Orang yang Hanya Peduli dengan Penampilan dan Status Sosial Kerap Punya 7 Perilaku Halus Ini Menurut Psikologi, Apa Saja?
Ilustrasi perilaku yang hanya peduli pada penampilan dan status sosial menurut psikologi. (FReepik)
11:34
21 Januari 2025

Orang yang Hanya Peduli dengan Penampilan dan Status Sosial Kerap Punya 7 Perilaku Halus Ini Menurut Psikologi, Apa Saja?

Psikologi menjelaskan bahwa individu yang terlalu fokus pada penampilan dan status sosial sering menunjukkan perilaku tertentu yang terkesan halus namun mencerminkan prioritas mereka.

Ada beberapa perilaku khas yang kerap muncul yang mereka tunjukkan. Pola ini sering kali berakar pada kebutuhan akan pengakuan atau pencitraan di mata orang lain karena terlalu fokus pada penampilan dan status sosial.

Dilansir dari Hack Spirit pada Selasa (21/1), diterangkan bahwa terdapat tujuh perilaku orang yang hanya peduli dengan penampilan dan status sosial saja menurut Psikologi.

1. Penilaian berlebihan pada penampilan

Orang-orang yang terlalu mementingkan penampilan dan status sosial memiliki kebiasaan unik dalam memandang estetika diri dan orang lain. Mereka menghabiskan waktu yang tidak wajar hanya untuk bersiap-siap menghadiri acara-acara, bahkan untuk pertemuan yang sifatnya santai sekalipun.

Dalam berinteraksi, komentar mereka cenderung superfisial dan lebih sering membahas atribut fisik ketimbang kualitas pribadi seseorang. Perilaku ini kerap membuat orang di sekitar mereka merasa tidak nyaman karena takut dinilai semata-mata dari penampilan, bukan dari karakter atau kemampuan yang dimiliki.

2. Menghindari hubungan yang mendalam

Meski terlihat seperti kupu-kupu sosial yang aktif bergaul, sebenarnya mereka menjaga jarak emosional dari orang lain. Interaksi sosial yang mereka lakukan lebih banyak bersifat dangkal dan hanya bertujuan membangun citra diri.

Ketidakinginan mereka untuk membangun koneksi yang intim berakar dari kebutuhan untuk mempertahankan image sempurna yang sedang mereka bangun. Karena takut kekurangan mereka terekspos, akhirnya mereka hanya memiliki sedikit hubungan yang benar-benar bermakna.

3. Ketergantungan pada validasi eksternal

Kebahagiaan kelompok ini sangat bergantung pada seberapa banyak pujian dan pengakuan yang mereka terima dari orang lain. Mereka cenderung mengukur nilai diri berdasarkan kekaguman atau rasa iri yang ditunjukkan oleh lingkungan sekitarnya.

Perilaku ini berakar dari kebutuhan dasar manusia akan penerimaan dan rasa memiliki, namun pada level yang tidak sehat karena terlalu berlebihan. Mereka sering terlihat memamerkan kesuksesan dan daya tarik fisik mereka sebagai cara untuk mendapatkan lebih banyak kekaguman dan validasi.

4. Kesulitan mengekspresikan diri secara otentik

Tekanan untuk memenuhi standar dan ekspektasi tertentu membuat mereka kesulitan mengungkapkan perasaan atau pikiran yang sebenarnya. Mereka khawatir jika menunjukkan diri apa adanya akan merusak citra yang telah mereka bangun dengan hati-hati.

Minat dan preferensi asli mereka sering kali terpendam jika tidak sejalan dengan apa yang dianggap populer atau prestise tinggi. Meski begitu, penting untuk dipahami bahwa perilaku ini tidak serta merta membuat mereka menjadi pribadi yang dangkal, tapi lebih kepada dampak dari tekanan sosial dan keinginan manusiawi untuk diterima.

5. Perbandingan terus-menerus dengan orang lain

Di era media sosial ini, mereka mengambil kebiasaan membandingkan diri ke level yang lebih ekstrem. Setiap perjumpaan atau acara sosial menjadi ajang untuk mengukur diri dengan orang lain, baik dari segi penampilan fisik, kekayaan, maupun popularitas.

Mereka sering merasa tidak puas karena selalu ada saja orang yang memiliki lebih banyak atau terlihat lebih baik. Meski membandingkan diri adalah sifat alami manusia, fokus berlebihan pada perbandingan ini mencerminkan kekhawatiran mendalam akan penampilan dan status sosial.

6. Preferensi lingkaran sosial bergengsi

Menjadi bagian dari kelompok elit atau bergaul dengan orang-orang berpengaruh menjadi prioritas utama mereka hingga rela melakukan apa saja. Mereka sering menyebut-nyebut koneksi mereka dengan individu berstatus tinggi dan lebih mementingkan manfaat koneksi tersebut bagi citra mereka dibanding membangun hubungan yang tulus.

Perilaku ini didorong oleh keyakinan bahwa harga diri seseorang ditentukan oleh lingkaran pergaulannya. Tindakan menyelaraskan diri dengan orang-orang yang mereka anggap sukses atau populer adalah cara halus untuk menegaskan status sosial mereka sendiri.

7. Mengabaikan pengembangan diri

Ketika seseorang terlalu fokus pada penampilan, pertumbuhan pribadi sering terabaikan karena dianggap kurang mendesak dibanding validasi eksternal. Mereka cenderung menghindari kesempatan untuk belajar atau berkembang jika tidak memberikan manfaat langsung bagi peningkatan citra diri.

Kritik konstruktif dan introspeksi diri juga dihindari karena khawatir akan mengungkap kekurangan yang bertentangan dengan image yang ingin diproyeksikan. Mereka lebih memilih mengejar pengakuan instan dibanding melakukan perjalanan panjang pengembangan diri yang sebenarnya lebih berharga.

Editor: Setyo Adi Nugroho

Tag:  #orang #yang #hanya #peduli #dengan #penampilan #status #sosial #kerap #punya #perilaku #halus #menurut #psikologi #saja

KOMENTAR