Menelusuri Jejak 5 Kader PDIP Penggugat SK Perpanjangan Kepengurusan Megawati: Bakal Disanksi
Lima orang kader PDIP yang mengaku dijebak serta ditipu oknum pengacara untuk menggugat keabsahan SK perpanjangan kepengurusan DPP PDIP periode 2024-2025 kepimpinan Megawati Soekarnoputri (atas) dan kantor DPC PDI Perjuangan Jakarta Barat, di Semanan, Jakarta Barat (bawah). 
23:47
13 September 2024

Menelusuri Jejak 5 Kader PDIP Penggugat SK Perpanjangan Kepengurusan Megawati: Bakal Disanksi

Petinggi DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bergejolak setelah lima kadernya menggugat Surat Keputusan (SK) Menkumham Yasonna Laoly tentang perpanjangan kepengurusan
DPP PDIP periode 2024-2025 kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, karena melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.

Kalima orang penggugat itu yakni, Djupri, Jairi, Manto. Suwari, dan Sujoko. Sementara, pihak tergugat adalah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumam).

Pihak DPP PDIP menyebut ada pihak tertentu yang bermain di balik gugatan yang diajukan kelima kadernya itu.

Setelah ramai pemberitaan adanya gugatan tersebut, lima orang penggugat muncul dan menggelar konferensi pers di Cengkareng, Jakarta Barat, pada Rabu (11/9/2024) malam.

Kelima kader itu diwakili Juru Bicaranya Jairi, meminta maaf kepada Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan seluruh anggota PDIP se-Indonesia.

“Saya mewakili teman-teman saya, pertama-tama saya meminta maaf kepada Ketua Umum PDIP Ibu Hajjah Megawati Soekarnoputri, beserta seluruh keluarga besar PDIP seluruh Indonesia,” kata Jairi.

Jairi mengaku dirinya dan keempat rekannya tidak merasa mengajukan gugatan SK perpanjangan pengurus DPP PDIP kepemimpinan Megawati Soekarnoputri ke PTUN Jakarta.

Hal itu bisa terjadi lantaran mereka dijebak oleh seorang mengaku bernama Anggiat BM Manalu.

“Pada kesempatan malam ini, saya menyatakan atau mengklarifikasi bahwa kami merasa dijebak dengan adanya surat gugatan yang ditujukan kepada ketua umum kami, kami cuman hanya dimintakan tanda tangan di kertas kosong, setelah itu kami diberikan imbalan Rp300 ribu,” tambah Jairi.

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi di balik peristiwa ini?

Suasana di kantor DPC PDI Perjuangan Jakarta Barat, di Semanan, Jakarta Barat, pada Jumat (13/9/2024). Suasana di kantor DPC PDI Perjuangan Jakarta Barat, di Semanan, Jakarta Barat, pada Jumat (13/9/2024). (Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami)

(13/9/2024) pukul 09.30 WIB, Tribunnews mendatangi kantor DPC PDIP Jakarta Barat, yang menjadi pusat kader PDIP di Jakbar.

Namun, tampak tidak ada aktivitas di markas PDIP Jakbar tersebut.

Gedung itu cukup besar, bentuknya memanjang dan menjulang seperti bangunan gelanggang olahraga (GOR) yang dilihat secara horizontal dari jalan raya di kawasan Semanan, Kali Deres, Jakarta Barat, yang melintas di depannya.

Bangunan gedung menjorok ke bagian tengah lahan, sehingga halaman di depan gedung tersebut tampak luas jika difungsikan untuk parkir kendaraan.

Dinding gedungnya dominan warna putih paduan merah dan hitam khas PDI Perjuangan.

Mendekat ke pintu utama bangunan yang berjerjak dan berlambang banteng bermoncong putih ukuran sedang. Di balik sela-sela jerjaknya terlihat ada pintu lain, yang berbahan kaca bening, sehingga memungkinkan untuk melihat ke dalam bagian kantor partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut.

Tak ada satu pun orang yang terlihat, hanya ruangan, sekat-sekat antar ruangan, meja dan bangku kerja, serta piranti elektronik seperti komputer di atas meja.

Akui Kader PDIP dan Bakal Disanksi

Ketua DPC PDIP Jakarta Barat, Lauw Siegvrieda, mengakui bahwa Djupri, Jairi, Manto, Suwari, dan Sujoko merupakan kader non pengurus, di mana kelimanya memiliki kartu tanda anggota (KTA) PDI Perjuangan.

Wanita yang dipanggil Vrieda itu melanjutkan, lima orang kader PDIP tersebut kerap berkumpul di Tanggul Kali Mookevart, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat.

Tempat tersebut, menurut Vrieda, berada di dekat gedung kantor yang baru disewa oleh Anggiat BM Manalu, tepatnya hanya berbeda nomor rukun warga (RW). Ia tidak membenarkan bahwa Anggiat merupakan kader PDIP, menurutnya, ada beberapa gambar yang diterimanya memperlihatkan sosok Anggiat mengenakan pakaian berwarna kuning.

Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri usai memberikan pengarahan tertutup dalam rapat koordinasi dengan Badan Saksi Pusat Nasional (BSPN) dan Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (13/8/2024). Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri usai memberikan pengarahan tertutup dalam rapat koordinasi dengan Badan Saksi Pusat Nasional (BSPN) dan Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat (BBHAR) di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (13/8/2024). (Tribunnews.com/ Fransiskus Adhiyuda)

Ia melanjutkan, saat kelima kader PDIP tersebut berkumpul di Tanggul, Rawa Buaya, Jakarta Barat, ada seorang warga, bukan kader PDIP, yang mengajak kelima kader partai berlambang banteng itu untuk mengikuti aksi unjuk rasa bertemakan demokrasi dan akan diberi bayaran sebesar Rp300 ribu bagi mereka yang bersedia ikut demo.

"Ada orang, seseorang, mengimbau nih, menyuruhkan, mau enggak tuh ikut demo mengenai demokrasi 'Dikasih uang tuh Rp300 ribu'. Gitu," ungkap Vrieda, kepada Tribunnews.com, Jumat (13/9/2024).

Politisi PDIP itu kemudian mengatakan, kelima kader PDI Perjuangan itu lantas berminat untuk mengikuti aksi unjuk rasa itu dan langsung diantarkan seorang warga ke kantor Anggiat BM Manalu.

Berdasarkan konfirmasi Vrieda kepada kelima kader PDIP itu, diungkapkan bahwa mereka bertemu Anggiat mengenakan pakaian berwarna merah di kantornya. Selanjutnya, kelimanya menandatangai kertas kosong bermaterai dan langsung menerima uang yang dijanjikan, yakni masing-masing Rp300 ribu.

Pertanyaan demi pertanyaan sempat ditanyakan Vrieda kepada kelima kader itu. Katanya, ditemukan bahwa lima orang kader itu menganggap aksi unjuk rasa yang dinarasikan Anggiat itu merupakan kelanjutan dari demo di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu.

Pemikiran itu muncul karena tema yang dinarasikan pihak Anggiat adalah aksi unjuk rasa bertema 'demokrasi'.

"Saya sampaikan ke dia (kelima kader PDIP), kenapa sih kamu bisa ikut? 'Bu, kita pikir kemarin tuh ada demo yang di Senayan. Saya pikir itu mau melakukan lagi. Jadi bahasanya Pak Anggiat itu untuk demokrasi katanya. 'Jadi saya ikut', gitu," jelasnya.

Vrieda memastikan, kelima kader itu akan dijatuhi sanksi. Namun, skala sanksi yang diberikan masih akan didiskusikan bersama para pengurus DPC PDIP Jakarta Barat.

Namun, ia tidak menjelaskan jenis pelanggaran apa dalam AD/ART PDIP sehingga kelima kader itu layak diberikan sanksi.

"Nanti baru kami rapatkan. Ini kami masih sedang rapatkan. Ya, pasti kena sanksi, pasti. Pasti. Ya, pasti kan ada kesalahan yang memang disengaja maupun tidak disengaja kan pasti kita kenakan sanksi," ucapnya.

Berencana Geruduk Kantor Anggiat

Vrieda mengatakan, kelima kader PDIP itu telah mencabut gugatannya di PTUN Jakarta dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Namun, lanjut Vrieda, pihaknya punya hitung-hitungan sendiri untuk Anggiat BM Manalu. Pihaknya berencana menggeruduk kantor milik Anggiat untuk menanyakan langsung mengenai latar belakang pengajuan gugatannya yang dibalut manipulasi sekaligus mengungkap siapa pihak yang berada di belakang Anggiat dalam gerakan yang diduga ingin menggangu PDIP ini.

Ia menyayangkan dugaan penjebakan yang dilakukan terhadap kelima kader PDIP itu.

Menurut Vrieda, kelima kader PDIP itu berperilaku baik di masyarakat dan seorang di antaranya buta huruf.

"Ada yang itu yang satu lagi tuh namanya siapa tuh, namanya Manto, itu buta huruf, enggak bisa nulis, enggak bisa baca. Pak Manto hanya bisa tulis nama dan tanda tangan," tuturnya.

Editor: Acos Abdul Qodir

Tag:  #menelusuri #jejak #kader #pdip #penggugat #perpanjangan #kepengurusan #megawati #bakal #disanksi

KOMENTAR