



Pengalaman Konseling Gratis ke Psikiater, Bagaimana Tahapannya?
- Sebulan sekali, Lisa tak pernah lupa menjalani rutinitasnya selama 1,5 tahun terakhir tiap pagi.
Diiringi deru kendaraan bermotor dan hiruk-pikuk orang yang seliweran mencari nafkah, Lisa pun memantapkan hati melangkah keluar rumah.
Suasana batinnya tidak tentu. Kadang bahagia, kadang nestapa. Kadang senyumnya lebar merekah, kadang dahinya mengkerut berkeluh kesah.
Mood swing, begitulah orang-orang biasanya menggambarkan kondisi Lisa.
Namun, dalam istilah medis, lebih dikenal sebagai gangguan mood dan gangguan kepribadian.
Dulu, konseling ke psikolog sempat menjadi opsi. Obrolan konsultasi berisi curahan hati dapat meringankan sesak di hati.
Namun, perempuan berusia 32 tahun yang berprofesi sebagai pegawai swasta di Jawa Tengah ini merasa membutuhkan penanganan lebih lanjut.
Psikiater akhirnya menjadi pilihan. Obat antipsikotik dari spesialis kejiwaan jadi andalan, berharap butiran-butiran pil itu dapat membantunya mengurangi tangisan.
Ilustrasi konseling antara pasien dengan psikolog. Mengakses layanan kesehatan mental tak perlu menunggu mengalami gangguan berat.
Apa bedanya psikolog dan psikiater?
Menurut Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia, psikiater adalah tenaga medis yang mempelajari ilmu kedokteran umum dan melanjutkan spesialisasi psikiatri.
Psikiater mempunyai keterampilan dalam penegakan dan prognosis gangguan jiwa dan intervensi farmakoterapi, penanganan penyakit melalui penggunaan obat.
Sementara psikolog klinis adalah tenaga kesehatan yang mempelajari ilmu psikologi klinis.
Psikolog klinis memiliki keterampilan dalam asesmen psikologi, penegakan diagnosis dan prognosis, serta intervensi psikologi seperti psikoterapi individual maupun kelompok.
Menurut psikolog klinis Pusat Layanan Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Putri Saraswati, M.Psi., psikolog dapat merujuk klien ke psikiater atau neurolog jika mereka membutuhkan bantuan obat.
Rujukan dilakukan jika gangguan sudah sampai memengaruhi fisik atau klien tidak bisa diajak komunikasi maupun tidak nyambung karena kontak realitasnya hilang.
"Treatment dari psikologi kan sugesti, semuanya dari persuasi bukan dari obat. Ketika diajak ngomong aja enggak bisa nyambung, enggak connect, gimana kita mau melakukan persuasi ke dia untuk bisa berubah jadi lebih baik," jelas psikolog yang sudah praktik selama 15 tahun itu kepada Kompas.com, Rabu (4/6/2025).
Hal senada dilakukan oleh Mufliha Fahmi, M.Psi., psikolog klinis yang praktik di puskesmas, biro psikologi swasta, dan rumah sakit swasta di Yogyakarta.
Di biro psikologi swasta dan rumah sakit swasta, ia bukan merujuk melainkan merekomendasikan klien ke psikiater.
"Jadi kan kembali ke pasiennya, mereka butuh ke psikiater, ya mereka sendiri yang datang. Tapi kalau misalnya di puskesmas, itu kalau misalnya sudah ada tanda-tanda seperti pikiran bunuh diri atau ada percobaan bunuh diri, itu biasanya auto-rujuk ke psikiater," papar Lya, panggilan Mufliha Fahmi, ketika dihubungi oleh Kompas.com, Rabu (4/6/2025).
Hasil skrinng Self-Reported Trait 20 atau SRT20 yang menunjukkan indikasi gangguan kecemasan atau depresi berat serta dikonfirmasi wawancara, juga menjadi alasan rujukan ke psikiater.
Layanan psikologi di puskesmas umumnya untuk layanan dasar dan tidak bisa untuk terapi yang lebih lanjut.
Idealnya, psikolog puskesmas bisa merujuk ke psikolog di rumah sakit untuk terapi yang lebih lanjut.
Namun, sistem ini belum tersedia karena belum ada kerja sama langsung antara layanan psikologi dengan BPJS.
"Makanya seringkali ketika pasien ingin mengakses layanan konsultasi psikologi di rumah sakit, seringkali kami yang di puskesmas, biasanya merujukkan itu dari dokter umum di puskesmas merujukkan pasiennya ke psikiater di rumah sakit umum daerah, misalnya gitu ya," kata Lya.
"Nah, ketika di RSUD si pasien ketemu psikiater, kami mendorong si pasien untuk bilang ke psikiater di RSUD untuk merujuk internal ke psikolog," lanjut Lya.
Proses itu dilakukan agar pasien tetap dapat mengakses layanan psikologi dengan BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan menanggung sepenuhnya biaya pemeriksaan kesehatan mental, termasuk konsultasi dengan psikolog atau psikiater.
"Layanan gangguan kejiwaan termasuk salah satu manfaat yang dijamin BPJS Kesehatan," kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah kepada Kompas.com, Sabtu (10/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa tidak ada batasan biaya maksimal yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan untuk layanan ini.
Namun, masyarakat perlu mengikuti alur rujukan berjenjang yang sudah ditetapkan.
Peserta harus mendatangi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) terlebih dahulu, seperti puskesmas.
Jika puskesmas yang terdaftar memiliki layanan poli jiwa atau konsultasi psikolog, peserta bisa langsung memilihnya sebagai FKTP.
Apabila FKTP tidak memiliki layanan poli jiwa, peserta bisa mendatangi poli umum terlebih dahulu untuk menyampaikan keluhan dan gejala mental yang dialami.
Nantinya, dokter umum akan mendiagnosis dan memberikan surat rujukan ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) jika diperlukan penanganan atau perawatan lebih lanjut.
Di FKRTL, dokter spesialis jiwa atau psikiater akan menentukan layanan yang sesuai dengan kondisi medis pasien dan ketentuan yang berlaku.
Ilustrasi konseling antara pasien dengan psikolog. Gangguan mental dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pengalaman Lisa konseling ke psikiater
Proses rujukan ke psikiater dengan BPJS Kesehatan juga dilakukan oleh Lisa. Ia mendatangi dokter umum di FKTP klinik swasta.
Masalah yang ia alami sudah berupa gangguan dan terdapat rekomendasi dari psikolog yang telah ia konseling selama 1,5 tahun pada 2021 sampai pertengahan 2023.
Dari situ, dokter umum langsung merujuk ke psikiater ke sebuah rumah sakit pendidikan di Jawa Tengah.
"Aku kan ke dokter umum di faskes 1 mau minta rujukan ke psikiater, itu awalnya takut banget. Gimana kalau di-judge atau enggak dikasih rujukan. Ternyata pas sampai klinik dan cerita masalahku, dokter langsung ngasih rujukan ke psikiater. Prosesnya cepet banget. Aku cuma daftar online di aplikasi JKN, datang ke faskes 1. Udah deh dapat rujukan," cerita Lisa kepada Kompas.com, Kamis (5/6/2025).
Pada minggu yang sama akhir 2023, Lisa memulai konseling ke psikiater dan untuk pertama kalinya mengonsumsi obat antipsikotik untuk meredakan gangguan yang ia alami.
"Aku udah minum konseling ke psikiater dan minum obat kan sekitar 1,5 tahun, udah ada perkembangan sih. Aku udah bisa lebih mikir panjang kalau mau marah. Pas marah pun udah bisa cepat reda," kata Lisa.
"Tapi, aku masih punya banyak banget PR. Emosiku masih tetap meledak-ledak, seneng ya seneng banget, kalau sedih bisa nangis sampai histeris, teriak. Nah, makanya aku masih lanjut psikoterapi dan minum obat. Belum tahu sampai kapan," pungkas Lisa.
Tag: #pengalaman #konseling #gratis #psikiater #bagaimana #tahapannya