Jika Anda Ingin Tetap Dekat dengan Anak Anda Saat Mereka Dewasa, Jangan Lakukan 8 Sikap Ini Menurut Psikologi
Ilustrasi orang tua yang tetap dekat dengan anak saat mereka dewasa. (Freepik)
09:44
25 Februari 2025

Jika Anda Ingin Tetap Dekat dengan Anak Anda Saat Mereka Dewasa, Jangan Lakukan 8 Sikap Ini Menurut Psikologi

 – Menjaga hubungan yang erat dengan anak saat mereka tumbuh dewasa bukanlah hal yang mudah.

Seiring bertambahnya usia, mereka mulai memiliki kehidupan, tanggung jawab, dan pemikiran sendiri yang mungkin berbeda dari orang tua.

Jika tidak berhati-hati, sikap yang awalnya dimaksudkan sebagai bentuk perhatian justru bisa membuat anak merasa terkekang atau tidak dihargai.

Banyak orang tua tanpa sadar melakukan hal-hal yang membuat anak semakin menjauh. Padahal, agar hubungan tetap harmonis, diperlukan keseimbangan antara kasih sayang dan penghormatan terhadap kemandirian anak.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengenali sikap-sikap yang bisa membuat hubungan dengan anak merenggang agar dapat menghindarinya.

Dilansir dari laman Personal Branding Blog pada Selasa (25/2), berikut merupakan 8 sikap yang harus dihindari agar tetap dekat dengan anak saat mereka dewasa.

1. Menganggap anak yang sudah dewasa seperti masih kecil

Ketika anak masih kecil, orang tua memiliki tanggung jawab penuh untuk mengasuh, mendidik, dan melindungi mereka. Namun, seiring bertambahnya usia, anak mulai membentuk identitas dan kehidupannya sendiri.

Sayangnya, ada sebagian orang tua yang tetap memperlakukan anak seperti milik pribadi, yang harus selalu diarahkan sesuai keinginan mereka.

Misalnya, terlalu ikut campur dalam memilih jurusan kuliah, pekerjaan, bahkan pasangan hidup anak. Jika orang tua terus memaksakan kehendak, anak bisa merasa tidak dihargai dan semakin menjauh.

Orang tua yang tetap memiliki hubungan dekat dengan anak mereka yang telah dewasa cenderung mengerti bahwa hubungan harus berkembang menjadi lebih setara.

Mereka tidak lagi mengontrol, tetapi berperan sebagai pendukung dan penasihat yang menghormati pilihan sang anak.

2. Terlalu sering mengkritik pilihan hidup anak

Anak yang sudah dewasa tetap ingin mendapatkan dukungan dan pengakuan dari orang tuanya. Namun, jika orang tua terus-menerus mengkritik pilihan anak, ini justru bisa membuat mereka merasa tidak cukup baik atau tidak dihargai.

Contohnya, mengomentari pilihan pekerjaan dengan berkata, "Kenapa kamu kerja di situ? Gajinya kecil dan nggak ada jenjang karier." atau meremehkan pasangan yang dipilih anak dengan komentar seperti, "Dia bukan orang yang tepat untukmu."

Kritikan yang berlebihan bisa membuat anak kehilangan rasa percaya diri dan enggan berbagi cerita dengan orang tua.

Daripada langsung menilai atau mengkritik, lebih baik bertanya dengan cara yang membuka ruang diskusi. Misalnya, "Apa yang kamu suka dari pekerjaan itu?" atau "Bagaimana kamu melihat masa depan hubungan kalian?"

Dengan begitu, anak akan merasa didengar dan tetap nyaman berbicara dengan orang tua.

3. Tidak memberikan dukungan emosional

Banyak orang tua berpikir bahwa setelah anak mandiri, mereka tidak lagi membutuhkan dukungan emosional.

Padahal, meskipun sudah bisa mengurus diri sendiri, anak tetap membutuhkan kasih sayang dan tempat untuk bersandar.

Orang tua yang hanya fokus pada aspek materi, seperti memastikan anak memiliki pekerjaan dan kehidupan yang stabil, sering kali lupa bahwa anak juga butuh dukungan moral dan emosional.

Hal sederhana seperti mengucapkan, "Ibu selalu mendukungmu." atau "Ayah bangga padamu." bisa membuat anak merasa lebih dihargai.

Jangan hanya menanyakan kabar anak dari sisi akademik atau karier, tetapi juga tanyakan bagaimana perasaan mereka, apakah ada hal yang membuat mereka bahagia atau justru merasa tertekan.

Anak yang merasa dicintai dan didukung secara emosional akan lebih nyaman mendekat dan berbagi cerita dengan orang tuanya.

4. Tidak menghormati batasan anak

Setiap hubungan yang sehat membutuhkan batasan, termasuk hubungan antara orang tua dan anak. Ketika anak masih kecil, orang tua yang menetapkan batasan, tetapi saat anak sudah dewasa, mereka juga berhak memiliki batasan yang harus dihormati.

Misalnya, orang tua yang datang ke rumah anak tanpa memberi tahu lebih dulu, sering menelepon berulang kali tanpa memperhatikan waktu, atau mengunggah foto-foto pribadi anak tanpa izin di media sosial.

Hal-hal seperti ini bisa membuat anak merasa tidak memiliki privasi dan akhirnya mulai menjaga jarak. Menghormati batasan anak bukan berarti kehilangan peran sebagai orang tua, tetapi justru memperkuat hubungan yang lebih sehat.

Ketika anak merasa orang tua memahami dan menghormati ruang pribadinya, mereka akan lebih terbuka dan tidak merasa perlu untuk menjauh.

5. Tidak menjaga komunikasi yang baik

Banyak orang tua berpikir bahwa jika anak tidak menghubungi, berarti semuanya baik-baik saja. Padahal, komunikasi yang jarang bisa membuat hubungan semakin renggang.

Orang tua yang hanya menghubungi saat ada keperluan, seperti menanyakan hal penting atau meminta bantuan, bisa membuat anak merasa bahwa hubungan mereka hanya sebatas kewajiban.

Sebaliknya, komunikasi yang baik adalah komunikasi yang rutin dan penuh perhatian. Jangan hanya bertanya, "Kamu baik-baik saja?" karena ini bisa dijawab dengan singkat.

Cobalah bertanya dengan lebih terbuka, seperti "Apa hal paling menyenangkan yang terjadi minggu ini?" atau "Bagaimana perasaanmu tentang proyek yang sedang kamu kerjakan?"

Dengan begitu, anak lebih terdorong untuk berbicara lebih dalam dan merasa bahwa orang tua benar-benar peduli.

6. Menghindari percakapan sulit

Beberapa orang tua merasa tidak nyaman membicarakan topik-topik sulit dengan anak, seperti masalah keuangan, kesehatan, atau konflik keluarga.

Mereka takut percakapan tersebut akan membuat hubungan menjadi tegang atau menciptakan perasaan tidak enak. Padahal, menghindari percakapan sulit bisa membuat anak merasa tidak mendapatkan kejelasan atau bahkan merasa tidak dianggap penting.

Sebaliknya, komunikasi yang jujur dan terbuka justru memperkuat hubungan. Jika ada hal yang perlu dibicarakan, sampaikan dengan cara yang penuh pengertian.

Misalnya, daripada berkata, "Kamu harus membantu biaya keluarga mulai sekarang." lebih baik mengatakan, "Ayah dan ibu sedang mengalami kesulitan finansial, apakah kita bisa mencari solusi bersama?"

Dengan begitu, anak tidak merasa dipaksa, tetapi lebih diajak untuk bekerja sama menghadapi masalah.

7. Tidak mau beradaptasi dengan teknologi dan tren baru

Di era digital seperti sekarang, banyak anak yang menghabiskan waktu mereka di dunia maya, baik untuk berkomunikasi, bekerja, atau sekadar mencari hiburan.

Sayangnya, banyak orang tua yang enggan belajar tentang teknologi dan tren baru, sehingga kesenjangan komunikasi antara generasi semakin besar.

Misalnya, orang tua yang masih mengandalkan telepon dan SMS mungkin merasa frustrasi karena anak lebih sering berkomunikasi lewat aplikasi seperti WhatsApp atau media sosial.

Jika orang tua mau sedikit berusaha memahami cara kerja teknologi yang digunakan anak, ini bisa membantu mempererat hubungan.

8. Tidak mengembangkan diri sendiri

Ketika anak masih kecil, banyak orang tua yang mengorbankan waktu dan tenaga mereka untuk membesarkan anak. Namun, setelah anak mulai mandiri, beberapa orang tua justru merasa kehilangan tujuan hidup.

Mereka bisa menjadi terlalu bergantung secara emosional pada anak, mengharapkan anak selalu ada untuk mereka, atau bahkan ikut campur dalam kehidupan anak untuk mengisi kekosongan.

Hal ini bisa membuat anak merasa terbebani. Orang tua yang tetap memiliki hobi, komunitas, atau aktivitas sendiri cenderung lebih bahagia dan tidak merasa kesepian saat anak mulai sibuk dengan kehidupannya.

Dengan begitu, hubungan dengan anak tetap bisa terjalin dengan sehat tanpa ada perasaan keterpaksaan.

Editor: Bayu Putra

Tag:  #jika #anda #ingin #tetap #dekat #dengan #anak #anda #saat #mereka #dewasa #jangan #lakukan #sikap #menurut #psikologi

KOMENTAR