Dari Lapak Parkir ke Bisnis Bervaluasi Rp 16 Triliun, Kisah Dave’s Hot Chicken
Ilustrasi fried chicken atau ayam goreng tepung. Asal-usul ayam goreng, terutama versi tepung krispi, memiliki akar yang dalam dan kompleks, melibatkan perpaduan budaya Afrika, Eropa, dan Amerika.(Dok. Freepik/aopsan)
15:40
5 Juni 2025

Dari Lapak Parkir ke Bisnis Bervaluasi Rp 16 Triliun, Kisah Dave’s Hot Chicken

Arman Oganesyan awalnya hanya iseng ingin menjual ayam goreng pedas.

Tanpa pengalaman bisnis atau latar belakang kuliner, ia nekat membuka lapak kecil di tempat parkir Los Angeles bersama dua teman masa kecilnya. 

Dengan tabungan hanya 900 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp14,6 juta, Oganesyan menggandeng dua teman masa kecilnya—Dave Kopushyan dan Tommy Rubenyan—untuk membuka gerai ayam goreng di sebuah tempat parkir di Los Angeles pada 2017.

Gerai itu diberi nama Dave’s Hot Chicken.

Delapan tahun kemudian, Senin (3/6/2025), firma investasi Roark Capital resmi membeli mayoritas saham Dave’s Hot Chicken.

Nilainya hampir 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 16 triliun. Informasi itu disampaikan CEO Dave, Bill Phelps, dilansir CNBC.

“Sungguh gila apa yang kami lakukan,” kata Phelps.

“Visi orang-orang ini luar biasa. Arman Oganesyan itu pendirinya. Ia putus sekolah menengah, tapi jenius dalam pemasaran. Semua ini muncul dari kepalanya.”

Awalnya Ditolak, Kini Laris Manis

Ide menjual ayam sebenarnya tidak langsung diterima. Kopushyan, yang pernah bekerja di restoran berbintang Michelin, bahkan sempat ragu.

“‘Ayam? Saya bahkan nggak suka ayam,’” kenang Oganesyan menirukan komentar temannya dalam wawancara How I Built This Podcast with Guy Raz tahun lalu.

Namun, setelah diyakinkan berkali-kali, Kopushyan akhirnya setuju bergabung.

Mereka pun mencari investor dari teman-teman sendiri, tapi semua menolak—kecuali Tommy Rubenyan.

Bertiga, mereka lalu meracik resep ayam goreng pedas yang terinspirasi dari restoran populer Howlin’ Ray’s di Los Angeles.

“Awalnya banyak keyakinan, tapi juga banyak keraguan,” kata Oganesyan.

Selama berbulan-bulan, mereka mencicipi ayam goreng dari berbagai restoran, menonton dokumenter ayam, dan bereksperimen di dapur Kopushyan.

Beberapa ide mereka terdengar nyeleneh, seperti memasukkan gummy bear ke dalam resep.

Namun, satu penemuan penting datang secara tidak sengaja: mereka memakai air acar sebagai air rendaman ayam, setelah iseng melempar ayam ke dalam toples acar bekas.

Mulai dari Nol, Hanya dengan Meja Pinjaman

Karena tak sanggup beli truk makanan, mereka membuka lapak di area parkir kawasan East Hollywood.

Peralatan mereka pun sederhana: penggorengan seharga 150 dolar AS (sekitar Rp2,4 juta), lampu penghangat kentang goreng, dan meja yang mereka pinjam dari orang tua.

Malam pertama, mereka hanya berhasil menjual empat porsi—tiga untuk teman dan satu untuk pacar Oganesyan.

Total pendapatan malam itu hanya 40 dolar AS (sekitar Rp652 ribu).

Tapi hanya lima hari kemudian, mantan kritikus kuliner dari Eater Los Angeles, Farley Elliott, mampir ke lapak mereka setelah mendengar kabar dari mulut ke mulut.

Sejak saat itu, bisnis melesat. Dalam beberapa bulan, mereka rutin menjual habis stok ayam setiap malam dan mengantongi ribuan dolar.

Pada akhir bulan kedua, mereka membayar diri sendiri untuk pertama kalinya—masing-masing mendapat sekitar 10.000 dolar AS (sekitar Rp163 juta).

“Itu uang terbanyak yang pernah saya lihat dalam hidup saya,” kata Oganesyan.

Tahun berikutnya, mereka mengajak saudara Tommy, Gary Rubenyan, untuk membantu membuka gerai pertama.

 

Masuk ke Jalur Waralaba Global

Pada 2019, Dave’s Hot Chicken mulai menarik perhatian investor besar.

Nama-nama seperti Bill Phelps, aktor Samuel L. Jackson, pembawa acara Good Morning America dan mantan pemain NFL Michael Strahan, produser film John Davis, serta pemilik klub bisbol Red Sox, Tom Werner, ikut menyuntikkan dana. Mereka sepakat membawa Dave’s ke jalur waralaba.

Di bawah kepemimpinan Phelps sebagai CEO, jaringan restoran ini berkembang pesat. Gerainya kini hadir di Kanada, Inggris, dan Timur Tengah.

Di Amerika Serikat saja, Dave’s mencatat penjualan lebih dari 600 juta dolar AS (sekitar Rp9,8 triliun) pada 2024. Angka itu naik 57 persen dibanding tahun sebelumnya.

Tahun ini, perusahaan menargetkan penjualan mencapai 1,2 miliar dolar AS (sekitar Rp19,5 triliun).

Menurut Presiden dan Chief Operating Officer (COO) Dave’s, Jim Bitticks, bisnis ini kini “sangat menguntungkan” baik di tingkat waralaba maupun perusahaan pusat.

Meski nilai pasti akuisisi oleh Roark Capital tidak diungkapkan, Phelps, Oganesyan, Kopushyan, serta kakak-adik Rubenyan tetap mempertahankan saham minoritas dan akan melanjutkan peran mereka di perusahaan.

“Waktunya benar-benar tepat,” ujar Phelps kepada CNBC.

“Kami berada di titik balik di mana valuasi kami sudah luar biasa, tapi Roark masih melihat potensi kenaikan yang besar. Ini posisi yang sempurna,” sebutnya.

Tag:  #dari #lapak #parkir #bisnis #bervaluasi #triliun #kisah #daves #chicken

KOMENTAR