Bergelar Doktor dari UNS Solo, Sosok Hakim Djuyamto yang Putus Praperadilan Hasto Tak Diterima
PRAPERADILAN HASTO - Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan, Djuyamto di Jakarta Pusat, Jumat (4/10/2024). Berikut sosok hakim Djuyamto menyatakan, tidak menerima praperadilan Sekjen PDIP Hasto karena gugatan tersebut cacat formil. 
18:13
13 Februari 2025

Bergelar Doktor dari UNS Solo, Sosok Hakim Djuyamto yang Putus Praperadilan Hasto Tak Diterima

- Berikut sosok Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel), Djuyamto yang menjatuhkan putusan tidak menerima gugatan praperadilan yang diajukan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

Dikutip dari situs resmi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2025), Djuyamto tercatat aktif sebagai hakim di PN Jaksel dengan golongan/pangkat Pembina Utama Madya (IV/d).

Dalam kariernya, ia telah malang melintang bergelut di dalam dunia hukum tanah air.

Sementara itu, Djuyamto tercatat pernah menjadi Humas PN Jakarta Utara.

Selain itu, ia juga sempat menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Dompu, Nusa Tenggara Barat.

Tak sampai di situ, Djuyamto juga pernah bertugas di PN Kota Bekasi.

Saat ini, Djuyamto diketahui juga aktif menjadi Sekretaris Bidang Advokasi Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi).

Dalam menangani perkara, Djuyamto pun pernah memimpin persidangan kasus-kasus yang menjadi sorotan publik.

Dikutip dari Tribunnews.com, Djuyamto pernah menjadi hakim dalam perkara penyiraman air keras terhadap eks penyidik KPK, Novel Baswedan pada 2020.

Baca juga:  Kubu Hasto Sebut KPK Tidak Serius di Persidangan, Gampang Tetapkan Tersangka, Administrasinya Urakan

Saat itu, Djuyamto selaku pimpinan sidang menjatuhkan vonis 2 tahun dan 1 tahun 6 bulan pidana penjara terhadap terdakwa Rahmat kadir Mahulette dan Ronny Bugis.

Perkara lain yang pernah ditangani Djuyamto yakni kasus obstruction of justice pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J dengan terdakwa Brigjen Hendra Kurniawan Cs. 

Selain Hendra, AKBP Arif Rahman dan Kombes Agus Nurpatria juga disidang dalam perkara tersebut.

Dalam sidang itu yang menjadi ketua majelis hakim adalah Ahmad Suhel menjadi Ketua Majelis Hakim, sedangkan Djuyamto menjadi anggota majelis hakim bersama Hendra Yuristiawan.

Menilik harta kekayaannya, Djuyamto tercatat memiliki total harta kekayaan sebesar Rp2,9 miliar.

Hartanya itu terdaftar di dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK.

Djuyamto terakhir kali melaporkan hartanya di LHKPN KPK pada 30 januari 2024.

Harta terbanyaknya berasal dari tanah dan bangunan yang ia miliki senilai Rp2,4 miliar.

Kemudian disusul dari harta alat transportasi dan mesin sebesar Rp454 juta, kas sebesar Ro145 juta, harta bergerak lainnya senilai Rp96 juta, dan harta lain senilai Rp60 juta.

Djuyamto juga melaporkan di LHKPN KPK bahwa dirinya memiliki utang sebesar Rp250 juta.

Bergelar doktor dari Universitas Negeri Sebelas Maret Solo

Dalam karya ilmiah disertasi berjudul ‘Model Pengaturan Penetapan Tersangka oleh Hakim Pada Tindak Pidana Korupsi Berbasis Hukum Responsif’, Djuyamto mengusulkan agar majelis hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi jika dalam persidangan terbukti memiliki keterlibatan.

Disertasi itu dibuat guna mendapatkan gelar Doktor atau Strata 3 (S3) dari UNS Solo dan telah dipaparkan dalam sidang terbuka promosi di Aula Gedung 3 (Gedung Amiek Sumindriyatmi) UNS Solo, Jumat (31/1/2025).

Dalam salah satu poin disertasinya, Djuyamto mengatakan jika seseorang sudah ditetapkan oleh hakim sebagai tersangka melalui proses persidangan, tidak dapat mengajukan praperadilan.

"Dalam disertasi saya, untuk status tersangka oleh hakim menurut saya tidak boleh dilakukan praperadilan," ucap Djuyamto kepada Tribunnews, Senin (3/2/2025).

Sebab dijelaskan Djuyamto, dalam aturan hukum acara pidana yang berlaku saat ini, proses praperadilan dilakukan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan status tersangka seseorang yang disematkan oleh penyidik.

Menurut dia, proses praperadilan itu dilakukan hanya untuk menguji secara formil penetapan status seseorang tersebut.

"Sedangkan kalau alat bukti yang digunakan oleh hakim yang menjadi fakta di persidangan itu alat buktinya sudah dikaji baik dari sisi formil maupun materilnya, jadi tidak boleh lagi di praperadilan status tersangka yang ditetapkan oleh hakim," jelasnya.

Akan tetapi untuk memenuhi sisi hak asasi seseorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh hakim, dalam disertasinya itu Djuyamto menilai bahwa seseorang itu harus tetap dilindungi melalui aturan hukum acara.

Adapun salah satu perlindungan yang diberikan yakni kata Djuyamto, seseorang tersebut tidak bisa diadili atau di sidang oleh hakim yang pada saat itu telah menetapkan dirinya sebagai tersangka.

Hal itu menurut dia, agar menciptakan proses peradilan yang adil dan untuk menghindari adanya conflict of interest.

"Karena kan dia (hakim) yang menetapkan sebagai tersangka, jadi mau tidak mau harus terbukti. Itu sebagai perlindungan, perlindungan dia tidak dalam lembaga praperadilan tapi tidak boleh diadili oleh hakim yang sama," ujarnya.

Putusan praperadilan Hasto

Hasto sebelumnya mengajukan praperadilan penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan dalam perkara eks calon anggota legislatif dari PDIP, Harun Masiku, yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Hakim Djuyamto menyatakan, tidak menerima praperadilan Hasto karena gugatan tersebut cacat formil.

“Mengadili, mengabulkan eksepsi dari termohon, menyatakan permohonan pemohon kabur atau tidak jelas,” kata Hakim Djuyamto dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025). 

Dalam pertimbangannya, Djuyamto mengabulkan eksepsi yang diajukan oleh pihak KPK

Pasalnya, KPK keberatan dengan dalil gugatan kubu Hasto yang mengajukan keberatan atas dua surat perintah penyidikan.

Menurut hakim, seharusnya permohonan kubu Hasto diajukan dalam dua bentuk gugatan praperadilan. 

Dengan tidak diterimanya praperadilan ini, status tersangka Hasto oleh KPK sah. 

“Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak diterima,” kata Djuyamto.

Dalam gugatan ini, anggota tim kuasa hukum Hasto, Todung Mulya Lubis, menduga Sekjen PDI Perjuangan itu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dengan cacat prosedur. 

Salah satunya, dilakukan tanpa melalui proses penyelidikan. 

“Termohon secara nyata menetapkan pemohon sebagai tersangka tanpa melalui proses penyelidikan terlebih dahulu yang seharusnya dimulai dengan surat perintah untuk penyelidikan,” kata Todung dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (5/2/2025). 

Todung menyatakan, KPK tiba-tiba menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka sebagaimana yang tertuang dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) nomor B/722/DIK.00/23/12/2024 dan B/722/DIK.00/23/12/2024 tanggal 23 Desember 2024 atas nama Hasto Kristiyanto

Pengacara senior itu bilang, KPK seharusnya melaksanakan penyelidikan terlebih dahulu sebelum meningkatkan kasus yang tengah diusut ke tahap penyidikan. 

“Penetapan tersangka atas diri pemohon ini terkesan terburu-buru karena tidak menunggu perolehan bukti-bukti dari hasil penyidikan, khususnya melalui tindakan penyitaan dan pemeriksaan saksi-saksi lainnya dalam perkara yang melibatkan pemohon,” kata Todung. 

“Hal ini dikonfirmasi Asep Guntur selaku Direktur Penyidikan KPK dalam konferensi pers 24 Desember 2024 yang menyatakan, ‘diperlukan waktu untuk melakukan pemanggilan dan meminta keterangan kepada para saksi dan kami juga akan melakukan penyitaan-penyitaan’,” ucapnya. 

“Oleh karenanya, perbuatan termohon tersebut merupakan bentuk kesewenang-wenangan termohon dan bentuk ketidakpatuhan atau pembangkangan termohon kepada proses hukum acara pidana,” ujar Todung. 

Untuk diketahui, Hasto mengajukan gugatan praperadilan untuk menggugurkan statusnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi yang ditetapkan oleh KPK

KPK menduga Hasto turut menyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan demi meloloskan eks kader PDIP Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019-2024 lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). 

Hasto juga disangka merintangi penyidikan terhadap Harun Masiku yang masih berstatus buron sejak tahun 2020. (*)

Editor: Wahyu Aji

Tag:  #bergelar #doktor #dari #solo #sosok #hakim #djuyamto #yang #putus #praperadilan #hasto #diterima

KOMENTAR