Hasan Nasbi Minta Kritikus Penulisan Ulang Sejarah Tahu Diri: Punya Kompetensi Tidak?
Kepala Komunikasi Kepresidenan/PCO Hasan Nasbi saat ditemui di Gedung Kwartir Nasional, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025). (KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA)
19:42
30 Juni 2025

Hasan Nasbi Minta Kritikus Penulisan Ulang Sejarah Tahu Diri: Punya Kompetensi Tidak?

- Kepala Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi meminta pihak yang mengkritik proyek penulisan ulang sejarah untuk tahu diri.

Sebab, menurut dia, mengkritik artinya harus punya kompetensi untuk memberikan penilaian.

"Kita yang mengkritik ini juga harus tahu diri nih, kita punya kompetensi dan literatur profesionalitas dalam menilai sebuah tulisan sejarah apa tidak?" kata Hasan Nasbi dikutip dari tayangan YouTube Universitas Al Azhar Indonesia, Senin (30/6/2025).

Apalagi, dia menegaskan bahwa proses penulisan ulang sejarah nasional tersebut melibatkan puluhan sejarawan dan mereka yang ahli di bidangnya.

Hasan meyakini bahwa para sejarawan tersebut tidak akan menggadaikan integritas dan profesionalitasnya.

"Kita sudah pernah baca belum naskah yang dibuat oleh para sejarawan? Ada puluhan sejarawan profesor, doktor akademisi dari berbagai universitas yang sedang melanjutkan penulisan sejarah," ujarnya.

"Orang-orang ini tidak akan menggadaikan integritas akademik mereka, profesionalitas mereka untuk hal-hal yang tidak diperlukan," kata Hasan Nasbi lagi.

Oleh karena itu, dia meminta publik menunggu hasil dari penulisan ulang sejarah tersebut.

Menurut dia, jangan sampai pengerjaan proyek penulisan ulang sejarah justru terburu-buru karena ditekan oleh desakan publik.

"Mau enggak kita menunggu dan memberi waktu? Kan ketergesa-gesaan ini juga bagian dari tekanan media sosial. Orang yang bekerja sekarang itu tidak boleh ditekan-tekan dengan opini media sosial yang terburu-buru karena mereka sedang bekerja kan sesuatu berdasarkan kompetensi dan keahlian mereka," ujar Hasan.

Lebih lanjut, dia menyoroti bahwa tidak semua kejadian sejarah dapat ditulis dalam proyek tersebut.

Hasan Nasbi mencontohkan soal pekerja seks komersil (PSK) bagi tentara Jepang saat di masa penjajahan.

"Dan tulisan sejarah tidak mungkin merangkum seluruh kejadian. Ada enggak dalam tulisan sejarah Indonesia yang pernah ditulis bahwa kita dulu di masa Jepang, pimpinan putra menyediakan PSK terhadap tentara Jepang,” katanya.

"Ada enggak ditulis dalam sejarah kita, kejadian enggak? Kejadian, PSK dibawa dari Karawang kok. Tapi dalam sejarah kita ditulis nggak itu?" ujar Hasan lagi.

Menurut dia, para sejarawan tentu punya pertimbangan dalam menyusun ulang sejarah Indonesia.

"Jadi, penulisan sejarah pasti ada pertimbangan mata. Ada kebutuhan kita sebagai sebuah bangsa untuk mempelajari sejarah ini, untuk apa? Memetik pelajaran di masa lalu dan untuk membesarkan bangsa kita di masa yang akan datang," ujarnya.

Diketahui, penulisan ulang sejarah Indonesia menuai pro-kontra. Salah satunya soal tone positif dalam penulisan sejarah.

Kemudian, ada sorotan dari Arkeolog Profesor Harry Truman Simanjuntak terkait target penyelesaian penulisan sejarah yang terlalu singkat. Dia seelumnya terlibat dalam tim penulisan ulang sejarah tetapi sudah mundur.

Menurut dia, proyek ini dijadwalkan selesai pada Juni 2025, padahal rapat persiapan baru dimulai pada akhir November 2024.

Kejanggalan lain yang ditemuinya terkait konsepsi penulisan ulang sejarah Indonesia yang disusun tanpa melibatkan seminar-seminar atau diskusi mendalam dengan para sejarawan.

Oleh karena itu, Truman mengkhawatirkan bahwa penulisan sejarah ini lebih didorong oleh keinginan pihak penguasa daripada hasil pemikiran akademis yang objektif.

"Janganlah menyusun konsepsi itu di bawah arahan penguasa. Ketika kita mau menyusun sebuah buku, apalagi ini buku kebangsaan, apalagi ini buku berseri, mestinya didahului oleh semacam seminar-seminar," kata Truman.

Tone Positif

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan, penulisan ulang sejarah lebih mengedapankan tone positif. Sehingga, bukan untuk mencari-cari kesalahan di masa lalu.

Hal itu disampaikannya menanggapi kabar term of reference (TOR) sejarah yang disusun pemerintah hanya mencantumkan dua kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.

"Tone kita adalah tone yang lebih positif. Karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah. Pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa," kata Fadli Zon saat ditemui di Cibubur, Depok, Jawa Barat pada Minggu, 1 Juni 2025.

Di kesempatan lain, Fadli Zon juga menegaskan bahwa salah satu tujuan penulisan ulang sejarah Indonesia adalah mempersatukan bangsa dan kepentingan nasional.

Tag:  #hasan #nasbi #minta #kritikus #penulisan #ulang #sejarah #tahu #diri #punya #kompetensi #tidak

KOMENTAR