Desak Penegak Hukum Proses Pidana Pagar Laut, Mahfud MD: HGB Adanya di Tanah, Bukan di Laut
Pakar hukum tata negara, Mahfud MD menyoroti soal pembongkaran pagar laut misterius yang berada di pesisir laug Tangerang, Banten. Mantan Menkopolhukam itu melihat, saat ini semua instansi terkait sektor kelautan sudah tidak ketakutan turun langsung ke laut, usai ada perintah dari Presiden Prabowo Subianto.
Namun menurut Mahfud MD, masih ada langkah yang belum dilakukan, yakni proses hukum terhadap siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.
Dia menekankan, kasus ini merupakan persoalan yang serius, lantaran sudah cukup jelas sebagai perampokan terhadap kekayaan negara.
“Tapi, satu yang belum dan itu sangat penting, yaitu sampai saat kita bicara ini, ini belum ada kejelasan proses hukum,” kata Mahfud dalam akun Youtubenua, Mahfud MD Official, dikutip Suara.com, Rabu (29/1/2025).
“Padahal, ini pelanggaran hukum luar biasa, perampokan terhadap kekayaan negara, perampokan terhadap sumber daya alam yang dilindungi Undang-Undang (UU),” sambungnya.
Mahfud menegaskan, jika laut tidak boleh dimiliki oleh pihak swasta. Baik bentuknya perusahaan maupun perorangan, dan hanya boleh dimiliki negara.
Sebabnya, Mahfud menyampaikan, dalam hukum yang berlaku di Indonesia tidak pernah ada hak guna laut atau HGB di laut, dan hak guna bangunan hanya ada di tanah.
Serifikat HGB, yang diterbitkan di atas lait tersebut sudah berupa kavling-kavling yang menandakan memang ada niat jahat.
Ia menduga, kavling tersebut nantinya ketika sudah penuh karena abrasi dan tampak menjadi daratan, bakal dibagi, diukur per meternya dan jadi reklamasi.
Sebabnya, Mahfud mendorong aparat penegak hukum, baik Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk segera mengambil tindakan untuk memproses hukum pidananya.
Mahfud yakin, jika kasus pagar laut ini sudah jelas hukum pidana karena sudah ada sertifikat yang dikeluarkan.
Dia menerangkan, keluarnya sertifikat di atas laut jadi bukti ada penipuan atau penggelapan karena laut tidak boleh disertifikatkan, sehingga polisi bisa langsung memproses.
Namun, Mahfud mengingatkan, dalam kasus ini diduga kuat ada kolusi, permainan dengan pejabat-pejabat terkait yang pasti melibatkan uang.
“Kenapa bermain dengan pejabat, karena bisa ke luar sertifikat resmi, bukan hanya satu, pasti itu kejahatan, kalau sudah kejahatan tinggal, kalau mau diambil aspek korupsinya karena pejabat diduga menerima suap, maka KPK, Kejaksaan Agung, dan Polri itu bisa melakukan tindakan,” jelas Mahfud.
Setiap penegak hukum, lanjut Mahfud, memiliki kewenangan untuk memproses dan siapa saja yang bertindak lebih dulu tidak dapat diganggu instansi-instansi yang lain.
Jadi, instansi apapun yang berinisiatif bertindak lebih dulu, instansi yang lain harus menahan diri sampai selesai.
“Semuanya berwenang, dan tidak usah berebutan, siapa yang sudah tahu lebih dulu atau mengambil langkah lebih dulu itu tidak boleh diganggu oleh dua institusi lain,” ujar dia.
Mahfud menilai, saat ini para penegak hukum masih terkesan takut untuk bertindak. Hal ini, lanjutnya, sangat menimbulkan kecurigaan bagi publik.
“Nah, ini saling takut kayaknya, saya heran nih aparat kita kok takut pada yang begitu-begitu, sehingga mencurigakan,” kata Mahfud.
Mahfud sadar dengan psikologi birokrasi yang ada di Indonesia. Selama inj bawahan itu selalu takut pada atasan dan bawahan kerap disalahkan jika bertindak tanpa arahan dari atasan.
Sebabnya, Mahfud mendiorong agar Prabowo selalu atasan tertinggi para penegak hukum bisa memberikan perintah ke semua instansi penehak hukum agar mengusut dugaan kejahatan ini.
“Kenapa tidak ada penjelasan bahwa ini sudah diselidiki oleh polisi, ini sudah disidik oleh Kejaksaan Agung, jangan sampai kasusnya hilang, nanti habis dibongkar, semuanya diam-diam karena sudah mendapatkan bagian atau saling melindungi, lalu kasus ini hilang, padahal ini kasus serius,” tandas Mahfud.
Tag: #desak #penegak #hukum #proses #pidana #pagar #laut #mahfud #adanya #tanah #bukan #laut