Komnas HAM Terima 134 Aduan Masyarakat yang Kena PHK, Korban Capai 8.786 Orang
Komisioner Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dan Uli Parulian Sihombing dalam konferensi pers di Kantor Komnas HAM, Kamis (5/6/2025). (Shela Octavia)
16:58
5 Juni 2025

Komnas HAM Terima 134 Aduan Masyarakat yang Kena PHK, Korban Capai 8.786 Orang

- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat telah menerima 134 pengaduan masyarakat terkait pemberhentian hubungan kerja (PHK) selama periode Januari 2023 hingga Maret 2025.

Dari jumlah tersebut, terindikasi ada 8.786 pekerja yang menjadi korban PHK.

“Bahwa sepanjang 2023 hingga Maret 2025, Komnas HAM telah menerima 134 pengaduan masyarakat terkait PHK dengan jumlah korban mencapai 8.786 orang pekerja,” ujar Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Atnike Nova Sigiro, dalam konferensi pers, di Kantor Komnas HAM, Kamis (5/6/2025).

Atnike menyebutkan, berdasarkan pengaduan dan pemantauan yang dilakukan, ditemukan 10 tipologi atau pengelompokan alasan di balik tindakan PHK oleh pemberi kerja.

Komisioner Pengkajian & Penelitian Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengungkapkan, salah satu pola PHK yang banyak terjadi adalah PHK tanpa didahului Surat Peringatan (SP).

“Pekerja tidak mendapatkan penjelasan secara perinci mengenai jenis tindakan atau kinerja yang menjadi kategori pelanggaran mendesak atau mencari keuntungan pribadi,” kata Uli.

Akibat dari PHK ini, banyak pekerja yang tidak menerima pesangon atau hak-hak lainnya.

Uli juga mengungkapkan bahwa PHK sering terjadi ketika pekerja sudah menerima upah di bawah standar.

Dalam situasi tersebut, perusahaan cenderung melakukan PHK secara sembarangan ketika tidak membutuhkan karyawan.

Lebih lanjut, Uli mengatakan, banyak pekerja menerima tawaran pekerjaan meskipun mengetahui bahwa upah yang ditawarkan di bawah standar.

Hal ini terjadi karena tekanan kondisi ekonomi yang memaksa mereka untuk menerima pekerjaan tersebut.

PHK juga sering kali terjadi pada karyawan yang tidak memiliki kontrak atau perjanjian kerja.

Ketiadaan kontrak membuat perusahaan dapat melakukan PHK secara verbal, sehingga karyawan kesulitan dalam memperjuangkan hak-hak mereka.

Berdasarkan pemantauan Komnas HAM, PHK banyak menyasar golongan tertentu, seperti anggota serikat pekerja.

Fenomena Union Busting menjadi salah satu indikasi dari PHK yang menyasar pengurus atau anggota serikat pekerja.

Pola-pola lain yang ditemukan menunjukkan bahwa karyawan rentan terhadap kekuasaan perusahaan.

Misalnya, pemindahan penugasan yang membuat karyawan sulit bertahan.

Sering kali, PHK dilakukan secara mendadak, sehingga karyawan tidak memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri.

Faktor efisiensi juga menjadi latar belakang PHK, terutama dalam kondisi ekonomi perusahaan yang tidak stabil.

Menanggapi maraknya PHK, Komnas HAM mendorong pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang mempertimbangkan aspek HAM.

Banyak kebijakan pemerintah yang berujung pada PHK massal, seperti kebijakan impor dan efisiensi anggaran, yang sering kali tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip hak asasi manusia secara matang.

“Misalnya, kebijakan terkait impor, efisiensi anggaran, peraturan ketenagakerjaan yang sering kali belum mempertimbangkan prinsip-prinsip hak asasi manusia secara matang sehingga terjadi lagi PHK, pelanggaran upah, atau berkurangnya kesejahteraan pekerjaan,” kata Atnike.

Komnas HAM menegaskan bahwa pemerintah wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi hak atas pekerjaan secara progresif.

“Komnas HAM juga mendorong digunakannya panduan PBB mengenai bisnis dan HAM baik oleh pemerintah maupun oleh sektor bisnis,” tambah Atnike.

Tag:  #komnas #terima #aduan #masyarakat #yang #kena #korban #capai #8786 #orang

KOMENTAR