![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![7 Perilaku Orang yang Menggunakan Logo Centang Biru di Media Sosial Hanya untuk Simbol Status: Apa Saja?](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/17/jawapos/7-perilaku-orang-yang-menggunakan-logo-centang-biru-di-media-sosial-hanya-untuk-simbol-status-apa-saja-1316728.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
7 Perilaku Orang yang Menggunakan Logo Centang Biru di Media Sosial Hanya untuk Simbol Status: Apa Saja?
- Kini media sosial sangatlah akrab dengan kehidupan kita, mulai dari kegiatan sehari-hari, serta perasaan dan pikiran sendiri di tuangkan dalam bentuk tulisan atau video.
Media sosial juga membuat kita merasa ingin diperhatikan, diikuti banyak orang, bahkan pujian atas prestasi. Hal itulah yang membuat kebanyakan orang sangat menginginkan logo centang biru di akun media sosialnya.
Dilansir dari laman Small Biz Technology pada Senin (17/02) inilah 7 perilaku orang yang menggunakan logo centang biru di media sosial hanya untuk simbol status:
1. Mendambakan validasi eksternal
Bagi sebagian orang, centang biru hanyalah alat, tapi bagi yang lain adalah bukti nilai mereka. Psikolog telah lama mempelajari kebutuhan manusia akan validasi, dan media sosial hanya memperkuatnya.
Orang-orang ini sering mencari persetujuan dari orang lain untuk mengkonfirmasi nilai mereka. Alih-alih berfokus pada pencapaian dunia nyata atau pertumbuhan internal, mereka menggunakan centang biru sebagai jalan pintas untuk membuktikan status sosial mereka.
Jadi, ketika harga diri terikat pada sesuatu yang tidak stabil seperti algoritma atau kebijakan platform sosial, itu dapat menyebabkan ketidakamanan dan siklus tanpa akhir yang membutuhkan lebih banyak pengakuan.
2. Menyamakan status online dengan dunia nyata
Seluruh identitas mereka tampak terbungkus dalam centang biru itu, seolah-olah itu saja membuktikan kesuksesan mereka. Psikolog Carl Rogers pernah berkata, “Kehidupan yang baik adalah sebuah proses, bukan keadaan keberadaan. Ini adalah sebuah arah, bukan sebuah tujuan.”
Tetapi bagi sebagian orang, verifikasi media sosial terasa seperti tujuan dan bukti bahwa mereka telah "berhasil." Masalahnya adalah kesuksesan nyata tidak ditentukan oleh lencana atau ukuran para pengikut, tapi ini tentang dampak, keterampilan, dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
3. Mengaitkan harga diri dengan pengakuan digital
Bagi orang-orang yang menggunakan centang biru sebagai simbol status, ini tentang harga diri. Garis antara siapa mereka dan bagaimana mereka dirasakan secara online mulai hilang, dan itu bisa berbahaya.
Banyak orang yang mengejar status online benar-benar hanya mencoba mengisi kekosongan internal. Inilah kebenaran yang sulit, tidak ada jumlah persetujuan digital yang dapat memperbaiki sesuatu yang rusak di dalamnya.
4. Mereka mencari kekuatan melalui persepsi
Itu bukan hanya lencana untuk, tapi itu adalah pengaruh. Sehingga akan terlihat lebih layak mendapat perhatian, serta dalam kata-kata mereka, "masalah yang lebih besar daripada yang disadari kebanyakan orang."
Ini tidak biasa karena beberapa orang menggunakan centang biru sebagai cara untuk menciptakan ilusi kekuatan. Mereka berasumsi bahwa verifikasi sama dengan otoritas, bahwa itu menempatkan mereka di atas yang lain dalam beberapa hierarki tidak terlihat.
Seperti yang pernah dikatakan Carl Jung, "Setiap bentuk kecanduan itu buruk, tidak peduli apakah narkotikanya adalah alkohol, morfin atau idealisme." Padahal bagi sebagian orang, centang biru menjadi persis seperti kecanduan pada gagasan untuk menjadi penting.
5. Mereka lebih tidak aman daripada yang terlihat
Kebutuhan untuk terus-menerus mengingatkan orang lain tentang validasi media sosial, sehingga menunjukkan ketakutan lebih dalam "Bagaimana jika tidak benar-benar sepenting yang orang pikirkan?"
Mereka menutupi kerentanan dengan simbol status, berharap tidak ada yang akan memperhatikan retakan di bawahnya. Ironisnya, orang-orang yang benar-benar percaya diri, berprestasi, dan dihormati jarang merasa perlu untuk menunjukkan statusnya hanya dengan centang biru.
6. Mereka membingungkan perhatian dengan rasa hormat
Ada perbedaan besar antara diperhatikan dan dihormati, tetapi beberapa orang tidak melihatnya seperti itu. Bagi mereka, centang biru berarti telah berhasil mencuri perhatian para pengikutnya di media sosial.
Tapi pada faktanya, terus-menerus mencari perhatian dapat menjadi bumerang, membuat orang tampak putus asa daripada berpengaruh. William James, bapak psikologi Amerika, mengatakannya dengan baik: "Prinsip terdalam pada sifat manusia adalah keinginan untuk dihargai."
7. Mereka takut menjadi tidak relevan
Tanpa centang biru itu, mereka merasa tidak terlihat, seperti takut kehilangan tempat dalam hierarki digital. Pada akarnya, ini bukan hanya tentang status, tapi tentang rasa takut menjadi tidak relevan.
Ketakutan ini dapat membuat mereka terobsesi untuk mempertahankan kehadiran online, bahkan dengan mengorbankan kesejahteraan mental. Bagi sebagian orang, status media sosial adalah gangguan dari cara untuk menghadapi pertanyaan yang lebih besar tentang tujuan dan harga diri.
Mengutip dari laman Telkom University pada Senin (17/02) oleh karena itu, pentingnya ada penerimaan diri yang positif agarmemahami dan menghargai dirinya tanpa harus bergantung pada validasi dari media sosial, yang sering kali dipenuhi dengan standarisasi tidak realistis.
Kita juga perlu menyadari bahwa kehidupan media sosial hanya sekian detik cerita dari keseluruhan dan dipoles seindah mungkin. Jadi jika terus-menerus mengincar centang biru hanya untuk simbol status, maka kamu akan lelah dan membuang-buang energi.
Tag: #perilaku #orang #yang #menggunakan #logo #centang #biru #media #sosial #hanya #untuk #simbol #status #saja