



JGF Bahas Dampak jika Selat Hormuz Ditutup Imbas Konflik Iran-Israel
- Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ace Hasan Syadzily mengungkapkan bahwa isu stabilitas energi global akibat memanasnya konflik Iran-Israel akan menjadi salah satu topik utama yang dibahas dalam Jakarta Geopolitical Forum (JGF) ke-9.
Forum yang akan dibuka pada Selasa (24/6/2025), itu akan dihadiri oleh perwakilan dari berbagai negara, kementerian, lembaga, hingga akademisi dan pelaku industri energi.
Menurut Ace, salah satu isu strategis yang akan menjadi diskursus penting dalam JGF adalah dampak dari potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran, yang selama ini menjadi jalur vital distribusi sekitar 30 persen minyak dunia.
“Ini pertanyaan yang juga sangat relevan dan akan menjadi bahan pembahasan serta diskusi di dalam forum JGF. Sebagaimana kita tahu, Selat Hormuz merupakan salah satu selat jalur logistik, terutama minyak dunia, hampir 30 persen minyak dunia melalui Selat Hormuz," kata Ace, saat ditemui di Jakarta Pusat, Senin (23/6/2025).
Ace menegaskan, forum tersebut bukan hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga ruang untuk menyampaikan masukan strategis terhadap langkah-langkah mitigasi yang perlu disiapkan pemerintah dalam menghadapi lonjakan ketidakpastian geopolitik global.
Ia mengakui jika kebutuhan energi dalam negeri, utamanya minyak, sejauh ini berasal dari luar negeri.
"Karena bagaimanapun, kalau disampaikan, ada kebutuhan energi minyak kita juga berasal dari luar negeri," ujar dia.
Ia juga menyinggung bagaimana konflik antara Iran dan Israel sudah mulai berdampak terhadap saham dunia di bidang pasar energi.
"Tentu berdampak, terutama yang kita saksikan hari ini, terutama akibat dari perang Iran-Israel, saham dunia mengalami gonjangan. Itu salah satu yang dibahas dalam JGF tersebut," beber Ace.
JGF ke-9 tahun ini melibatkan peserta dari berbagai latar belakang, termasuk 12 duta besar, 15 kementerian/lembaga negara, 8 kepala daerah yang wilayahnya memiliki potensi energi, serta 26 perusahaan BUMN di sektor energi.
Selain itu, hadir pula 23 rektor universitas dari dalam dan luar Jakarta, lembaga think tank nasional, sembilan asosiasi profesi dan NGO, serta pusat kajian luar negeri.
Negara-negara seperti Australia, Rusia, Jepang, Inggris, Tiongkok, Filipina, Mesir, Tunisia, Polandia, hingga Vietnam disebut telah mengonfirmasi keikutsertaannya.
“Perlu ditegaskan, ini forum akademik, tentu yang kami bahas sesuai dengan akademik sebagai lembaga think tank. Lemhannas tentu membuka sebagai masukan-masukan intelektual exercise dari berbagai para pemikir dan akademisi untuk bicarakan soal ketahanan energi di Indonesia," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Parlemen Iran pada Minggu (22/6/2025), resmi menyetujui langkah-langkah untuk menutup Selat Hormuz.
Langkah penutupan Selat Hormuz ini sebagai bentuk pembalasan atas serangan udara Amerika Serikat (AS) terhadap tiga fasilitas nuklir Iran di Natanz, Isfahan, dan Fordow.
Penutupan Selat Hormuz diprediksi akan memicu guncangan besar terhadap perekonomian dunia, termasuk Amerika Serikat.
Dilansir dari Britannica, Selat Hormuz merupakan jalur laut sempit yang menghubungkan Teluk Persia di barat dengan Teluk Oman dan Laut Arab di tengara.
Selat ini membentang selebar 35 hingga 60 mil (sekitar 55–95 kilometer), memisahkan wilayah Iran di utara dari Jazirah Arab di selatan.
Di dalamnya terdapat sejumlah pulau penting seperti Qeshm, Hormuz, dan Hengam yang memperkuat kekuatan strategi kawasan tersebut.
Selat Hormuz memainkan peran penting dalam perekonomian global, khususnya sebagai jalur utama transportasi energi.
Kapal-kapal tanker yang mengangkut minyak dari pelabuhan-pelabuhan di Teluk Persia wajib melintasi selat ini.
Tag: #bahas #dampak #jika #selat #hormuz #ditutup #imbas #konflik #iran #israel