daerah di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Sabtu (20/12-2025).(Dok. Youtube KPK )
07:50
21 Desember 2025

Dan Terjadi Lagi, Penegak Hukum Terjerat Korupsi...

 Kasus korupsi kembali menyeret aparat penegak hukum.

Dalam kurun waktu 1 x 24 jam, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap jaksa di dua wilayah berbeda, yakni Banten dan Kalimantan Selatan, terkait dugaan praktik pemerasan.

Dua operasi senyap tersebut dilakukan pada 18–19 Desember 2025 dan menjerat sejumlah pejabat kejaksaan, mulai dari jaksa hingga kepala kejaksaan negeri.

Penanganan perkara pun terbagi antara Kejaksaan Agung dan KPK.

OTT Jaksa di Banten

OTT pertama dilakukan KPK di Banten pada Rabu (18/12/2025) malam.

Dalam operasi tersebut, seorang jaksa bersama empat orang lainnya diamankan dan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, KPK telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung terkait penangkapan oknum jaksa tersebut.

“Dan memang kan sudah ada koordinasi dengan Kejaksaan Agung, nanti kita lihat lah hasilnya,” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto.

Namun, pada Jumat (19/12/2025) dini hari, KPK menyerahkan penanganan perkara tersebut kepada Kejaksaan Agung.

Penyerahan dilakukan karena Kejagung telah lebih dulu menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik).

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, sprindik telah diterbitkan Kejagung sejak Rabu (17/12/2025).

“Ternyata di sana (Kejagung) sudah memang terhadap orang-orang tersebut sudah jadi tersangka, dan sudah terbit surat perintah penyidikannya. Untuk kelanjutannya penyidikannya, tentu nanti dilanjutkan di Kejaksaan Agung,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

Menindaklanjuti OTT tersebut, Kejagung menetapkan lima orang tersangka dalam perkara dugaan pemerasan terkait penanganan perkara pidana umum Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang melibatkan warga negara asing.

Tiga tersangka merupakan oknum jaksa, yakni HMK selaku Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Tigaraksa, RV selaku Jaksa Penuntut Umum, serta RZ selaku Kepala Subbagian di Kejati Banten.

Dua tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yaitu DF yang berprofesi sebagai pengacara dan MS sebagai penerjemah atau ahli bahasa.

"Jadi total kami (tetapkan) ada lima tersangka. Tiga orang, ada tiga oknum jaksa yang ditetapkan tersangka oleh kita dan sudah penyidikan, dan dua dari swasta," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna.

Anang menyebutkan, seluruh tersangka telah diperiksa dan ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung.

Para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi tentang pemerasan.

OTT Jaksa di Hulu Sungai Utara

OTT kedua diumumkan KPK pada Kamis malam dan dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan. Dalam operasi ini, KPK mengamankan enam orang untuk diperiksa di Jakarta.

Dari enam orang tersebut, dua di antaranya adalah Kepala Kejaksaan Negeri HSU Albertinus P. Napitupulu dan Kepala Seksi Intelijen Asis Budianto.

Pada Sabtu (20/12/2025) pagi, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU.

Ketiga tersangka tersebut adalah Albertinus P. Napitupulu, Asis Budianto, dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari HSU Taruna Fariadi.

"Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang tersangka," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.

Dalam konferensi pers, KPK menampilkan dua tersangka, yakni Albertinus dan Asis.

Sementara Taruna Fariadi belum ditangkap dan masih dalam pencarian. Kedua tersangka yang telah diamankan langsung ditahan selama 20 hari di Rutan Merah Putih KPK.

Modus dan Aliran Uang Pemerasan

KPK menjelaskan, perkara bermula pada Agustus 2025. Albertinus diduga menerima aliran uang sekitar Rp 804 juta secara langsung maupun melalui perantara Asis Budianto dan Taruna Fariadi.

Uang tersebut diduga berasal dari pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU, antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, dan RSUD HSU.

Asep menyebutkan, modus yang digunakan adalah ancaman agar laporan pengaduan dari LSM yang masuk ke Kejari HSU tidak diproses secara hukum.

Selain itu, KPK juga mengungkap adanya dua klaster aliran uang yang diterima Albertinus serta dugaan pemotongan anggaran Kejari HSU untuk kepentingan pribadi, termasuk pencairan Tambahan Uang Persediaan tanpa SPPD dan potongan dari unit kerja.

Catatan ICW soal Jaksa Korupsi

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, selama periode 2006–2025 terdapat 45 jaksa yang ditangkap karena melakukan tindak pidana korupsi, dengan 13 di antaranya ditangkap oleh KPK.

“Sejak ST Burhanuddin diangkat sebagai Jaksa Agung pada 2019, terdapat 7 jaksa yang ditangkap akibat melakukan korupsi

Hal ini menunjukan bahwa Jaksa Agung gagal melakukan reformasi Kejaksaan,” kata Kepala Divisi Hukum dan Investigasi ICW, Wana Alamsyah.

Wana juga menyoroti potensi konflik kepentingan ketika penanganan perkara jaksa korupsi diserahkan ke Kejaksaan Agung.

“Padahal, KPK memiliki wewenang secara jelas untuk menangani perkara korupsi yang melibatkan penegak hukum sesuai pada Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK,” ujarnya.

Ia menilai, minimnya transparansi berpotensi membuka ruang praktik transaksional dan melemahkan proses penegakan hukum.

“Penting untuk dipahami bahwa OTT merupakan langkah awal untuk dapat mengembangkan perkara, yang berpotensi melibatkan aktor lain,” ucap dia.

Tag:  #terjadi #lagi #penegak #hukum #terjerat #korupsi

KOMENTAR