Orang yang Hangat dengan Teman tapi Dingin dengan Keluarga Biasanya Punya 7 Pengalaman Masa Kecil Ini
Orang yang Hangat dengan Teman tapi Dingin dengan Keluarga Biasanya Punya 7 Pengalaman Masa Kecil Ini (Pexels)
13:38
21 Februari 2025

Orang yang Hangat dengan Teman tapi Dingin dengan Keluarga Biasanya Punya 7 Pengalaman Masa Kecil Ini

- Beberapa orang bersikap hangat, murah hati, dan terbuka dengan teman-temannya. Namun mereka justru bersikap jauh, dingin, atau bahkan kasar dengan keluarganya.

Sekilas, hal ini mungkin tampak membingungkan. Bukankah orang-orang yang membesarkan kita seharusnya menerima kebaikan yang sama seperti yang kita tunjukkan kepada orang-orang yang kita pilih untuk hadir dalam hidup kita?

Tapi kalau kamu salah satu dari mereka yang orang yang hangat dengan teman tapi bersikap dingin dengan keluarga, ada kemungkinan besar bahwa pola asuh yang kamu alami waktu kecil berperan dalam hal ini.

Dilansir dari laman Geediting.com pada Kamis (20/2) berikut adalah beberapa pengalaman masa kecil yang sering dialami oleh orang-orang dengan pola hubungan seperti ini.

1. Mereka Tumbuh dalam Keluarga yang Mengabaikan Emosi

Mungkin sejak kecil mereka sering disuruh untuk "berhenti menangis" saat sedang sedih atau malah dianggap lemah jika menunjukkan kerentanan. Seiring waktu, mereka belajar bahwa mengungkapkan perasaan di rumah bukanlah pilihan yang aman.

Sebaliknya, dengan teman-teman, mereka menemukan ruang untuk mengekspresikan diri. Ada validasi, ada empati, dan ada dukungan emosional, sesuatu yang dulu tidak mereka dapatkan di rumah. Maka, tanpa sadar mereka lebih nyaman terbuka kepada teman dibanding keluarganya sendiri.

2. Mereka Merasa Harus Mendapatkan Kasih Sayang dari Keluarganya

Ada keluarga yang memberikan kasih sayang tanpa syarat, tapi ada juga yang membuat anak merasa bahwa cinta harus diperoleh, bukan diberikan dengan cuma-cuma. Jika mereka tidak memenuhi standar tertentu, kehangatan itu hilang. Ini membuat mereka percaya bahwa cinta itu sesuatu yang harus diperjuangkan.

Tapi dengan teman-teman? Mereka diterima apa adanya, tanpa syarat. Itu sebabnya mereka lebih mudah bersikap lembut dan penuh perhatian kepada teman, sementara dengan keluarga, mereka lebih menjaga jarak.

3. Mereka Adalah Pengasuh Emosional dalam Keluarga

Beberapa anak tumbuh dengan orang tua yang mendukung dan menghibur mereka. Yang lain? Malah harus menjadi tempat curhat orang tuanya.

Mungkin mereka terbiasa menenangkan amarah orang tua, menengahi konflik keluarga, atau menjadi tumpuan emosi bagi anggota keluarga yang lebih tua. Alih-alih mendapatkan perlindungan, mereka justru bertanggung jawab atas kesejahteraan emosional orang lain.

Karena itu, mereka belajar bahwa keluarga adalah tempat di mana mereka memberi, bukan menerima. Wajar jika mereka tidak merasa aman untuk terbuka di rumah, tetapi sebaliknya, mencari kehangatan dalam persahabatan.

4. Mereka Dibandingkan dengan Saudara Kandung atau Anak Lain

Jika sejak kecil mereka sering dibandingkan dengan saudara atau anak lain, pesan yang mereka terima adalah: siapa diri mereka saja tidak cukup. Mereka harus lebih pintar, lebih patuh, lebih sukses—selalu lebih. Seiring waktu, perasaan ini menumbuhkan rasa kurang dihargai di rumah.

Sementara dengan teman-teman, mereka bisa menjadi diri sendiri tanpa tekanan atau persaingan. Itu sebabnya mereka cenderung lebih terbuka dengan sahabat, sementara dengan keluarga, ada rasa canggung atau bahkan frustrasi yang tersisa.

5. Mereka Tumbuh dengan Berjalan di Atas Kulit Telur

Rumah bukan tempat yang nyaman jika suasananya selalu tidak menentu. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini belajar untuk selalu membaca situasi, karena kesalahan sekecil apa pun bisa memicu kemarahan orang tua.

Psikolog menyebut kondisi ini sebagai hiperwaspada, suatu kondisi ketika otak terus-menerus waspada terhadap ancaman. Mereka terbiasa memindai ekspresi wajah, nada suara, atau bahkan perubahan kecil dalam atmosfer rumah.

Akibatnya? Mereka sulit merasa nyaman di rumah dan selalu berjaga-jaga. Tapi dengan teman-teman? Tidak ada ketakutan seperti itu, tidak ada ancaman yang perlu diwaspadai.

6. Mereka Tidak Pernah Merasa Didengarkan oleh Keluarganya

Mungkin perasaan mereka sering diremehkan dengan kalimat seperti "Kamu bereaksi berlebihan." atau "Jangan lebay." Akhirnya, mereka belajar untuk diam karena merasa suaranya tidak ada gunanya.

Tapi ketika mereka bertemu dengan teman-teman yang benar-benar mendengarkan dan peduli, itu terasa seperti dunia yang berbeda. Tidak heran jika mereka lebih memilih untuk mencurahkan energi emosionalnya di sana, bukan di rumah.

7. Mereka Tidak Pernah Diperlihatkan Seperti Apa Cinta yang Sehat

Bagi sebagian orang, cinta adalah pelukan, kata-kata penyemangat, atau perhatian yang tulus. Tapi bagi mereka yang tumbuh dalam keluarga dengan pola asuh dingin, cinta bisa berarti aturan ketat, perlakuan diam, atau kasih sayang yang diberikan dan ditarik kembali tergantung pada perilaku mereka.

Kalau cinta terasa transaksional atau tidak bisa diandalkan, sulit untuk memahami bagaimana cara memberikannya dengan tulus.

Pada akhirnya, mereka yang tumbuh dengan pola ini cenderung menjaga jarak dengan keluarga, karena kedekatan sering dikaitkan dengan rasa sakit. Namun, dengan teman-teman, mereka bisa merasakan cinta yang berbeda. Itulah sebabnya mereka orang yang hangat dengan teman tetapi memilih untuk bersikap dingin dengan keluarga.

Jadi, jika kamu merasa lebih nyaman bersikap hangat dengan teman tapi menjaga jarak dengan keluarga, itu bukan karena kamu orang yang jahat. Mungkin pengalaman masa kecil dan pola asuh yang kamu terima membentuk caramu berinteraksi dengan orang lain.

Editor: Setyo Adi Nugroho

Tag:  #orang #yang #hangat #dengan #teman #tapi #dingin #dengan #keluarga #biasanya #punya #pengalaman #masa #kecil

KOMENTAR