Pengamat: Perang Israel-Iran Bisa Picu Harga BBM Naik
Tangkapan layar dari situs web pelacakan penerbangan FlightRadar24 yang menunjukkan pesawat udara komersial menghindari wilayah udara Iran dan Israel akibat perang.(FLIGHTRADAR24)
18:16
17 Juni 2025

Pengamat: Perang Israel-Iran Bisa Picu Harga BBM Naik

Perang yang terjadi antara Israel dan Iran dapat memicu kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara importir minyak mentah.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan, jika konflik yang terjadi antara Israel dan Iran semakin memanas dan meluas, maka harga minyak dunia akan melambung.

Saat serangan Israel ke Iran dimulai pada Jumat (13/6/2025), harga minyak mentah Brent pun langsung melonjak 13 persen ke level 78,50 dollar AS per barrel, tertinggi sejak 2025.

Maka, kata Fahmy, jika perang di Timur Tengah itu semakin memanas, tak menutup kemungkinan harga minyak mentah dunia bisa mencapai level 100 dollar AS per barrel.

"Sebagai net-importer, kenaikan harga minyak dunia sudah pasti akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (17/6/2025).

"Kalau eskalasi konflik Israel-Iran meluas, tidak bisa dihindari harga minyak dunia akan melambung, bahkan diperkirakan bisa mencapai di atas 100 dollar AS per barrel," imbuh Fahmy.

JP Morgan lanjutnya, bahkan memproyeksi kenaikan harga minyak dunia bisa melonjak ke 130 dollar AS per barrel jika eskalasi perang meluas hingga Iran menutup Selat Hormuz, yang menjadi lalu lintas pengangkutan minyak dunia.

Fahmy bilang, dalam kondisi tersebut, pemerintah akan dihadapkan pada dilema menetapkan harga BBM di dalam negeri. Sebab, jika harga BBM subsidi tidak dinaikkan, beban APBN akan membengkak.

"Di samping itu, kenaikan harga minyak dunia akan semakin menguras devisa untuk membiayai impor BBM. Ujung-ujungnya makin memperlemah kurs rupiah terhadap dollar AS, yang sempat menembus Rp 17.000 per dollar AS," jelasnya.

Sementara itu, kalau harga BBM subsidi dinaikkan, sudah pasti akan memicu inflasi yang menyebabkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok sehingga menurunkan daya beli rakyat dan pertumbuhan ekonomi.

Fahmy pun menilai, dalam kondisi ketidakpastian, pemerintah jangan memberikan 'harapan palsu' kepada masyarakat yang dengan santai mengatakan bahwa perang Israel-Iran tidak mengganggu perekonomian Indonesia.

"Pemerintah sebaiknya bersikap realistis dengan mengantisipasi penetapan harga BBM subsidi berdasarkan indikator terukur," kata dia.

Menurut Fahmy, jika harga minyak dunia masih di bawah 100 dollar AS per barrel, maka harga BBM subsidi tidak perlu dinaikkan.

Namun, kalau harga minyak dunia mencapai di atas 100 dollar AS per barrel, maka pemerintah perlu menaikkan harga BBM subsidi.

"Pemerintah tidak punya pilihan lain kecuali menaikkan harga BBM subsidi, agar beban APBN untuk subsidi tidak memberatkan," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa ketegangan geopolitik di Timur Tengah pasca-Israel menyerang Iran belum memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia.

Namun, pemerintah tetap mewaspadai potensi kenaikan harga minyak mentah dunia, meskipun negara-negara eksportir minyak pasti memiliki kepentingan untuk tidak menaikkan harga minyaknya.

"Kalau kita lihat di Timur Tengah kan transmisinya relatif lambat. Kita lihat tergantung harga minyak, dan harga minyak tentu beberapa negara punya kepentingan untuk menahan lonjakan harga minyak. Jadi kita tunggu saja," ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (13/6/2025).

Sementara itu, terkait dampak terhadap nilai tukar rupiah, dia memastikan bahwa konflik Iran dan Israel tidak berpotensi membuat rupiah melemah.

"Karena Timur Tengah memang sudah panas, jadi relatif kita tidak dari segi trade (perdagangan rupiah) itu tidak tertransmisi. Tetapi dari segi sentimental ketersediaan supply minyak itu yang perlu kita perhatikan," kata dia.

Tag:  #pengamat #perang #israel #iran #bisa #picu #harga #naik

KOMENTAR