



Respons TNI Perihal Revisi Tatib DPR
Revisi tersebut belakangan ini jadi polemik karena dinilai memberi kewenangan DPR bisa mengevaluasi semua pejabat negara yang ditetapkan dalam rapat paripurna.
Hasil revisi tersebut, juga dinilai membuka ruang bagi DPR untuk mengevaluasi secara berkala pejabat negara yang telah dipilih dengan rekomendasi pemberhentian.
Pejabat yang bisa dievaluasi, misalnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kemudian komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Kapolri, Panglima TNI.
Termasuk, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hakim Mahkamah Agung (MA) dan sebagainya.
Merespons hal tersebut, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto menegaskan TNI sebagai institusi negara selalu berpegang teguh pada prinsip profesionalisme serta tunduk dan patuh pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Panglima TNI, mekanismenya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, di mana proses tersebut melibatkan Presiden dan DPR sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," kata Hariyanto saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Kamis (6/2/2025).
"Kami memahami bahwa revisi Peraturan DPR ini masih dalam tahap pembahasan. Oleh karena itu, kami akan mempelajari lebih lanjut substansi perubahan yang diusulkan untuk memastikan kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, khususnya Undang-Undang," lanjutnya.
Ia juga menyatakan TNI selalu mendukung setiap kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan.
"Pada prinsipnya, TNI selalu mendukung setiap kebijakan yang bertujuan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan, selama hal tersebut sesuai dengan amanat konstitusi dan regulasi yang berlaku," pungkasnya.
Duduk Perkara
Diberitakan sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI disebut-sebut kini bisa mengevaluasi pejabat yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
Aturan itu tertuang dalam revisi perubahan peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) DPR yang disahkan di gedung parlemen Jakarta Selasa (4/2/2025).
Artinya, semua pejabat negara yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR bisa dievaluasi oleh DPR.
Misalnya pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Kapolri, Panglima TNI, Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hakim Mahkamah Agung (MA) dan sebagainya.
Hasil revisi tersebut, dinilai membuka ruang bagi DPR untuk mengevaluasi secara berkala pejabat negara yang telah dipilih dengan rekomendasi pemberhentian.
Mengutip Kompas.id, perubahan aturan tersebut dinilai sangat fatal dan merusak ketatanegaraan karena seharusnya Peraturan Tata Tertib DPR hanya bisa mengatur lingkup internal.
Namun ternyata usulan merevisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) datang dari Mahkamah Kehormatan DPR (MKD), Senin (3/2/2025).
MKD mengusulkan untuk dilakukan penambahan satu pasal dalam revisi Tatib DPR yakni Pasal 228A.
Dalam bunyinya pasal tersebut menjelaskan, dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
Hasil evaluasi itu bersifat mengikat dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Setelah merevisi kilat tatib tersebut, pimpinan DPR langsung menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menentukan pembahasan revisi Tatib DPR di Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Kemudian dalam tahapannya, pembahasan revisi Tatib DPR di Baleg selesai dengan waktu kurang dari 3 jam.
Perubahan tatib ini disetujui oleh seluruh fraksi partai politik dan telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa (4/2/2025) siang.
Dibantah DPR
Diberitakan sebelumnya Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Martin Manurung, membantah isu DPR bisa mencopot pejabat negara yang telah ditetapkan melalui paripurna DPR.
Martin mengatakan, DPR sifatnya hanya bisa memberikan rekomendasi agar pejabat negara yang ditetapkan melalui paripurna dievaluasi jika bermasalah.
"Ya enggak bisa (copot) dong. Tetapi DPR bisa menilai bahwa yang bersangkutan mislanya layak untuk ditinjau kembali gitu lho. Bukan berarti langsung kemudian DPR mencopot," kata Martin di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (6/2/2025).
Dia menjelaskan komisi terkait bisa memberikan rekomendasi kepada pimpinan DPR agar pejabat yang bersangkutan dievaluasi.
Setelahnya, pimpinan DPR menyampaikan kepada pemerintah.
"(Dari) komisi ke pimpinan DPR, memang internal, baru pimpinan DPR nanti menindaklanjuti kepada pemerintah. Jadi bukan DPR mencopot yang bersangkutan, enggak lah," ujar Martin.
Martin menegaskan semua pejabat negara yang telah ditetapkan melalui paripurna DPR masing-masing memiliki Undang-undang (UU).
"Nanti kan itu kan ada UU-nya masing-masing. Setiap pejabat yang fit and proper itu kan (ada) UU-nya. Kalau KPK ada UU-nya, MK ada UU-nya, apalagi tuh, KY ada UU-Nya. Nah yaitu kembali ke UU-nya. Makanya di Tatib itu dikatakan untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku," tegas dia.