



Apakah Stres Bisa Picu Stroke? Ini Kata Dokter…
Stroke sebagai penyakit penyebab utama disabilitas dan kematian di Indonesia memiliki banyak faktor risiko.
Dokter penyakit dalam yang berpraktik di Rumah Sakit JIH dr. Ahmad Akbar, Sp.PD mengatakan bahwa stres bisa menjadi faktor risiko stroke.
Ia mengungkapkan sebuah penelitian yang menunjukkan prevalensi stroke di Indonesia meningkat dari 7 persen pada 2013 menjadi 10,9 persen pada 2018.
“Penelitian lain menunjukkan bahwa mayoritas pasien stroke mengalami stres berat, yaitu sekitar 58,8 persen,” ucapnya.
Menurut World Stroke Organization, sekitar 1 dari 6 stroke dikaitkan dengan depresi dan stres.
Orang yang mengalami kesehatan mental yang buruk memiliki risiko stroke dan stroke ringan hampir dua kali lebih besar, terutama pada orang dewasa yang berusia setengah baya dan lebih tua.
Berikut artikel ini akan mengulas lebih lanjut tentang hubungan stres dan stroke.
Hubungan stres dan stroke
Akbar mengatakan bahwa stres bisa menyebabkan stroke melalui banyak jalur.
“Jadi, memang stres dapat meningkatkan risiko stroke karena ada beberapa jalur, seperti meningkatkan tekanan darah, memicu inflamasi (peradangan), dan mengganggu fungsi pembuluh darah,” ujar Akbar kepada Kompas.com pada Kamis (5/6/2025).
Ia mengatakan, tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama stroke, yang mana bisa terjadi karena stres.
“Stres juga dapat memengaruhi gaya hidup, seperti kurangnya aktivitas fisik, pola makan tidak seimbang, dan kurangnya tidur, yang dapat meningkatkan risiko stroke,” lanjutnya.
Mengutip World Stroke Organization, stres juga dapat melepaskan hormon yang berbahaya, jika berlangsung terus-menerus (kronis).
Hormon tersebut dapat menyebabkan pengerasan arteri dan pembuluh darah.
Hal itu dapat menyebabkan kondisi yang disebut aterosklerosis yang terkait dengan stroke.
Sementara, depresi dikaitkan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan fibrilasi atrium (detak jantung tidak teratur) baik sebagai penyebab maupun akibat.
“Namun, penelitian menunjukkan bahwa hubungan stres dan stroke tidak selalu terjadi secara langsung,” ucapnya.
Gejala stroke
Akbar mengatakan bahwa untuk mendeteksi stroke yang disebabkan oleh stres tidaklah mudah, karena gejalanya dapat bervariasi dan tidak selalu spesifik.
Namun, beberapa gejala stroke akibat stres yang mungkin muncul meliputi:
- Sakit kepala atau pusing
- Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh
- Kesulitan berbicara atau memahami bahasa
- Kesulitan melihat atau penglihatan kabur
“Jika ada gejala seperti diatas jgn sungkan untuk segera melakukan pemeriksaanke dokter ya,” pesannya.
Sementara, gejala stroke secara umum yang dikutip dari Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) meliputi:
- Senyum tidak simetris atau condong ke satu sisi, tersedak, dan sulit menelan air minum secara tiba-tiba;
- Gerak separuh anggota tubuh melemah tiba-tiba, biasanya tubuh bagian kanan;
- Tiba-tiba tidak dapat berbicara, kata-katanya tidak dimengerti, dan bicara tidak nyambung;
- Kebas dan kesemutan separuh badan;
- Rabun, pandangan satu mata kabur tiba-tiba;
- Sakit kepala hebat yang muncul tiba-tiba dan tidak pernah dirasakan sebelumnya;
- Gangguan fungsi keseimbangan, seperti terasa berputar dan gerakan tubuh sulit dikoordinasi.
Jika gejala di atas muncul, orang tersebut harus segera dibawa ke unit gawat darurat rumah sakit. Tidak boleh melebihi golden period, yaitu 4,5 jam setelah terserang stroke.
Disclaimer: Artikel ini hanya untuk tujuan informasi dan tidak dimaksudkan untuk menawarkan nasihat medis.