



Hindari 8 Frasa Ini Agar Kamu Nampak Cerdas Saat Percakapan Menurut Psikologi, Seni Komunikasi Itu Penting!
Komunikasi yang efektif tidak hanya soal berbicara, tetapi juga memilih kata-kata yang mencerminkan kecerdasan dan pemahaman.
Menurut psikologi, ada frasa tertentu yang sebaiknya dihindari karena dapat memberikan kesan kurang percaya diri, dangkal atau tak nampak cerdas dalam percakapan.
Dengan mengganti frasa ini dengan ungkapan yang lebih terstruktur dan bermakna, kamu dapat meningkatkan persepsi orang lain terhadap kecerdasanmu.
Seni berkomunikasi bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga bagaimana membuat lawan bicara ertarik pada pembicaraanmu.
Dilansir dari geediting.com pada Minggu (23/2), diterangkan bahwa terdapat delapan frasa yang harus dihindari agar seseorang nampak cerdas dalam sebuah percakapan menurut Psikologi.
- Berhenti mengatakan “saya bukan pakar ilmuwan”
Kebiasaan merendahkan diri dengan ungkapan seperti “saya bukan pakar ilmuwan, tapi...” justru dapat merusak kredibilitas kamu di mata orang lain.
Ketika kamu memulai kalimat dengan frasa tersebut, secara tidak langsung kamu telah menempatkan diri sebagai seseorang yang tidak kompeten dan meragukan kemampuan dirimu sendiri.
Hal ini dapat membuat orang lain juga ikut meragukan pendapat yang akan kamu sampaikan.
Lebih baik tampil percaya diri dengan pengetahuan yang kamu miliki dan mengkomunikasikan pemikiran secara jelas dan tegas.
- Hindari menggunakan “jujur saja”
Ungkapan “jujur saja” sering digunakan untuk menekankan ketulusan dalam berbicara, namun efeknya justru bisa kontraproduktif. Ketika kamu mengawali kalimat dengan frasa ini, secara tidak sadar kamu membuat pendengar mempertanyakan kejujuran pernyataan-pernyataanmu sebelumnya.
Dalam percakapan normal, kejujuran sudah menjadi hal yang lumrah dan diharapkan. Dengan menegaskan kejujuran secara eksplisit, kamu justru bisa menimbulkan keraguan pada integritas kamu sebagai pembicara.
- Jangan memulai dengan “terus terang”
Mirip seperti ungkapan “jujur saja”, kata “terus terang” juga berpotensi mengurangi kredibilitas pembicara. Penggunaan frasa ini seringkali membuat pernyataan sebelumnya terkesan tidak sepenuhnya jujur atau transparan.
Selain itu, ungkapan tersebut bisa membuat kamu terdengar defensif atau seperti terlalu keras berusaha membuktikan suatu hal. Lebih baik langsung menyampaikan pesan tanpa embel-embel yang justru bisa mengurangi bobot pernyataan kamu.
- Tinggalkan kebiasaan berkata “cuma bilang saja”
Penggunaan frasa “cuma bilang saja” di akhir kalimat seringkali muncul setelah menyampaikan pernyataan yang kontroversial atau kritis. Ungkapan ini seperti menjadi jalan keluar linguistik, sebuah upaya untuk memperlunak dampak dari apa yang baru saja dikatakan.
Namun, alih-alih memperlunak, frasa ini justru menunjukkan ketidakyakinan pada perkataan sendiri dan memberi kesan bahwa kamu siap menarik kembali pernyataan begitu ada yang tidak setuju. Dalam diskusi intelektual, kepercayaan diri terhadap ide-ide yang disampaikan sangatlah penting.
- Menghindari penggunaan “saya kira”
Memulai kalimat dengan “saya kira” secara tidak langsung melemahkan pernyataan yang ingin disampaikan. Frasa ini menunjukkan keraguan atau kurangnya keyakinan terhadap pemikiran sendiri.
Jika kita tidak percaya pada kata-kata atau ide kita sendiri, bagaimana mungkin kita mengharapkan orang lain untuk mempercayainya? Untuk terdengar lebih cerdas dan tegas, kita perlu menyampaikan kepercayaan diri dalam setiap kata yang diucapkan.
- Buang kebiasaan berkata “ya begitulah”
Penggunaan frasa “ya begitulah” sering muncul sebagai bentuk penerimaan terhadap situasi yang tidak bisa diubah. Namun, ungkapan ini juga bisa mengindikasikan sikap pasrah dan ketidakmauan untuk mengeksplorasi solusi atau perspektif alternatif.
Dalam konteks tertentu, ungkapan ini bisa terkesan meremehkan atau tidak berminat, yang tentu bukan kesan yang ingin ditimbulkan jika kamu ingin terdengar cerdas. Lebih baik memberikan tanggapan yang menunjukkan pemikiran mendalam atau upaya mencari solusi.
- Hindari penggunaan kata “terserah”
Kata “terserah” sering digunakan sebagai bentuk penolakan kasual, namun dampaknya bisa sangat signifikan terhadap citra kecerdasan seseorang. Penggunaan kata ini seringkali dipandang tidak sopan atau acuh, menunjukkan kurangnya minat atau sikap dismissif terhadap percakapan atau sudut pandang orang lain.
Jika ingin menolak suatu pendapat, ada banyak cara yang lebih sopan dan cerdas, misalnya dengan mengatakan “Saya mengerti sudut pandang Anda, tetapi saya memiliki pendapat berbeda karena...”
- Berhenti mengatakan “akan saya coba”
Frasa “akan saya coba” meskipun terdengar tidak berbahaya, sebenarnya mengimplikasikan kemungkinan kegagalan. Ungkapan ini secara halus mengkomunikasikan kurangnya komitmen atau kepercayaan diri terhadap kemampuan menyelesaikan tugas.
Bayangkan jika seorang dokter bedah mengatakan “akan saya coba melakukan yang terbaik dalam operasi Anda” dibandingkan dengan “saya akan melakukan yang terbaik dalam operasi Anda”. Perbedaannya mungkin halus tetapi sangat signifikan dalam hal bagaimana orang lain memandang kecerdasan dan kompetensi kamu.
Tag: #hindari #frasa #agar #kamu #nampak #cerdas #saat #percakapan #menurut #psikologi #seni #komunikasi #penting