Sidang Kasus Timah Terdakwa Kadis ESDM Babel, Hakim Ingatkan 9 Saksi Soal Dosa dan Hukuman Pidana
Pada persidangan untuk terdakwa Kepala dinas (Kadis) ESDM Provinsi Bangka Belitung, Amir Syahbana, Suranto Wibowo dan Plt Kepala Dinas ESDM Babel Rusbani.
Jaksa Penuntut Umum hadirkan 9 saksi di persidangan. Saksi-saksi tersebut mayoritas sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementrian ESDM Provinsi Bangka Belitung.
Di persidangan majelis hakim mengingatkan agar saksi-saksi berkata jujur. Tak hanya itu majelis hakim mengingatkan soal dosa hingga hukuman pidana.
“Saksi-saksi sudah disumpah artinya ketika memberikan keterangan nantinya sejujur-jujurnya dan apa adanya. Saksi itu hanya memberikan keterangan apa yang dilihat, didengar dan dialami sendiri,” kata majelis hakim di persidangan.
Majelis hakim melanjutkan, kalau saksi tahu bisa diterangkan. Kalau tidak tahu bilang tidak tahu.
“Jangan mengarang, jangan berbohong atau jangan sekali-kali dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar. Kalau itu dilakukan maka melanggar sumpah,” jelas majelis hakim.
Kemudian majelis hakim mengingatkan konsekuensi keterangan yang melanggar sumpah dari dosa hingga pidana.
“Konsekuensinya selain berdosa juga ada hukuman pidana. Dalam tindak pidana korupsi itu ancamannya itu 12 tahun dan denda Rp 600 juta,” tegas hakim.
Diketahui dalam perkara ini Suranto bersama dua Terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 (primair) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31/1999 (subsidair).
Para terdakwa eks Kadis ESDM Babel dalam perkara ini disebut-sebut lalai dalam pembinaan dan pengawasan terhadap para pemegang Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Akibatnya, perusahaan-perusahaan pemilik IUJP bebas membeli bijih timah hasil penambangan ilegal dan bahkan melakukan penambangan sendiri di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
"Sehingga perusahaan pemilik IUJP yang bermitra dengan PT Timah Tbk tersebut bebas membeli hasil penambangan bijih timah ilegal dan melakukan penambangan sendiri di wilayah IUP PT Timah Tbk. Padahal seharusnya pemilik IUJP hanya dapat melakukan usaha jasa penambangan kepada PT Timah Tbk," kata jaksa penuntut umum, dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).
Kronologi dan duduk perkara
Polemik kasus timah awalnya setelah Kejagung menetapkan lima orang tersangka yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015 s/d 2022.
Satu di antaranya adalah eks dirut PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang ditemukan, Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah meningkatkan status lima orang saksi menjadi tersangka, yakni sebagai berikut:
a. SG alias AW selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
b. MBG selaku pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
c. HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik tersangka TN alias AN)
d. MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk. tahun 2016 s/d 2021.
e. EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk. tahun 2017 s/d 2018.
Tersangka HT alias ASN merupakan pengembangan penyidikan dari Tersangka sebelumnya yang sudah dilakukan penahanan yakni Tersangka TN alias AN dan Tersangka AA.
Kemudian mengenai Tersangka SG alias AW dan Tersangka MBG, kedua tersangka ini memiliki perusahaan yang melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk pada tahun 2018 tentang sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Adapun perjanjian tersebut ditandatangani oleh Tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk.
Pada saat itu, Tersangka SG alias AW memerintahkan Tersangka MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menyuruh untuk menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk, yang seluruhnya dikendalikan oleh Tersangka MBG.
Bijih timah yang diproduksi oleh Tersangka MBG tersebut perolehannya berasal dari IUP PT Timah Tbk atas persetujuan dari PT Timah Tbk. Kemudian, baik bijih maupun logam timahnya dijual ke PT Timah Tbk.
Untuk mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).
Total biaya yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk terkait biaya pelogaman di PT SIP selama tahun 2019 s/d 2022 yaitu senilai Rp975.581.982.776. Sedangkan, total pembayaran bijih timah yakni senilai Rp1.729.090.391.448.
Untuk melegalkan kegiatan perusahaan-perusahaan boneka tersebut, PT Timah Tbk menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah, dimana keuntungan atas transaksi pembelian bijih timah tersebut dinikmati oleh Tersangka MBG dan Tersangka SG alias AW.
Selain membentuk perusahaan boneka, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW juga mengakomodir penambang-penambang timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk. Nantinya, mineral biji timah yang diperoleh dikirimkan ke smelter milik Tersangka SG alias AW.
Perbuatan para Tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dalam proses penghitungannya melebihi kerugian negara dari perkara korupsi lain seperti PT Asabri dan Duta Palma.
Tag: #sidang #kasus #timah #terdakwa #kadis #esdm #babel #hakim #ingatkan #saksi #soal #dosa #hukuman #pidana