Kasus Sewa Gedung Kantor, Bukalapak Ajukan  PKPU terhadap Harmas Jalesveva
Anggota Komite Eksekutif Bukalapak Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).(KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA A)
18:12
17 Februari 2025

Kasus Sewa Gedung Kantor, Bukalapak Ajukan PKPU terhadap Harmas Jalesveva

- PT Bukalapak Tbk (BUKA) mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Harmas Jalesveva (Harmas) ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Gugatan dilayangkan oleh tim kuasa hukum Bukalapak, Eries, ke PN Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).

Gugatan teregistrasi dengan Nomor Perkara 50/Pdt.Sus-PKPU/2025/PN Niaga Jkt.Ps.

Langkah ini ditempuh sebagai tindak lanjut atas kewajiban finansial yang belum dipenuhi oleh Harmas Jalesveva terhadap Bukalapak.

Permohonan PKPU didasarkan pada kasus Harmas yang tidak mampu menyelesaikan kewajibannya dalam penyediaan ruang perkantoran kepada Bukalapak sesuai dengan perjanjian yang tertuang dalam letter of intent (LoI).

Anggota Komite Eksekutif Bukalapak, Kurnia Ramadhana, mengatakan, awalnya Bukalapak ingin menyewa gedung Harmas di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, untuk dijadikan kantor.

“Ada empat termin yang dijanjikan oleh Harmas yang kemudian akan digunakan oleh Bukalapak untuk (gedung perkantoran),” kata Kurnia dalam konferensi pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).

Pada 1 Maret 2018, Bukalapak akan menempati lantai 7-9 gedung di One Belpark Mall.

Kemudian, pada 1 April 2018, Bukalapak bisa menempati tambahan kantor di lantai 10-12.

Pada 1 Juni 2018, Bukalapak mampu menempati gedung perkantoran dari lantai 7-20.

Sebagai bagian dari kesepakatan, Bukalapak telah memenuhi kewajiban dengan membayarkan booking deposit sebesar Rp 6,46 miliar pada periode Januari hingga Mei 2018.

Dengan pembayaran tersebut, seharusnya Harmas sebagai pihak pemberi sewa telah siap menyediakan ruang perkantoran yang disepakati.

Namun, hingga waktu yang disepakati, Harmas belum mampu menunaikan kewajiban tersebut.

Bukalapak mengklaim, Harmas selalu menunda kesepakatan itu dan bentuk bangunan tidak sesuai keinginan Bukalapak. “Mereka selalu tidak menepati letter of intent,” kata Kurnia.

Setelah mengalami kerugian akibat ketidakmampuan Harmas dalam memenuhi kewajibannya, Bukalapak memutuskan untuk mengakhiri kerja sama secara resmi pada 2 September 2019. Keputusan ini diambil setelah memberikan kesempatan berulang kali kepada Harmas untuk menyelesaikan tanggung jawabnya.

“Sesuai dengan butir 39 dalam LoI, penyewa berhak mengakhiri perjanjian apabila pemberi sewa melalaikan kewajibannya, yang dalam hal ini terbukti dengan tidak tersedianya ruang perkantoran sesuai kesepakatan,” tutur Kurnia.

Sebagai tindak lanjut dari pengakhiran kerja sama, Bukalapak telah beberapa kali mengajukan somasi kepada Harmas, yakni pada Januari dan Februari 2021, untuk menuntut pengembalian dana deposit sebesar Rp 6,46 miliar.

“Namun, permintaan tersebut diabaikan tanpa adanya tanggapan atau penyelesaian dari pihak Harmas,” kata Kurnia.

Kurnia mengatakan, ada sejumlah kreditur yang menggugat PT Harmas Jalesveva di tengah proses letter of intent antara Bukalapak dan Harmas.

“Bahkan sebelum kami tanda tangani LoI, PT Harmas disomasi berulang kali oleh krediturnya, tapi kami tidak tahu,” kata Kurnia.

Di sisi lain, PT Harmas Jalesveva menggugat Bukalapak ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 2022.

Kurnia mengatakan, gugatan senilai Rp 107 miliar (material) dan Rp 1 triliun terhadap Bukalapak terkait kasus sewa gedung. Gugatan itu telah diputus hakim.

“Kami sudah mengajukan PK (peninjauan kembali) terkait itu,” kata Kurnia.

Editor: Nirmala Maulana Achmad

Tag:  #kasus #sewa #gedung #kantor #bukalapak #ajukan #pkpu #terhadap #harmas #jalesveva

KOMENTAR