Antisipasi Ancaman Terorisme Kimia di Indonesia, Pemerintah bersama UNODC Lakukan Uji Simulasi
SIMULASI ANCAMAN TERORISME - United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan dukungan dari Brimob Polri melakukan uji simulasi ancaman terorisme kimia yang dilakukan di Semarang, Senin (18/3/2024) lalu. 
10:25
12 Februari 2025

Antisipasi Ancaman Terorisme Kimia di Indonesia, Pemerintah bersama UNODC Lakukan Uji Simulasi

- Ancaman akan terorisme dengan menggunakan senjata kimia ini masih terus menghantui, tak terkecuali di Indonesia. Tentunya, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk mengajak masyarakatnya dari berbagai kalangan untuk mewaspadai adanya ancaman terorisme kimia tersebut. 

Sebelumnya pada tahun 1995, senyawa kimia beracun sarin digunakan di kereta bawah tanah Tokyo, Jepang, oleh anggota gerakan Aum Shinrikyo, yang menewaskan 15 orang dan melukai lebih dari 1.000 orang. 

Pada tahun 2011, setidaknya ada delapan insiden terorisme kimia yang telah terjadi di Indonesia. Kelompok-kelompok terorisme yang beroperasi secara internasional, termasuk Al-Qaeda dan Da’esh (yang dikenal sebagai ISIL) dan telah menggunakan senjata kimia di Irak dan Suriah. 

Umumnya, bahan kimia yang digunakan dalam ancaman terorisme ini kerap digunakan dalam industri resmi, seperti industri pertambangan, pertanian, hingga farmasi. Misalnya saja Klorin, bahan kimia yang biasa digunakan di fasilitas pengolahan air ini juga bisa menghasilkan senjata kimia. 

Tentunya hal ini menjadi sebuah ancaman yang sangat nyata di Indonesia. Maka dari itu, ancaman yang kompleks ini membutuhkan kerja sama yang kuat antara pemerintah dan sektor swasta tingkat nasional, regional, hingga internasional. 

Bersiap untuk menghadapi ancaman terorisme kimia 

Saat ini, Indonesia sedang menguji kemampuannya untuk menanggulangi terjadinya ancaman-ancaman terorisme kimia melalui beberapa simulasi-simulasi yang mempertemukan perwakilan dari lembaga pemerintah dan sektor swasta. 

Telah ada dua simulasi yang diselenggarakan oleh Kantor PBB untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan dukungan dari Brimob Polri, yang dilakukan di Semarang dalam beberapa bulan terakhir. 

Niki Esse de Lang, Koordinator Kontraterorisme Regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik mengatakan, “Serangan terorisme kimia itu begitu nyata. Untuk melawannya, kita membutuhkan respons yang solid dan terintegrasi dari semua aktor yang relevan.” 

Latihan simulasi serangan terorisme kimia berlangsung di dalam gerbong kereta api, di Semarang, Senin (18/3/2024) lalu. Pada hari yang tampak biasa itu, beberapa penumpang kereta mulai merasakan mual, beberapa penumpang juga mulai tidak bisa bernapas, lima orang mulai kehilangan kesadaran, dan satu orang mulai tidak merespons. 

Beberapa menit kemudian, sebuah mobil mini melintas di dekat gerbong kereta api, yang diikuti oleh sekelompok orang mengenakan pakaian oranye seperti astronot dan mulai mencari bom. Di luar kereta api, rupanya lebih banyak orang dengan peralatan pelindung telah tiba. 

Saat itu, tempat kejadian berubah menjadi sangat sibuk, sebagian orang mulai mendirikan area kontrol dan sebagian lagi mendirikan stasiun dekontaminasi, serta sebagian lagi memberikan bantuan medis. 

Disisi lain, beberapa orang membuka laptop taktis dan peralatan untuk mengukur udara dan permukaan yang berpotensi terkontaminasi. Sementara yang lainnya menggambar perimeter di lantai dengan warna merah, kuning, dan hijau, tergantung dengan tingkat kontaminasi yang terdeteksi. 

Sebuah mobil miniatur dengan sensor dan kamera berada di mana-mana, mengambil sampel dan membantu para ahli di luar perimeter untuk menentukan tingkat toksisitas. Para responden yang terlibat ini berasal dari berbagai unit dan lembaga, seperti polisi, anggota militer, kontraterorisme, penjinak bom, forensik, medis, pemadam kebakaran, dan keamanan infrastruktur publik. 

“Pelatihan ini diperlukan karena ancaman terorisme jenis ini semakin banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Jadi semua pemangku kepentingan, tidak hanya aparat keamanan harus mempersiapkan diri untuk mengantisipasi aksi terorisme semacam itu,” ujar Edi Suranta Sinulingga, Komandan Unit Kimia, Biologi, Radiologi dan Nuklir di bawah Brigade Mobil Gegana Kepolisian Republik Indonesia. 

Tentunya, setiap kementerian, lembaga atau badan memiliki prosedur atau cara yang berbeda untuk menanggapinya. Selama pelatihan simulasi berlangsung dan lokakarya, para ahli mempelajari dan berbagi mengenai mandat, kerangka kerja, konsep operasi, dan prosedur operasi standar, serta kapasitas teknis dan operasional yang dapat dimanfaatkan. 

Niels den Hollander, pakar pencegahan terorisme di UNODC menambahkan, “Tanggapan yang sangat terkoordinasi terhadap serangan yang begitu kompleks membutuhkan kolaborasi antar lembaga yang kuat. Sebab, satu entitas saja tidak dapat melakukan hal ini.” 

Salah satu responden dari Rumah Sakit Kariadi Semarang mengatakan, “Sebagai tenaga medis, pelatihan ini sangat berharga. Kami harus mematuhi protokol keselamatan yang ketat sebelum memasuki zona yang terkontaminasi untuk menolong para korban. Jika tidak, kita bisa menjadi korban dan apa yang terjadi jika tidak ada bantuan medis yang tersedia?” 

Sebelumnya pada musim panas tahun lalu, telah berlangsung simulasi yang sama di dalam pesawat. Simulasi ini melibatkan elemen yang lebih kompleks, seperti pelaku fiktif dengan masker gas yang membawa senjata, bahan berbahaya yang mencurigakan, sandera di bandara, dan ledakan yang menghasilkan asap di lapangan latihan. 

Sesi yang lebih khusus direncanakan dilakukan pada tahun 2024. Sesi ini berfokus pada manajemen tempat kejadian perkara bagi para responden pertama untuk memastikan bahwa mereka mengetahui cara mencatat dan mengumpulkan bukti dari tempat kejadian dengan benar, sehingga dapat diterima dalam proses. 

“Dengan menyatukan lembaga-lembaga ini di dalam sebuah latihan, kami memfasilitasi sebuah proses di mana para ahli merasa nyaman untuk melakukan kesalahan, belajar dari kesalahan tersebut, mengidentifikasi kesenjangan, dan mengembangkan program untuk memperbaikinya. Lagipula, jauh lebih mudah untuk menghadapi dan belajar dari kesalahan dalam sebuah latihan daripada di kehidupan nyata,” ungkap Dimas Andianto, Programme officer di UNODC. 

Artikel ini merupakan hasil kerja sama United Nations Indonesia dengan Tribunnews. Untuk informasi lengkap, kunjungi laman resmi UN Indonesia.

Editor: Content Writer

Tag:  #antisipasi #ancaman #terorisme #kimia #indonesia #pemerintah #bersama #unodc #lakukan #simulasi

KOMENTAR