3 Cara Ayah Mengatasi Konflik Emosional Anak Saat Memutuskan Poligami
Poligami seringkali menjadi keputusan besar yang tidak hanya memengaruhi pasangan suami istri, tetapi juga anak-anak.
Anak-anak kerap menghadapi tantangan emosional saat orang tua memutuskan poligami, yang berisiko berdampak pada psikologis mereka di masa depan.
Menurut Psikolog klinis dari Analisa Personality Development Center (APDC), Jeanita Deli Widjaja, M. Psi, orangtua khususnya ayah, harus menyiapkan diri untuk melihat dan mendengar respon anak.
"Apapun respons anak itu adalah reaksi mereka. Kita tidak bisa menjamin dia pasti akan marah atau sedih karena tiap anak berbeda," ujar Jeanita kepada Kompas.com, Rabu (22/1/2025).
Psikolog yang banyak menaungi permasalahan psikologis tentang anak, remaja, dewasa, dan lansia ini menyebut, sebagian besar anak dengan orangtua berpoligami mengalami adanya konflik emosional.
Meski begitu, orangtua punya peran untuk membantu meminimalisasi bentuk konflik emosional anak sehingga menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kalau tidak diperhatikan khawatir banyak kasus-kasus di masa dewasa mereka menjadi butuh pertolongan psikologis," ungkapnya.
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua untuk mengatasi konflik emosional anak saat memutuskan poligami menurut Jeanita:
1. Berikan waktu pada anak
Jeanita menyampaikan, orangtua harus memahami emosional anak. Sebab, poligami bukanlah keputusan yang mudah bagi mereka dan dapat memengaruhi tumbuh kembangnya.
2. Jaga komunikasi dengan anak
Menjaga komunikasi dengan anak menjadi faktor penting untuk membantu mengatasi konflik emosional mereka.
Hal ini bisa dilakukan setelah anak diberikan waktu untuk menerima keputusan ayahnya untuk berpoligami.
"Meski anak diberikan waktu berproses, tapi orangtua tetap komunikasikan usulan ini ke mereka. Berikan pengertian pada anak bahwa memang kondisi ini akan tidak sama seperti sebelumnya," ujar Jeanita.
3. Hadir di setiap momen spesial
Meski sudah memiliki keluarga baru namun ayah harus tetap memastikan kehadirannya di setiap momen spesial bersama keluarga lama.
Dengan demikian, anak merasa tidak kehilangan perhatian dari ayahnya
"Meski ada perubahan besar, anak tetap merasa disayangi dan dicintai. Setidaknya ini bisa meminimalisasi dampak psikologisnya," katanya.
3. Libatkan anak dalam setiap keputusan
Seringkali ayah melupakan bahwa poligami tidak hanya memerlukan restu dari istri, tetapi juga dari anak. Hal ini berkaitan dengan dampak psikologis anak di masa depan.
Menurut Jeanita, meskipun sudah memiliki keluarga baru namun anak tetap memerlukan sosok ayah. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar seorang ayah dan ibu bisa melibatkan anak dalam keputusan.
"Ketika ada pemikiran atau keputusan maka bertanya kepada anak itu cara yang bagus sebagai komunikasi antara orangtua dan anak," tandasnya.
Diketahui isu poligami saat ini sedang hangat dibicarakan setelah penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) Jakarta Nomor 2 Tahun 2025 tentang tata cara pemberian izin perkawinan dan perceraian bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Beberapa syarat di antaranya termasuk istri dianggap tidak bisa melakukan kewajibannya secara biologis karena adanya hambatan psikologis tertentu, istri mengalami sakit atau cacat sehingga tak bisa menjalankan kewajibannya, serta istri tidak memiliki keturunan dalam kurun waktu 10 tahun.
Selain itu, suami harus menjamin dapat berlaku adil terhadap para istri dan anak-anaknya, serta situasi tersebut tidak mengganggu tugas kedinasannya.
Tag: #cara #ayah #mengatasi #konflik #emosional #anak #saat #memutuskan #poligami