



Kejar Pertumbuhan 8 Persen, Indonesia Butuh Rp 10.000 Triliun
- Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen dalam lima tahun ke depan.
Namun, untuk mencapainya, dibutuhkan dana sekitar Rp 10.000 triliun yang mayoritas harus berasal dari luar negeri.
Hal ini diungkapkan Juru Bicara Kantor Komunikasi Presiden Fithra Faisal Hastiadi dalam acara Soemitro Economic Forum di Hotel The Tribrata, Jakarta, Rabu (4/6/2025).
Fithra bilang, Indonesia hanya bisa mengumpulkan investasi sebesar Rp 3.000 triliun dari dalam negeri.
Sementara sisanya, yakni Rp 7.000 triliun, harus didatangkan dari investasi asing.
"Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 8 persen, hitung-hitungan saya itu butuh Rp 10.000 triliun. Masalahnya dari Rp 10.000 triliun itu kita cuma maksimal bisa memaksimalkan Rp 3.000 triliun dari sisi dalam negeri," ungkap Fithra.
Dia melanjutkan, kebutuhan investasi itu dapat dikejar melalui sektor-sektor yang mampu menciptakan efek berantai yang luas terhadap produktivitas dan lapangan kerja.
Misalnya, meliputi sektor infrastruktur dasar seperti energi, teknologi informasi dan komunikasi (ICT), sanitasi air, sumber daya air, transportasi, dan perumahan.
"Enam sektor utama itu yang memiliki dampak pengganda paling tinggi," kata Fithra.
Guna mendatangkan investasi asing di enam sektor utama tersebut, Fithra menegaskan pentingnya posisi netral Indonesia dalam konflik global.
Salah satunya ketika terjadi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, Indonesia memilih untuk merangkul kedua negara tersebut. Sebab, bagaimanapun, keduanya merupakan mitra dagang terbesar bagi Indonesia.
"Kita memposisikan diri tetap berada di tengah. Kita sudah menawarkan apa yang bisa dibeli, apa yang bisa kita tawarkan kepada Trump. Tapi di sisi yang lain, kita tidak meninggalkan China. Semuanya kita temani," jelasnya.
Dia juga menekankan pentingnya untuk bekerja sama dengan negara-negara di kawasan ASEAN. Sebab, kawasan ini berada di tengah jalur perdagangan global.
Selain itu, Fithra juga menyambut positif langkah Presiden Prabowo yang ingin merombak berbagai kebijakan ekonomi yang dianggap menciptakan distorsi, seperti kuota impor dan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang terlalu tinggi.
Menurut dia, regulasi TKDN yang tidak fleksibel justru menghambat keterlibatan Indonesia dalam jaringan produksi global.
Sebagai contoh, Vietnam yang kini menjadi kekuatan industri baru di Asia Tenggara, berhasil melesat dengan mereduksi hambatan seperti TKDN demi menarik investor global.
"Kita juga butuh ketahanan ekonomi. Untuk itu, maka kita perlu berpartisipasi dalam regional production network demi meningkatkan industri kita," kata dia.
Tag: #kejar #pertumbuhan #persen #indonesia #butuh #10000 #triliun