Apa Pekerjaan Rumah Indonesia Usai Menang Sengketa Sawit dengan Uni Eropa di WTO?
- Indonesia meraih kemenangan atas Uni Eropa (UE) dalam sengketa kelapa sawit di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Meski begitu, Indonesia harus segera menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang muncul dari kemenangan ini.
Apa saja PR Indonesia? Berikut penjelasannya.
Dalam putusan WTO, UE dinyatakan seharusnya membahas terlebih dahulu kebijakan yang berdampak pada negara terkait, seperti Indonesia, sebelum menerapkannya. Kebijakan yang dipermasalahkan adalah Renewable Energy Directive II (RED II) yang berlaku sejak 2021.
RED II mencakup penghapusan biodiesel sawit dari program biodiesel UE mulai 2021 dengan target untuk sepenuhnya menghentikan penggunaannya pada 2030. UE berargumen bahwa biodiesel berbasis kelapa sawit memiliki risiko tinggi terhadap deforestasi, perluasan lahan, dan peningkatan emisi gas rumah kaca.
Indonesia menang, tapi UE masih bisa ajukan banding...
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, menjelaskan pekerjaan rumah pertama Indonesia. Menurut dia, meskipun Indonesia menang, UE masih memiliki waktu dua bulan untuk mengajukan banding.
Jika laporan panel WTO tidak diajukan banding, laporan tersebut akan diadopsi oleh Badan Penyelesaian Sengketa WTO dan mengikat kedua pihak. UE pun wajib menghormati kewajiban tersebut dengan langkah-langkah konkret. Namun, jika ada ketidaksepakatan dalam menentukan waktu pelaksanaan, keputusan akan diserahkan kepada arbitrator.
Pekerjaan rumah selanjutnya, Eddy juga menyoroti perlunya langkah strategis Indonesia ke depan, seperti yang dilakukan Malaysia, yang telah memulai dialog dengan UE untuk menindaklanjuti putusan WTO.
"Sekarang tergantung langkah kita selanjutnya, apakah mau dilakukan seperti Malaysia, yang memulai pembicaraan lagi dengan UE untuk menindak lanjuti (keputusan) ini," kata Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, Minggu (19/01/2025), dikutip dari KONTAN.
Menurut Eddy, sebagai penghasil minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia harus memastikan bahwa langkah selanjutnya tidak hanya menjaga kepentingan ekspor minyak sawit tetapi juga memperkuat posisinya di pasar global.
Data Gapki menunjukkan bahwa ekspor CPO dan turunannya ke UE pada Oktober 2024 mencapai 294.000 ton, naik 27,83 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Selama periode Januari-November 2024, ekspor ke UE mencapai 3,65 juta ton dengan nilai 3,34 juta dollar AS (sekitar Rp 54,71 miliar), menjadikan UE salah satu dari lima besar tujuan ekspor CPO Indonesia.
Indonesia harus bersiap hadapi Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR)...
Namun, tantangan dan pekerjaan rumah Indonesia tidak berhenti di situ. Direktur Eksekutif PalmOil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan RI perlu mengantisipasi kemungkinan UE mengajukan banding demi melindungi minyak nabati mereka seperti minyak rapeseed atau kanola.
Ia menyarankan agar Indonesia melanjutkan advokasi, lobi, dan edukasi terkait sawit secara proaktif, baik melalui dialog antar pemerintah (G2G) maupun antar pelaku bisnis (B2B).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo, mengingatkan bahwa kemenangan di WTO hanyalah salah satu elemen dalam upaya mendorong ekspor CPO. Indonesia juga perlu bersiap menghadapi Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang akan mulai berlaku pada 30 Juni 2026.
Regulasi EUDR ini memiliki aturan yang lebih ketat terkait deforestasi dan menjadi tantangan baru yang harus dihadapi oleh sektor sawit Indonesia.
Dengan demikian, kemenangan di WTO ini merupakan pijakan penting, tetapi tidak dapat berdiri sendiri. Indonesia harus mengambil langkah strategis untuk memanfaatkan kemenangan ini sebagai modal dalam memperkuat posisi minyak sawit di pasar global, memastikan kebijakan diskriminatif UE terkoreksi, dan mempersiapkan diri menghadapi regulasi baru seperti EUDR.
Tag: #pekerjaan #rumah #indonesia #usai #menang #sengketa #sawit #dengan #eropa