Revisi UU TNI Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Apa Saja yang Dulu Jadi Sorotan?
Ilustrasi prajurit TNI.(kopasgat.tni-au.mil.id)
06:00
19 Februari 2025

Revisi UU TNI Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Apa Saja yang Dulu Jadi Sorotan?

- Pada Selasa (18/2/2025), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi menyetujui Revisi Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Adies Kadir.

"Kami meminta persetujuan rapat paripurna hari ini terhadap RUU tersebut diusulkan masuk pada program legislasi nasional prioritas tahun 2025, apakah dapat disetujui?" tanya Adies kepada seluruh peserta rapat.

Seluruh peserta rapat menyatakan setuju. Ketukan palu dari Adies Kadir pun meramaikan seisi ruang rapat paripurna.

Pengusulan RUU TNI ini didasarkan pada Surat Presiden (Surpres) Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025.

Pada kesempatan itu, rapat paripurna DPR juga menyepakati bahwa Komisi I DPR yang bakal ditugaskan membahas RUU TNI.

Adapun Revisi UU TNI telah menjadi topik perdebatan di kalangan publik dan berbagai elemen masyarakat.

Pembahasan RUU ini, sejatinya sudah bergulir di DPR periode 2019-2024. Namun, pembahasan belum juga selesai hingga periode kepemimpinan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) berakhir.

Beberapa poin utama dalam RUU TNI yang mendapat sorotan publik antara lain:

1. Penambahan usia pensiun prajurit TNI

Salah satu perubahan yang diusulkan dalam RUU ini adalah penambahan usia pensiun bagi prajurit TNI.

Usia pensiun yang sebelumnya ditetapkan pada 58 tahun untuk perwira dan 53 tahun untuk bintara dan tamtama, diusulkan untuk diperpanjang.

Pada draf RUU TNI yang diterima Kompas.com pada Mei 2024, Pasal 53 disebutkan usia pensiun bagi perwira diperpanjang dari semula 58 tahun ke 60 tahun.

"Usulan perpanjangan usia pensiun sudah melalui pembahasan dan analisis, disesuaikan dengan usia produktif masyarakat indonesia,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI saat itu, Mayjen Nugraha Gumilar melalui pesan tertulis pada 28 Mei 2024.

Alasan di balik usulan ini adalah untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman prajurit yang masih produktif, serta menyesuaikan dengan standar usia produktif yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS).

Kendati demikian, penambahan usia pensiun menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya penumpukan perwira tinggi non-job. Meski hingga kini tidak diketahui berapa jumlah perwira tinggi non-job tersebut.

2. Perluasan penempatan prajurit di lembaga sipil

RUU TNI juga disinyalir membuka pintu perluasan penempatan prajurit TNI aktif di berbagai kementerian dan lembaga sipil.

Pasal 47 UU TNI yang sebelumnya membatasi penempatan prajurit TNI aktif hanya pada sepuluh kementerian/lembaga, diusulkan untuk diperluas dengan menambahkan frasa "serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden".

Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat sipil. Sebab, dianggap berpotensi mengembalikan peran dwifungsi ABRI di masa lalu.

Kritik ini didasarkan pada kekhawatiran bahwa keterlibatan TNI dalam ranah sipil dapat mengancam supremasi sipil dan prinsip-prinsip demokrasi.

Namun, Adies Kadir selaku pimpinan DPR memastikan pembahasan RUU ini tidak akan memperluas penempatan prajurit aktif untuk menempati jabatan sipil.

"Enggak lah, enggak. Soal itu dwifungsi ABRI segala macam itu, enggak, enggak lah. Kita lihat lah nanti sama-sama,” ujar Adies di Gedung DPR RI, Selasa.

3. Keterlibatan TNI dalam aktivitas bisnis

Isu lain yang menjadi sorotan pada RUU TNI adalah wacana keterlibatan prajurit aktif dalam aktivitas bisnis.

Meskipun tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit, namun keterlibatan TNI dalam bisnis dikhawatirkan dapat mengganggu profesionalisme dan netralitas TNI sebagai institusi pertahanan negara.

"Rencana revisi mencabut larangan berbisnis dalam UU TNI adalah sesuatu yang berbahaya dalam pembangunan profesionalisme militer itu sendiri," kata pengamat militer, Al Araf saat dihubungi Kompas.com pada 15 Juli 2024.

Dia menyatakan, gagasan itu sangat tidak tepat dan menjadi langkah mundur bagi proses reformasi TNI.

Selain itu, pengalaman di masa lalu menunjukkan bahwa keterlibatan militer dalam bisnis dapat menimbulkan konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.

"Keterlibatan dalam bisnis bisa menghadirkan konflik kepentingan, di mana kebijakan, keputusan dan langkah TNI berpeluang dipengaruhi oleh kepentingan bisnis daripada kepentingan nasional," ujar pengamat militer, Khairul Fahmi kepada Kompas.com, Sabtu, 13 Juli 2024.

 

4. Resistensi dari mahasiswa

Revisi UU TNI juga mendapat penolakan dari kalangan mahasiswa yang tercermin dalam aksi demonstrasi, sebagai contoh pada Senin, 17 Februari 2025.

Mereka mengkhawatirkan bahwa perubahan yang diusulkan dengan memperbanyak prajurit TNI aktif mengisi jabatan-jabatan sipil, berpotensi mengancam demokrasi dan reformasi TNI yang telah berjalan sejak era reformasi.

Demonstrasi dan aksi protes telah dilakukan di berbagai daerah sebagai bentuk penolakan terhadap revisi ini.

Dalam tuntutannya, kalangan mahasiswa yang berdemonstrasi menolak RUU TNI, Polri, dan Kejaksaan sebab revisi ini berpotensi menguatkan impunitas para aparat juga militer dan memperlemah penguasaan terhadap aparat.

Jika tuntutan mahasiswa ini tidak dipenuhi, mereka menyatakan akan menggelar unjuk rasa kembali.

5. Proses legislasi dinilai terburu-buru

Dalam draf RUU TNI tahun sebelumnya, beberapa pihak menyoroti proses pembahasan yang dianggap terburu-buru.

Hal ini mengingat kompleksitas dan dampak signifikan dari perubahan yang diusulkan.

Contohnya, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah yang mengkritik jangka waktu pembahasan yang terkesan dipaksakan pada masa transisi menjelang akhir jabatan anggota DPR RI periode 2019-2024.

Muhammadiyah menekankan pentingnya pembahasan yang mendalam dan partisipatif, agar revisi UU TNI tidak menimbulkan polemik dan dapat diterima oleh semua pihak.

"Untuk itu, tidak perlu dilakukan secara terburu-buru, ada baiknya diserahkan kepada Anggota DPR-RI periode 2024-2029," ujar Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MHH) PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo dalam acara Webinar pada Rabu, 12 Juni 2024.

Editor: Nicholas Ryan Aditya

Tag:  #revisi #masuk #prolegnas #prioritas #2025 #saja #yang #dulu #jadi #sorotan

KOMENTAR