Kesehatan Mental Jadi Prioritas, Ini Alasan Gen Z Menolak Kerja Hustle Berlebihan
- Generasi Z, yang tumbuh di tengah arus digital dan perubahan sosial yang cepat, kini mulai mematahkan stigma budaya kerja hustle, gaya hidup yang selalu memprioritaskan pekerjaan secara profesional.
Jika sebelumnya kesuksesan diukur dari seberapa sibuk seseorang, Gen Z justru memilih jalan yang berbeda. Mereka mengutamakan stabilitas dan kesehatan mental, dibandingkan mengejar karier dengan tempo tinggi yang mengorbankan keseimbangan hidup.
Budaya hustle sering kali memuja kerja keras tanpa henti, di mana pekerjaan menjadi pusat kehidupan. Bagi gen z, mengejar pekerjaan jangka panjang dengan lingkungan kerja yang mendukung lebih menarik daripada sekadar memutar roda karier tanpa arah yang jelas.
Pandangan ini menggeser stigma lama, menempatkan kesejahteraan pribadi sebagai prioritas utama dalam dunia kerja modern. Mengapa demikian? Berikut tiga alasan utama yang mendasarinya, dikutip dari laman Guardian, Kamis (23/1).
Budaya Hustle Terbukti Tidak Berhasil
Selama bertahun-tahun, budaya hustle diartikan sebagai bekerja keras tanpa henti,berpindah-pindah pekerjaan, dan bersikap mampu beradaptasi dengan mudah dimana pun tempat bekerjanya. Kebiasaan ini dianggap akan membawa kesuksesan, kekayaan, serta keseimbangan hidup.
Meski begitu, realitasnya jauh berbeda, banyak pekerja yang malah menghadapi kondisi kerja yang tidak stabil hingga gaji rendah.
Belajar dari pengalaman orangtua mereka tersebut, generasi Z melihat bagaimana sistem ini memaksa individu menjadi bagian dari roda industri yang hanya mengutamakan keuntungan di atas segalanya.
Akibatnya, mereka memilih untuk berhenti dari pola hidup ini. Generasi Z kini lebih memilih bertahan di satu perusahaan yang menawarkan stabilitas dan kesempatan untuk tumbuh, dibandingkan terus mencari "pekerjaan impian" yang tidak pernah nyata.
Mengutamakan Keseimbangan Hidup dan Nilai Pribadi
Bagi generasi Z, pekerjaan bukan lagi sekadar alat untuk mendapatkan uang, tetapi juga sarana untuk menciptakan kehidupan yang bermakna. Mereka lebih menghargai keseimbangan hidup, kesehatan mental, dan hubungan yang berkualitas, baik di dalam maupun di luar kantor.
Nilai-nilai ini membuat mereka enggan terjebak dalam perlombaan tanpa akhir untuk mendapatkan gaji tertinggi dengan mengorbankan kesejahteraan pribadi. Fenomena ini juga mencerminkan perubahan budaya yang lebih luas.
Generasi Z lebih peduli pada tempat kerja yang menghargai mereka sebagai individu. Mereka ingin berkontribusi pada perusahaan yang selaras dengan nilai-nilai mereka, bukan hanya menjadi alat bagi perusahaan untuk mencapai target keuntungan.
Keahlian yang Baru Dihargai dalam Jangka Panjang
Generasi Z, yang tumbuh di era digital, memiliki kemampuan unik untuk memahami dan menavigasi dunia informasi yang kompleks. Mereka mahir dalam menghadapi disinformasi dan dinamika media sosial yang dapat memengaruhi bisnis secara instan. Namun, keahlian ini sering kali tidak terlihat dalam jangka pendek.
Dengan memilih untuk bertahan lebih lama di satu perusahaan, generasi Z memberikan waktu bagi perusahaan untuk mengenali dan menghargai kontribusi mereka secara mendalam. Stabilitas ini memungkinkan mereka mengembangkan keahlian kualitatif, seperti pemecahan masalah, kreativitas, dan kepemimpinan, yang sering kali membutuhkan waktu untuk berkembang.
Pilihan generasi Z untuk menolak budaya hustle dan memilih stabilitas bukan hanya tentang pekerjaan, melainkan juga tentang nilai-nilai yang mereka anut. Mereka menginginkan tempat kerja yang manusiawi, yang memberikan ruang untuk tumbuh tanpa mengorbankan kesejahteraan.
Tag: #kesehatan #mental #jadi #prioritas #alasan #menolak #kerja #hustle #berlebihan