Menjaga dan Memperbesar Dampak Penurunan BI Rate
BANK Indonesia (BI) membuat kejutan dengan menurunkan bunga acuan atau BI Rate dari sebelumnya 6 persen menjadi 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur BI (RDGBI) bulan Januari 2025, yang berlangsung 14-15 Januari 2025.
Ada tiga alasan mengapa BI menurunkan BI Rate seperti diungkap Gubernur BI Perry Warjiyo kepada pers seusai RDGBI.
Pertama, kebijakan Bank Sentral AS atau The Fed yang sudah mulai bisa diduga dalam hal penurunan suku bunga acuan AS atau Fed Fund Rate (FFR).
Menurut dia, sudah bisa diduga bahwa The Fed akan terus menurunkan FFR pada bulan-bulan mendatang.
Dengan demikian, ada ruang bagi penurunan BI Rate tanpa kekhawatiran utama akan merosotnya atau terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS karena masih cukup lebar selisih suku bunga (interest pariti) antara BI Rate dengan FFR.
Dengan demikian, pemegang uang tidak akan melarikan uangnya ke dollar AS yang akan menyebabkan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Kedua, tingkat inflasi Indonesia stabil rendah yang berada di kisaran target inflasi, yaitu 2,5 plus minus 1 persen selama dua tahun berturut-turut (2023 dan 2024) dan akan terus rendah. Inflasi rendah ini memberikan ruang bagi BI untuk menurunkan BI Rate.
Suku bunga adalah salah satu alat untuk menurunkan inflasi. Jika inflasi tinggi, maka salah satu piranti kebijakan yang bisa digunakan adalah menaikkan suku bunga supaya orang tertarik menyimpan uangnya.
Tindakan menyimpan uang akan mengurangi jumlah uang beredar sehingga inflasi akan turun. Namun, kebijakan ini harus dibayar dengan tingginya suku bunga kredit yang akan menekan investasi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, ketika inflasi rendah, lebih baik suku bunga diturunkan supaya investasi naik dan pertumbuhan ekonomi naik yang akan mengurangi pegangguran.
Ketiga, BI melihat bahwa pertumbuhan ekonomi 2025 akan lebih rendah dari prediksi semula.
Semula, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 kisaran 4,8-5,6 persen dengan titik tengah 5,2 persen. Prediksi berubah menjadi 4,7-5,5 persen dengan titik tengah 5,1 persen.
Maka pertumbuhan ekonomi 2025 perlu didorong lebih tinggi dengan cara menurunkan suku bunga acuan yang pada gilirannya akan menurunkan bunga kredit.
Penurunan bunga kredit ini akan meningkatkan investasi yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Menjaga dan memperbesar dampak
Dampak positif dari penurunan BI Rate yang diharapkan, yaitu penurunan bunga kredit yang akan mendorong investasi. Pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pertama, mendorong bank-bank besar pemimpin pasar perbankan Indonesia untuk memelopori penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit lebih cepat.
Pengalaman selama ini, jarak waktu antara penurunan BI Rate dengan penurunan bunga deposito dan kredit sekitar 4-6 bulan. Jarak waktu yang cukup lama.
Maka untuk mempercepatnya, BI bisa melakukan himbauan moral (moral suasion) agar bank-bank besar pemimpin pasar lebih cepat menurunkan bunga deposito dan kreditnya.
Menurut data, OJK hanya ada empat bank besar yang modal intinya di atas Rp 70 triliun. Keempat bank tersebut adalah tiga bank BUMN dan satu bank swasta.
Data Statistik Keuangan Perbankan per September 2022, empat bank tersebut memiliki total aset Rp 5.199,06 triliun atau 49,57 persen total aset bank umum di Indonesia.
Dalam hal ini, BI dan pemerintah bisa menghimbau, khususnya bank BUMN untuk menurunkan suku bunga deposito dan suku bunga kreditnya lebih cepat.
Kedua, membuat iklim investasi lebih menarik. Suku bunga kredit yang rendah memang bukanlah satu-satunya faktor untuk menarik investasi yang pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ada faktor lain antara lain ekonomi biaya tinggi dalam bentuk korupsi dan suap yang harus dibayar pengusaha.
Data menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia cenderung stagnan dan makin kecil yang menunjukkan tingginya tingkat korupsi di Indonesia.
Untuk itu, pemerintah dan semua institusi yang terkait untuk pemberantasan korupsi harus makin giat berusaha mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia.
Ketiga, menjaga daya beli masyarakat yang akhir-akhir ini terus menurun. Turunnya daya beli masyarakat tentu bukan faktor yang menarik untuk investasi. Investasi diharapkan naik dengan langkah penurunan BI Rate.
Bila investasi diharapkan naik dengan penurunan BI rate, maka harus ada kebijakan yang serius untuk menjaga, bahkan menaikkan daya beli masyarakat dengan berbagai hal antara lain subsidi tepat sasaran bagi masyarakat menengah dan miskin.