



Benarkah Ukuran Rumah Subsidi Bakal Semakin Mengecil?
- Rencana Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) untuk mengubah ukuran luas rumah subsidi menjadi lebih kecil menuai sorotan luas.
Rencana tersebut tertuang dalam draf Keputusan Menteri (Kepmen) PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang saat ini beredar.
Draf beleid baru ini mengatur batasan luas tanah dan bangunan untuk rumah subsidi, yakni luas tanah minimum 25 meter persegi, maksimum 200 meter persegi (sebelumnya minimum 60 meter persegi berdasarkan Kepmen PUPR 689/KPTS/M/2023).
Kemudian, luas bangunan minimum 18 meter persegi dan maksimum 36 meter persegi (sebelumnya minimum 21 meter persegi).
Lalu harga jual rumah subsidi tetap mengacu pada harga 2024/2025, yakni Rp 166 juta di Jawa (non-Jabodetabek) dan Sumatera (kecuali beberapa daerah), serta Rp 182 juta di Kalimantan (kecuali Murung Raya dan Mahakam Ulu).
Tujuan penertiban Kepmen itu adalah untuk mengatasi backlog perumahan nasional yang mencapai 9,9 juta unit, terutama di wilayah perkotaan.
Adapun draf kepmen ini masih dalam tahap konsultasi publik dan membutuhkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2021 untuk bisa diimplementasikan secara penuh.
Penjelasan Wamen PKP
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Fahri Hamzah usai menghadiri Simposium Nasional Sumitronomics Terhadap Arah Ekonomi Indonesia di Jakarta, Selasa (3/6/2025).Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah memberikan respons soal kabar yang menyebut ukuran umah subsidi akan menjadi lebih kecil dari sebelumnya.
Menurut Fahri, baik rumah susun maupun rumah tapak ke depannya tetap mengacu kepada tipe 36-40 atau memiliki luas 36-40 meter persegi.
Hal itu pun ditegaskannya menjawab pertanyaan soal luas bangunan rumah subsidi yang dikabarkan menjadi 18 meter persegi.
"Apapun rumahnya (tapak atau susun) tetap ya, tipenya adalah tipe 36-40 ya, minimal itu. Itu yang ada di dalam aturan kita," ujar Fahri usai menghadiri "Simposium Nasional Sumitronomics Terhadap Arah Ekonomi Indonesia" di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
"Karena itulah kita memakai standar tipe 36 dan 40 itu minimal, untuk rumah rakyat ya," tegasnya.
Ia menjelaskan, standar tersebut berbeda dengan standar ukuran untuk rumah-rumah di kawasan bencana atau rumah darurat yang dibuat dengan ukuran lebih efisien.
Di sisi lain menurut Fahri, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memberikan keputusan untuk standar rumah masyarakat.
Pemerintah Indonesia pun berkomitmen untuk mengikuti standar rumah sehat yang ditetapkan PBB maupun lembaga internasional lain.
Pertimbangan lainnya yakni rumah dibangun dengan tujuan kepentingan jangka panjang agar keluarga yang tinggal di dalamnya bisa hidup dengan sehat dan layak.
"Termasuk juga lembaga seperti Habitat for Humanity itu juga standarnya cukup tinggi. Tapi begini, rumah itu kan dibangun kepentingan jangka panjangnya adalah untuk menciptakan keluarga yang sehat. Ada tempat belajar, aman dan seterusnya kan Ada space untuk berdialog antara keluarga dan sebagainya," jelas Fahri.
"Beda dengan kos-kosan atau rumah transit atau rumah sewa untuk satu orang itu beda. Tapi secara umum konsep untuk rumah rakyat harus layak, harus besar, harus sehat," tegasnya.
Pakar ingatkan standar kelayakan
Sementara itu, Pengamat Sektor Perumahan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar mengatakan, rencana penerbitan Kepmen terbaru soal luas rumah subsidi itu bisa memicu gelombang keresahan dan kemarahan publik.
Sebab ada dampak luas terhadap standar kelayakan hidup masyarakat.
"Ini bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan ancaman serius terhadap standar hidup layak bagi jutaan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Indonesia," ujar Jehansyah, Senin (2/6/2025).
Jehansyah dengan tegas menyatakan bahwa batas minimal luas rumah subsidi yang ada saat ini (60 meter persegi tanah dan 21 meter persegi bangunan) sudah tergolong kecil dan seharusnya diperbesar menjadi minimal 90 meter persegi tanah dan 36 meter persegi bangunan.
"Apalagi jika semakin kecil, minimal 25 meter persegi untuk tanah dan 18 meter persegi untuk bangunan, itu semakin tidak layak dan tidak manusiawi," tegas Jehansyah.
Ia menjelaskan, standar internasional untuk ruang hidup yang layak adalah sekitar 9 meter persegi per orang.
Untuk rumah tipe 36 (36 meter persegi bangunan) dengan empat anggota keluarga, standar ini masih terpenuhi.
Namun, jika luas bangunan hanya 18 meter persegi, artinya setiap orang hanya mendapatkan 4,5 meter persegi.
"Itu sangat tidak manusiawi," tandasnya.
Jehansyah mengingatkan bahwa rumah subsidi adalah program serius pemerintah, simbol kesejahteraan rakyat.
Apabila hunian yang disediakan tidak layak dan tidak manusiawi, hal ini justru akan mempermalukan bangsa di mata dunia internasional.
Tag: #benarkah #ukuran #rumah #subsidi #bakal #semakin #mengecil