Sejarah Tedhak Siten, Tradisi yang Masih Dilakukan Para Artis untuk Anaknya
Sejarah Tedhak Siten. [Kolase Youtube The Hermansyah A6 dan Ria Ricis Official]
14:36
10 Juli 2024

Sejarah Tedhak Siten, Tradisi yang Masih Dilakukan Para Artis untuk Anaknya

Sejumlah artis tanah air masih melakukan tradisi tedhak siten untuk anaknya yang sudah memasuki usia 7 bulan. Sebut saja seperti Nagita Slavina, Aurel Hermansyah dan Ria Ricis. 

Pasangan Raffi Ahmad-Nagita Slavina misalnya pernah menggelar proses adat tedhak siten di saat anak sulungnya Rafathar berusia 7 bulan. 

Begitu juga dengan pasangan Atta Halilintar-Aurel Hermansyah yang menggelar tradisi tedhak siten untuk anaknya, Ameena Hanna Nur Atta dan anak keduany Azura.

Ria Ricis juga pernah melakukan tradisi tedhak siten untuk anaknya, Moana. Lalu apa sebenarnya tedhak siten itu sendiri? Bagaimana sejarah tedhak siten? Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Ayu Ting Ting Ngaku Besarkan Anak Adiknya, Instagram Syifa Langsung Diserbu Warganet

1. Pengertian Tedhak Siten

Tedhak Siten berasal dari kata Tedhak berarti turun (menapakkan kaki) dan Siten atau Siti yang artinya tanah.

Karena itu Tedhak Siten bisa artikan sebagai tradisi menginjakkan atau menapakkan kaki ke tanah bagi seorang anak.

Dikutip dari website jogjakota.go.id, menurut Murniatmo, Tedhak Siten merupakan upacara pada saat anak turun tanah untuk pertama kali, atau disebut juga mudhun lemah atau unduhan.

Ini dilakukan karena masyarakat beranggapan bahwa tanah mempunyai kekuatan gaib. Upacara Tedhak Siten berlangsung saat anak berusia 7 lapan kalendar jawa atau 8 bulan kalender masehi.

Baca Juga: Usia Kepala Lima, Aura Yuni Shara saat Manggung Jadi Omongan: Nenek Lincah Menolak Tua

Dalam usia tersebut biasanya anak mulai memasuki masa belajar berjalan sehingga inilah momen awal anak mulai menapakkan kakinya ke tanah.

2. Sejarah Tedhak Siten

Di dalam jurnal penelitian IAIN Kudus berjudul "Tradisi Tedhak Siten dalam Perspektif Sosial dan Pendidikan Islam" disebutkan tradisi tedhak siten merupakan sebuah tradisi yang berasal dari masyarakat Jawa.

Tradisi Tedhak siten menurut budaya Jawa termasuk dalam adat kebiasaan yang telah ada sejak zaman Hindu dan Budha, Animisme dan dinamisme.

Di saat para wali songo melakukan dakwah di Jawa, para ulama ini tidak menghilangkan tradisi atau budaya tertentu yang sudah ada walaupun tradisi itu telah jauh dari syari’at Islam.

Para Wali Songo justru mentransfer nilai-nilai keIslaman ke dalam tradisi tersebut termasuk tradisi Tedhak Siten. Anak bayi yang sudah berumur tujuh bulan, dalam tradisi tedhak siten ada berbagai cara yang tidak diikuti, tapi yang paling penting yakni metode pelaksanaan yang mendasar dan sangat memberikan nilai
seperti shadaqah itulah yang harus dipersiapkan.

Hal tersebut dengan tujuan semoga melalui tradisi tedhak siten itu dapat membawa berkah, kesehatan, rezeki yang melimpah pada anak khususnya keluarga.

3. Rangkaian Tedhak Siten

Dikutip dari website jogjakota.go.id, ada beberapa rangkaian kegiatan yang perlu dilakukan saat prosesi tedhak siten, yakni:

  • Membersihkan kaki
    Dalam proses ini orang tua menggendong anaknya untuk dicuci bersih kakinya sebelum menginjakkan kaki anak ke tanah, kegiatan ini mempunyai makna bahwa si anak mulai menapaki tanah, yang berarti mulai menapaki kehidupan yang perlu dilakukan dengan suci hati.
  • Berjalan melewati tujuh jadah
    Dalam kegiatan ini anak dituntun untuk berjalan di atas jadah (sejenis kue dari beras ketan) sebanyak tujuh buah, dengan warna yang berbeda-beda. Ke Tujuh warna tersebut adalah merah, putih, hijau, kuning, biru, merah jambu, dan ungu. Tujuh dalam bahasa jawa disebut pitu, dengan harapan si anak kelak dalam mengatasi kesulitan hidup selalu mendapat pitulungan atau pertolongan dari Yang Maha Kuasa. Jadah dibuat beraneka warna, menggambarkan bahwa kesulitan dan rintangan hidup itu tak terhitung jenis dan ragamnya. Masing-masing warna memiliki makna tersendiri, yaitu:
    Merah artinya keberanian, dengan harapan sianak berani dalam melangkah dalam kehidupan.
    Warna kuning artinya kekuatan lahir dan batin yang wajib dimiliki oleh seseorang.
    Putih artinya kesucian.
    Merah jambu alias pink artinya cinta dan kasih saying baik kepada orangtua, kakak, eyang dll.
    Biru artinya ketenagan jiwa dalam melangkah dalam kehidupan.
    Hijau artinya lingkungan sekitar dan kesuburan.
    Ungu artinya kesempurnaan atau puncak.
    Dengan menapaki jadah 7 warna ini, diharapkan kelak si bayi mampu melewati tiap rintangan dalam hidupnya.
  • Tangga dari Tebu Wulung
    Dalam Prosesi ini anak diajak orang tua untuk menaiki 7 (Tujuh) tangga yang terbuat dari batang tebu. Tebu berasal dari kata antebing kalbu yang berarti penuh tekad dan rasa percaya diri. Ritual ini menggambarkan bahwa bayi akan menghadapi perjalanan hidupnya hari demi hari sampai pada puncaknya. Dalam kegiatan ini didampingi oleh orang tua si anak, hal ini menggambarkan dukungan keluarga untuk anak dalam menjalani hari-harinya ke depan. Ritual ini mempunyai harapan agar kelak si bayi tidak mudah menyerah dalam meraih cita-citanya.
  • Kurungan
    Dalam prosesi ini anak dimasukkan sangkar atau kurungan ayam. Di dalam kurungan, terdapat berbagai benda seperti perhiasan, buku tulis, beras, mainan, dan lain sebagainya. Kurungan ayam ini menggambarkan kehidupan nyata yang akan dimasuki oleh anak kelak jika dewasa. Benda yang ada di dalam kurungan nantinya akan diambil oleh anak menggambarkan profesi yang ingin dijalani kelak jika sudah dewasa.
  • Memandikan Anak
    Air yang digunakan merupakan air yang diambil oleh kedua orang tua dari si anak yang diambil pada waktu tertentu yakni pada malam hari sekitar pukul 10-12 malam yang kemudian didiamkan atau diembunkan sampai keesokan harinya terkena sinar matahari. Dalam proses ini, anak dimandikan oleh orang tuanya dengan air yang diberi bunga. Maknanya adalah agar kelak si bayi dapat mengharumkan keluarga dan dirinya. Maksudnya, supaya ia bisa jadi anak yang membanggakan. Setelah dimandikan, kemudian anak diberi pakaian.
  • Memberikan udhik-udhik
    Udhik-udhik, yaitu uang logam yang dicampur dengan bermacam-macam bunga. Dalam prosesi ini udhik-udhik disebar dan dibagikan kepada anak-anak dan orang dewasa yang hadir dalam acara tersebut. Harapannya kelak agar si anak jika dikarunia rezeki cukup dapat mendermakan rezekinya kepada fakir miskin.

Editor: Wakos Reza Gautama

Tag:  #sejarah #tedhak #siten #tradisi #yang #masih #dilakukan #para #artis #untuk #anaknya

KOMENTAR