Orang yang Berlagak Bak Orang Kaya tapi Sebenarnya Hidup Pas-pasan Biasanya Punya 10 Perilaku Ini Kata Psikologi
Ilustrasi perilaku orang yang berlagak bak orang kaya tapi sebenarnya hidup pas-pasan menurut psikologi. (Freepik/ senivpetro)
10:58
16 Februari 2025

Orang yang Berlagak Bak Orang Kaya tapi Sebenarnya Hidup Pas-pasan Biasanya Punya 10 Perilaku Ini Kata Psikologi

 

 Citra sering kali lebih penting daripada kenyataan. Banyak orang berlomba-lomba menampilkan gaya hidup mewah bak orang kaya, meski kondisi finansial mereka sebenarnya jauh dari kata stabil bahkan pas-pasan.

Fenomena ini dikenal sebagai fake rich, di mana seseorang berusaha terlihat seperti orang kaya dengan berbagai cara, mulai dari memakai barang branded, sering memamerkan gaya hidup glamor, hingga berutang demi menjaga citra sosial.

Menurut psikologi, perilaku ini bisa didorong oleh berbagai faktor, seperti kebutuhan akan validasi sosial, tekanan untuk terlihat sukses, atau bahkan ketakutan akan dipandang rendah oleh lingkungan sekitar.

Dilansir dari geediting.com pada Minggu (16/2), diterangkan bahwa terdapat sepuluh perilaku orang yang berlagak bak orang kaya tapi sebenarnya hidup pas-pasan menurut psikologi.

  1. Lebih mengutamakan penampilan daripada kekayaan nyata

Banyak orang terjebak dalam pola pikir yang memprioritaskan tampilan luar dibandingkan membangun fondasi finansial yang kokoh. Mereka rela menghabiskan uang untuk barang-barang bermerek, mobil mewah, dan gadget terbaru hanya demi mempertahankan citra sukses di mata orang lain.

Sementara aspek penting seperti menabung, berinvestasi, atau melunasi hutang justru terabaikan karena obsesi mereka terhadap penampilan. Di balik gaya hidup glamor tersebut, sebenarnya mereka hidup dari gaji ke gaji dan tenggelam dalam tumpukan tagihan.

  1. Pesta besar meski keuangan terbatas

Fenomena mengadakan perayaan berlebihan saat momen spesial sangat umum ditemui pada orang-orang yang sebenarnya kesulitan finansial. Mereka nekat menggelar pesta ulang tahun mewah, merayakan liburan secara besar-besaran, atau menyelenggarakan acara dengan dekorasi mahal meski tahu hal tersebut akan membebani keuangan mereka.

Setelah pesta usai, mereka harus berjuang membayar sewa atau bahkan membeli kebutuhan pokok menggunakan kartu kredit. Namun ketakutan dicap “tidak mampu” membuat mereka tetap memaksakan diri menghamburkan uang yang sebenarnya tidak mereka miliki.

  1. Menyewa mobil mewah ketimbang membeli

Pilihan menyewa mobil mewah menjadi jalan pintas bagi mereka yang ingin terlihat kaya namun sebenarnya tak mampu membeli. Skema leasing memang menawarkan cicilan lebih rendah dibanding pembelian langsung, tetapi pada akhirnya menjadi jebakan finansial karena mereka akan selalu terbebani pembayaran tanpa pernah memiliki aset.

Meski demikian, bagi orang-orang yang hidup dari gaji ke gaji namun terobsesi tampil mewah, godaan untuk mengendarai mobil mewah mengalahkan pertimbangan jangka panjang. Akhirnya mereka terjebak dalam siklus pembayaran sewa yang tak berkesudahan.

  1. Selalu ganti ponsel terbaru

Prioritas memiliki smartphone keluaran terkini menjadi ciri khas lain dari mereka yang terobsesi terlihat kaya. Meski ponsel lama masih berfungsi dengan baik, mereka tetap memaksakan diri upgrade ke model terbaru dengan skema cicilan melalui operator seluler.

Kebiasaan ini menambah beban bulanan pada anggaran yang sudah ketat, menciptakan siklus hutang berkelanjutan hanya demi mempertahankan citra status sosial. Bagi kelompok ini, kepemilikan gadget terkini bukan soal kebutuhan, melainkan pembuktian status.

  1. Liburan mewah dengan kartu kredit

Mereka yang terobsesi terlihat kaya kerap mengabadikan momen liburan di resort mewah dan destinasi eksotis untuk dipamerkan di media sosial. Semua pengeluaran mulai dari tiket pesawat, hotel, hingga makan di restoran mahal dibebankan ke kartu kredit tanpa perhitungan matang.

Pola pikir “urusan bayar belakangan” membuat mereka nekat berwisata tanpa tabungan yang memadai. Akibatnya, kebahagiaan liburan hanya sesaat karena sepulangnya mereka harus berjuang melunasi tagihan selama berbulan-bulan.

  1. Memberikan hadiah mahal untuk pengakuan

Perilaku memberi hadiah mewah seringkali menjadi cara mereka mencari validasi dan pengakuan. Demi dipandang sebagai sosok yang sukses dan dermawan, mereka rela membeli tas branded, perhiasan, atau gadget terbaru untuk keluarga dan teman meski sebenarnya tidak mampu.

Ketakutan terbesar mereka adalah jika hadiah sederhana membuat orang lain memandang rendah. Padahal kenyataannya, hubungan yang tulus tidak dibangun dari harga barang, dan kekayaan sejati tidak diukur dari kemampuan memberi hadiah mahal.

  1. Menghindari diskusi soal keuangan

Mereka akan melakukan apa saja untuk menutupi kesulitan finansial yang dialami. Tetap pergi ke restoran mahal, berbelanja barang bermerek, dan berpura-pura semua baik-baik saja meski rekening bank menunjukkan sebaliknya.

Jika topik tentang uang mencuat dalam percakapan, mereka dengan cepat mengalihkan pembicaraan atau menganggapnya lelucon. Harga diri yang terlalu tinggi membuat mereka menolak mengakui masalah keuangan, karena hal itu dianggap sama dengan mengakui kegagalan.

  1. Berebut bayar tagihan bersama

Meski sedang kesulitan finansial, mereka selalu berinisiatif membayari makanan atau minuman saat berkumpul dengan teman-teman. Gestur ini dimaksudkan untuk memproyeksikan image sebagai orang yang dermawan, sukses, dan mapan secara finansial.

Namun di balik kemurahan hati tersebut, sebenarnya mereka menggunakan kartu kredit atau bahkan mengorbankan kebutuhan pokok hanya demi menjaga persepsi orang lain. Bagi mereka, terlihat mampu di hadapan teman jauh lebih penting dibanding memiliki stabilitas keuangan yang sesungguhnya.

  1. Tempat tinggal di atas kemampuan

Pilihan apartemen mewah di kawasan trendi atau rumah besar di area elit sering menjadi prioritas meski sangat membebani keuangan. Alih-alih memilih hunian yang sesuai budget, mereka rela hidup pas-pasan demi membayar cicilan atau sewa mahal hanya untuk gengsi.

Kebutuhan penting seperti dana darurat, asuransi kesehatan, atau pelunasan hutang dikesampingkan demi mempertahankan alamat prestisius. Tampak sukses dari luar, padahal di balik pintu tertutup mereka berjuang keras menanti gajian berikutnya.

  1. Kesuksesan diukur dari pandangan orang

Definisi kekayaan bagi mereka bukan soal keamanan finansial, melainkan semata-mata persepsi publik. Tenggelam dalam hutang tidak masalah, asalkan dunia luar menganggap mereka sukses dan berkecukupan.

Obsesi mengejar simbol status bukan didorong kebahagiaan pribadi, tapi ketakutan dianggap miskin oleh lingkungan sosial. Selama orang percaya mereka kaya, mereka merasa menang - meski kenyataannya terjebak dalam siklus kerapuhan finansial demi mempertahankan ilusi.

 

***

 

Editor: Novia Tri Astuti

Tag:  #orang #yang #berlagak #orang #kaya #tapi #sebenarnya #hidup #pasan #biasanya #punya #perilaku #kata #psikologi

KOMENTAR