Tata Kelola Pupuk Subsidi Dirombak, Arahkan ke Penguatan Industri
- Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 sebagai revisi atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.
Beleid baru ini merupakan upaya otoritas memperkuat tata kelola pupuk bersubsidi sekaligus menggairahkan kembali industri pupuk nasional.
Mewakili Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Kepala Seksi Pupuk Bersubsidi, Yustina Retno Widiati, menjelaskan perbedaan antara Perpres Nomor 113 Tahun 2025 dan Perpres Nomor 6 Tahun 2025 terletak pada Pasal 14 dan Pasal 148.
Ilustrasi Pupuk Indonesia
Salah satu terobosan penting dalam regulasi terbaru ini adalah dibukanya peluang ekspor pupuk non-subsidi.
Hal itu ia sampaikan dalam diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertajuk Penguatan Tata Kelola Pupuk Bersubsidi Pasca Terbitnya Perpres 113 Tahun 2025 yang digelar di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Jumat (19/12/2025).
“Dulu ekspor tidak diperbolehkan, sekarang dimungkinkan. Ini menjadi insentif positif bagi industri pupuk nasional,” ujar Yustina dalam keterangan pers, Senin (22/12/2025).
Selain itu, jika Perpres Nomor 6 Tahun 2025 lebih berfokus pada petani, maka Perpres Nomor 113 Tahun 2025 juga memberikan kepastian dan dorongan bagi produsen pupuk.
Dari sisi tata kelola, ia memastikan mekanisme pendataan dan penyaluran pupuk bersubsidi saat ini telah berjalan dengan baik dan terstruktur.
Penyusunan kebutuhan pupuk dilakukan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), kemudian diinput ke dalam aplikasi dan diverifikasi secara berjenjang hingga tingkat kabupaten/kota.
Ilustrasi pupuk NPK.
Data tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai Electronic Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).
Pemerintah telah menetapkan alokasi pupuk bersubsidi pada 6 Desember 2025 sebesar 9,5 juta ton untuk sektor pertanian dan sekitar 297.000 ton untuk sektor perikanan.
Total anggaran subsidi pupuk pada 2026 mencapai Rp 46 triliun.
Untuk tahun 2026, alokasi pupuk subsidi pertanian tetap sebesar 9,5 juta ton. Sementara data penerima yang telah masuk hingga Desember 2025 tercatat sekitar 14,1 juta NIK untuk pertanian dan sekitar 101 ribu NIK untuk perikanan.
Oleh karena itu, Yustina menilai penerbitan Perpres Nomor 113 Tahun 2025 menjadi jawaban atas persoalan inefisiensi industri pupuk nasional.
Melalui aturan ini, diharapkan tidak terjadi lagi inefisiensi sebagaimana yang sebelumnya menjadi catatan evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Menurut Yustina, Perpres Nomor 113 Tahun 2025 memiliki urgensi strategis karena menjadi pijakan peralihan dari subsidi output ke subsidi input.
Selama ini kondisi sebagian perusahaan pupuk nasional kurang ideal. Pemerintah ingin membangun kembali pabrik-pabrik pupuk agar lebih bergairah.
'Melalui skema subsidi input, mulai 2029 diharapkan industri pupuk dalam negeri semakin kuat,” paparnya.
Ia menambahkan, implementasi subsidi input saat ini masih dalam tahap penggodokan lintas kementerian, khususnya dengan Kementerian Keuangan, mengingat karakter subsidi input berbeda dengan subsidi barang dan jasa lainnya.
Sebanyak 508.216 ton pupuk telah disiapkan Petrokimia Gresik, guna mendukung kebijakan baru tata kelola penyaluran pupuk bersubsidi.
Hingga payung hukum lengkap diterbitkan, skema subsidi sebelumnya masih tetap digunakan. Adapun Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) sebagai aturan turunan saat ini tengah difinalisasi, sementara pedoman teknis di tingkat direktorat jenderal telah disiapkan.
Distribusi pupuk dinilai semakin kondusif
Sementara itu, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofya, menilai kebijakan pupuk saat ini berada di jalur yang tepat dan mencerminkan proses transformasi yang nyata.
“Kondisi pupuk sekarang baik dan bagus. Dengan Perpres Nomor 113/2025 ini, kita bicara transformasi. Dampaknya terasa, produksi pupuk meningkat dari sekitar 30,5 juta ton menjadi 34,77 juta ton,” ungkapnya.
Bahkan, menurut Yadi, dari sekitar 30 kantor perwakilan KTNA di daerah, tidak ada keluhan terkait distribusi pupuk bersubsidi.
“Artinya, hampir tidak ada masalah di lapangan. Kalau pun ada dinamika, biasanya terkait petani yang belum masuk e-RDKK,” katanya.
Ia juga mengapresiasi penyederhanaan administrasi penebusan pupuk yang kini cukup menggunakan KTP, sehingga memudahkan petani.
Menurutnya, Perpres Nomor 113 Tahun 2025 pada prinsipnya menyempurnakan Perpres Nomor 6 Tahun 2025, termasuk perubahan skema subsidi ke arah market to market.
Namun demikian, Yadi menekankan pentingnya pengawalan kebijakan secara kolaboratif agar manfaatnya optimal bagi petani.
“Kami menyebutnya pengawalan, bukan sekadar pengawasan. Barangnya sendiri relatif tidak bermasalah,” ujarnya.
Rekomendasi untuk mendukung kebijakan pupuk
Stok pupuk bersubsidi di Gudang Penyimpanan Pupuk (GPP) Lini III Klaten, Jawa Tengah, Kamis (9/1/2025).
KTNA juga menyampaikan tiga pilar rekomendasi untuk mendukung keberhasilan implementasi Perpres Nomor 113 Tahun 2025.
1. Penyempurnaan data dan digitalisasi
Pertama, penyempurnaan data dan digitalisasi dengan melibatkan kelompok tani dalam proses verifikasi dan validasi penerima di tingkat desa, sembari tetap menyediakan jalur manual bagi petani yang memiliki keterbatasan akses teknologi.
2. Peningkatan sosialisasi dan edukasi
Kedua, peningkatan sosialisasi dan edukasi, dengan harapan pemerintah dan PT Pupuk Indonesia aktif turun ke lapangan untuk menjelaskan perubahan kebijakan, khususnya terkait skema subsidi dan kategori pupuk.
3. Penguatan pengawasan
Ketiga, penguatan pengawasan partisipatif dengan memberikan mandat resmi kepada kelompok tani untuk ikut mengawal penyaluran pupuk, serta memperkuat sanksi bagi pelaku penyelewengan.
Wakil Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Mulyono Makmur, menilai Perpres Nomor 113 Tahun 2025 sebagai bagian dari revolusi tata niaga pupuk yang patut diapresiasi.
Meski masih membutuhkan penguatan di tingkat pelaksana, arah kebijakan tersebut dinilai sudah positif.
Ia berharap penguatan koperasi desa, termasuk Koperasi Desa Merah Putih, dapat menjadi penggerak utama ekosistem pertanian modern ke depan, dengan dukungan lembaga keuangan, koperasi unit desa, offtaker, serta penyuluh pertanian.
“Ini sejalan dengan konsep catur sarana yang dulu mengantarkan Indonesia mencapai swasembada pangan pada 1984. Kami optimistis, dengan tata kelola yang makin baik, pupuk bisa menjadi pilar kuat ketahanan pangan nasional,” ujarnya.
Terakhir, Mulyono menegaskan peran penyuluh pertanian sangat penting dalam menyosialisasikan kebijakan tata kelola pupuk yang baru.
“Penyuluh pertanian menjadi garda terdepan dalam upaya mewujudkan swasembada pangan,” lanjut Mulyono
Tag: #tata #kelola #pupuk #subsidi #dirombak #arahkan #penguatan #industri