7 Kepribadian Orang yang Sering Terlibat Debat Politik Panas di Media Sosial Menurut Psikologi, Salah Satunya Ngotot
ILUSTRASI: Seseorang yang berdebat di media sosial. (Freepik/freepik)
20:10
12 Februari 2025

7 Kepribadian Orang yang Sering Terlibat Debat Politik Panas di Media Sosial Menurut Psikologi, Salah Satunya Ngotot

- Debat politik di media sosial itu ibarat api unggun, yaitu mudah tersulut dan bisa membesar dengan cepat. Tapi faktanya, selalu ada orang-orang yang tampaknya selalu siap berargumen, terutama dengan orang asing yang mereka temui di kolom komentar.   Kalau diperhatikan, psikologi mengungkap bahwa mereka sering menunjukkan pola perilaku yang sama. Mulai dari ngotot ingin menang hingga enggan mengakui kesalahan.    Dikutip dari News Reports, Rabu (12/2), berikut adalah kebiasaan yang sering terlihat pada mereka yang hobi berdebat politik secara online.  

  1. Debat Bukan untuk Memahami, tapi untuk Menang   Bagi sebagian orang, debat adalah ajang bertukar ide. Namun, bagi mereka yang sering terlibat dalam debat politik sengit di media sosial, tujuannya lain.    Mereka bukan memahami sudut pandang lain, melainkan membuktikan diri mereka yang paling benar.   Mereka jarang mau mendengar atau mempertimbangkan pendapat lawan bicara. Fokusnya hanya satu: mencari cara agar argumen mereka menang.    Hasilnya, diskusi yang seharusnya produktif malah berubah jadi ajang saling serang di media sosial tanpa tujuan.   2. Ngotot dan Ogah Mundur   Pernah lihat seseorang yang tetap berdebat meskipun argumennya sudah tidak masuk akal? Beginilah biasanya mereka yang suka debat politik di media sosial.   Orang-orang ini sering menolak mengalah, meskipun sudah diberikan fakta dan bukti yang jelas.   Pasalnya, dalam dunia debat politik online, mengakui kekalahan dianggap sebagai kelemahan. Akibatnya, perdebatan bisa berlangsung berjam-jam—bahkan berhari-hari—tanpa ada pihak yang benar-benar menang.   3. Semakin Panas, Semakin Bersemangat  

  Debat politik di media sosial sering kali lebih dipicu oleh emosi daripada logika. Semakin kontroversial suatu topik, semakin besar kemungkinan orang-orang akan ikut berkomentar—dan semakin memanas pula perdebatan.   Faktanya, algoritma media sosial pun mendukung konten yang membangkitkan reaksi emosional. Postingan yang memicu kemarahan atau perdebatan akan lebih banyak dibagikan dan dikomentari, membuatnya semakin viral.   Orang yang sering terlibat dalam debat semacam ini biasanya tidak menyadari bahwa mereka terjebak dalam lingkaran emosional yang membuat mereka sulit berhenti.   4. Langsung Berpikir Buruk Tentang Lawan Debat   Kalau bicara langsung, kita biasanya masih memberi lawan bicara kesempatan untuk menjelaskan maksudnya. Tapi di media sosial? Tidak selalu begitu.   Banyak orang dalam debat politik online langsung menganggap lawan bicaranya sebagai "musuh" hanya karena memiliki pandangan berbeda. Setiap argumen dianggap sebagai serangan, bukan sudut pandang lain yang bisa dipertimbangkan.   Akibatnya, diskusi pun berubah jadi perang komentar yang penuh dengan asumsi buruk dan serangan pribadi.   5. Tidak Bisa Berhenti Sebelum Dapat "Kata Terakhir"   Pernah melihat seseorang yang terus membalas komentar meskipun lawannya sudah berhenti berdebat? Bagi sebagian orang, meninggalkan debat tanpa "kata terakhir" terasa seperti kekalahan.   Mereka akan terus mencari celah untuk membalas, memutar ulang argumen yang sama dengan cara berbeda, dan berharap lawannya akhirnya menyerah.   Padahal, dalam debat politik online, hampir tidak mungkin mengubah keyakinan seseorang hanya dengan satu komentar panjang.   6. Lebih Sibuk Mencari Balasan Daripada Mendengarkan  

  Dalam percakapan normal, orang mendengar dulu sebelum merespons. Tapi dalam debat online, banyak orang sudah sibuk menyusun balasan bahkan sebelum lawan bicara selesai menyampaikan pendapatnya.   Mereka hanya membaca sepintas, mencari kelemahan dalam argumen lawan, lalu menyerang balik tanpa benar-benar memahami isi pembicaraan.   Ini sebabnya banyak debat politik online terasa buntu—karena kedua belah pihak lebih sibuk menyerang daripada berusaha memahami.   7. Jarang Mengubah Pendapatnya   Banyak orang berpikir bahwa tujuan debat adalah untuk mencari kebenaran atau memperluas wawasan. Kenyataannya,  mebanyakan orang sudah memiliki keyakinan yang kuat sebelum debat dimulai, dan sangat jarang ada yang berubah pikiran.   Bahkan ketika diberikan bukti yang bertentangan dengan keyakinannya, mereka cenderung mencari alasan untuk tetap mempertahankan pendapatnya.   Dalam psikologi, ini dikenal sebagai backfire effect—semakin seseorang dipaksa menghadapi bukti yang berlawanan, semakin kuat mereka mempertahankan keyakinan awalnya.   Jadi, dalam banyak kasus, debat politik online bukan tentang mencari kebenaran, melainkan sekadar mempertahankan ego dan membuktikan diri.   Kesimpulan: Debat Politik Online Jarang Soal Persuasi  

  Banyak orang berpikir bahwa debat politik di media sosial bisa mengubah cara pandang seseorang. Tapi kenyataannya, perdebatan semacam ini lebih sering menjadi ajang pembuktian diri daripada upaya saling memahami.   Faktor seperti ego, emosi, dan keinginan untuk "menang" lebih sering mendominasi daripada niat untuk berdiskusi secara terbuka.   Jadi, kalau suatu hari Anda merasa ingin terlibat dalam debat panas di media sosial, mungkin ada baiknya bertanya: apakah ini benar-benar akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat? Atau hanya akan menjadi pertarungan ego yang tidak ada ujungnya?  

Editor: Bintang Pradewo

Tag:  #kepribadian #orang #yang #sering #terlibat #debat #politik #panas #media #sosial #menurut #psikologi #salah #satunya #ngotot

KOMENTAR