Kementerian BUMN Buka Suara soal 4 Bos Subholding Pertamina Tersangka Korupsi
Juru Bicara Kementerian BUMN Putri Violla saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (25/2/2025). (KOMPAS.com/YOHANA ARTHA ULY)
12:32
25 Februari 2025

Kementerian BUMN Buka Suara soal 4 Bos Subholding Pertamina Tersangka Korupsi

- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) buka suara terkait penetapan tersangka dalam dugaan kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina, subholding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) tahun 2018-2023.

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 4 anggota direksi anak usaha atau subholding Pertamina sebagai tersangka atas kasus yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun tersebut.

Juru Bicara Kementerian BUMN Putri Violla mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan komunikasi dengan PT Pertamina (Persero) mengenai perkembangan dugaan kasus korupsi tersebut.

Menurutnya, sejauh ini belum ada komunikasi langsung antara Kementerian BUMN dengan Kejagung.

"Sejauh ini komunikasi yang terjalin baru antara Kementerian BUMN dengan Pertamina-nya," ujar Putri ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

Kendati begitu, dirinya enggan menjelaskan lebih lanjut terkait langkah Kementerian BUMN dalam menyikapi dugaan kasus korupsi yang terjadi pada perusahaan migas berpelat merah tersebut.

"Kementerian BUMN sejauh ini terus berkomunikasi dengan Pertamina. Maaf, kita belum bisa memberikan keterangan lebih jauh mengenai hal ini, kita masih berkomunikasi," kata dia.  

"Nanti kalau andai kata memang sudah ada informasi terbaru, kita akan sampaikan ke teman-teman," tambah Putri.

Sebelumnya, pada kemarin malam, Kejagung telah menetapkan 7 tersangka atas kasus tersebut, di mana 4 di antaranya merupakan direksi dari anak usaha atau subholding Pertamina.

Keempatnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP).

Sedangkan 3 broker yang menjadi tersangka yakni MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

 

Peran 7 tersangka

Melansir keterangan resmi Kejagung, dikutip Selasa (25/2/2025), Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.

Dalam perkara ini, RS bersama SDS, dan AP memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum.

Sementara itu, tersangka DM dan GRJ melakukan komunikasi dengan tersangka AP untuk memperoleh harga tinggi (spot) pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.

Dalam pengadaan produk kilang oleh Pertamina Patra Niaga, RS kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92). Padahal sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah.

Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Padahal, hal tersebut tidak diperbolehkan.

Selanjutnya, pada saat telah dilakukan pengadaan impor minyak mentah dan impor produk kilang, diperoleh fakta adanya mark up kontrak shipping yang dilakukan YF selaku Dirut Pertamina International Shipping.

Dalam hal ini negara mengeluarkan fee sebesar 13-15 persen secara melawan hukum, sehingga tersangka MKAR mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.

"Pada saat kebutuhan minyak dalam negeri mayoritas diperoleh dari produk impor secara melawan hukum, maka komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan HIP (Harga Index Pasar) Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk dijual kepada masyarakat menjadi mahal/tinggi sehingga dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun dari APBN," tulis keterangan Kejagung.

"Akibat adanya beberapa perbuatan melawan hukum tersebut, telah mengakibatkan adanya kerugian negara sekitar Rp 193,7 triliun,” imbuh keterangan Kejagung.

Editor: Yohana Artha Uly

Tag:  #kementerian #bumn #buka #suara #soal #subholding #pertamina #tersangka #korupsi

KOMENTAR