![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/view.png)
![Psikologi Sosial: 7 Frasa Tidak Peka yang Diucapkan Orang yang Tidak Memiliki Kecerdasan Emosional Tanpa Menyadarinya](https://jakarta365.net/uploads/2025/02/12/jawapos/psikologi-sosial-7-frasa-tidak-peka-yang-diucapkan-orang-yang-tidak-memiliki-kecerdasan-emosional-tanpa-menyadarinya-1230231.jpg)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/clock-d.png)
![](https://jakarta365.net/public/assets/img/icon/calendar-d.png)
Psikologi Sosial: 7 Frasa Tidak Peka yang Diucapkan Orang yang Tidak Memiliki Kecerdasan Emosional Tanpa Menyadarinya
- Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali mendengar atau bahkan tanpa sadar mengucapkan frasa yang bisa melukai perasaan orang lain.
Padahal, kecerdasan emosional bukan hanya tentang memahami perasaan sendiri, tetapi juga tentang bagaimana kata-kata kita berdampak pada orang lain.
Orang dengan kecerdasan emosional rendah sering kali tidak menyadari bahwa cara mereka berbicara bisa terkesan meremehkan, menyakitkan, atau bahkan membuat orang lain semakin kesal.
Dalam psikologi sosial, hal ini berkaitan dengan kurangnya empati atau kemampuan untuk memahami dan menghargai perspektif serta perasaan orang lain.
Dilansir dari laman Geediting.com pada Rabu (12/2) berikut adalah tujuh frasa tidak peka yang sering diucapkan tanpa disadari oleh orang yang kurang empati.
1. "Tenanglah"
Jika seseorang sedang marah, kesal, atau cemas, menyuruh mereka untuk "tenang" hampir tidak pernah berhasil. Faktanya, frasa ini sering kali memiliki efek sebaliknya, yakni membuat orang tersebut semakin frustrasi.
Ketika seseorang sedang dalam kondisi emosional yang kuat, mereka butuh validasi atas perasaannya, bukan perintah untuk menekan atau mengabaikannya. Alih-alih terdengar membantu, ucapan ini justru bisa dianggap sebagai bentuk meremehkan situasi mereka.
2. "Itu bukan masalah besar"
Frasa ini biasanya diucapkan dengan maksud menenangkan atau memberikan perspektif lain. Namun, dalam praktiknya, ini bisa terdengar seperti meremehkan perasaan seseorang.
Apa yang dianggap sepele bagi satu orang belum tentu sama bagi orang lain. Dalam psikologi sosial, kita memahami bahwa pengalaman emosional itu subjektif yang artinya, setiap orang memiliki cara berbeda dalam merespons suatu situasi. Jadi, ketika seseorang membagikan keluh kesahnya, mereka lebih membutuhkan pengakuan dan empati daripada sekadar penilaian bahwa masalah mereka "tidak seberapa."
3. "Kamu selalu…" atau "Kamu tidak pernah…"
Frasa ini sering muncul saat terjadi konflik. Masalahnya, kata-kata seperti "selalu" dan "tidak pernah" adalah bentuk generalisasi yang cenderung membuat seseorang bersikap defensif. Misalnya, jika Anda berkata, "Kamu tidak pernah mendengarkan aku," otak lawan bicara Anda secara otomatis akan mencari contoh saat mereka memang pernah mendengarkan.
Akibatnya, bukannya memahami perasaan Anda, mereka justru sibuk membuktikan bahwa Anda salah. Orang dengan kecerdasan emosional rendah cenderung menggunakan pola komunikasi ini tanpa menyadari bahwa itu membuat percakapan menjadi buntu.
4. "Saya hanya jujur"
Kejujuran memang penting, tetapi tanpa kebijaksanaan, itu bisa menjadi senjata yang menyakitkan. Frasa ini sering digunakan sebagai pembenaran setelah seseorang mengatakan sesuatu yang blak-blakan atau menyakitkan.
Misalnya, setelah memberikan kritik yang kasar, mereka mungkin menambahkan, "Saya hanya jujur," seolah-olah kejujuran adalah alasan yang cukup untuk tidak mempertimbangkan perasaan orang lain. Padahal, orang dengan kecerdasan emosional tinggi tahu bahwa cara penyampaian sama pentingnya dengan isi pesan.
5. "Itulah diri saya"
Ketika seseorang mengkritik atau menunjukkan dampak negatif dari ucapan kita, respons "Itulah diri saya" bisa terdengar seperti menolak tanggung jawab. Dalam psikologi sosial, ini mencerminkan pola pikir yang kaku dan kurangnya kesadaran diri.
Kenyataannya, kecerdasan emosional bukan tentang mempertahankan kebiasaan buruk, melainkan tentang belajar, beradaptasi, dan meningkatkan cara kita berkomunikasi. Seseorang yang peduli dengan hubungan sosialnya mungkin akan berkata, "Aku tidak sadar itu menyakitimu. Aku akan mencoba lebih berhati-hati lain kali," daripada hanya bersikeras bahwa mereka tidak akan berubah.
6. "Kamu terlalu sensitif"
Ini adalah salah satu frasa tidak peka yang paling sering diucapkan oleh orang dengan kecerdasan emosional rendah. Ketika seseorang menyampaikan perasaannya dan mendapatkan respons seperti ini, mereka akan merasa bahwa emosinya tidak valid.
Kalimat ini juga bisa membuat seseorang merasa bersalah karena bereaksi terhadap sesuatu yang menyakitkan. Dalam psikologi sosial, pemahaman tentang perspektif orang lain adalah kunci dalam interaksi sosial yang sehat. Hanya karena sesuatu tidak mengganggu Anda, bukan berarti itu tidak berarti bagi orang lain.
7. "Saya turut prihatin dengan perasaanmu"
Sekilas, ini terdengar seperti pernyataan yang simpatik. Namun, jika digunakan dalam konteks yang salah, frasa ini bisa menjadi cara seseorang menghindari tanggung jawab atas kata-katanya.
Misalnya, ketika seseorang tersinggung oleh perkataan Anda, lalu Anda berkata, "Saya turut prihatin dengan perasaanmu," itu terdengar seperti Anda tidak mengakui kesalahan, melainkan hanya menaruh jarak dengan perasaan mereka.
Permintaan maaf yang tulus seharusnya lebih kepada pengakuan dan tanggung jawab, seperti, "Saya minta maaf atas apa yang saya katakan. Saya tidak bermaksud menyakiti kamu."
Kata-kata memiliki kekuatan besar dalam membentuk hubungan sosial. Tanpa kita sadari, frasa tidak peka seperti di atas bisa membuat orang lain merasa diremehkan atau bahkan terluka.
Orang dengan kecerdasan emosional rendah cenderung tidak memahami dampak ucapan mereka terhadap orang lain, sementara mereka yang memiliki empati akan lebih berhati-hati dalam berbicara.
Tag: #psikologi #sosial #frasa #tidak #peka #yang #diucapkan #orang #yang #tidak #memiliki #kecerdasan #emosional #tanpa #menyadarinya