



Cinevix Manfaatkan Teknologi Blockchain untuk Kembangkan Industri Perfilman
Menurut data terbaru, pendapatan industri film di Indonesia hanya mencapai Rp2,4 triliun per tahun.
Angka ini sangat kontras dengan Inggris, yang memiliki jumlah penduduk hanya seperempat dari Indonesia, namun mampu meraup pendapatan hingga Rp30 triliun dari sektor yang sama.
"Film bukan hanya hiburan, tetapi juga alat diplomasi budaya dan pendorong ekonomi kreatif. Kita punya ratusan suku bangsa, seni tradisional, dan kisah-kisah luar biasa yang bisa menarik perhatian dunia, tapi semua itu tidak terekspos dengan baik," ujar Daniel Yorick, Founder Cinevix, dikutip Selasa, 18 Februari 2025.
Daniel menyoroti dampak ketertinggalan industri film terhadap pengakuan budaya Indonesia di kancah global.
"Ingat kasus batik yang diklaim oleh Malaysia? Dunia percaya karena kita kurang mengekspos budaya kita secara global. Industri film seharusnya bisa menjadi jembatan untuk memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia ke seluruh dunia," tegasnya.
Produk Kreatif Ikut TerpurukMenurut Daniel, ketertinggalan ini tidak hanya berdampak pada sektor perfilman, melainkan juga pada industri kreatif secara keseluruhan. Ia mencontohkan perubahan peta dominasi produk global dalam satu dekade terakhir.
"Sepuluh tahun lalu, produk elektronik yang dikenal adalah Sony dan Toshiba dari Jepang, sedangkan di sektor otomotif ada Honda dan Toyota. Sekarang kita lihat, Samsung, LG, dan Hyundai dari Korea Selatan mendominasi pasar global. Itu terjadi karena mereka memanfaatkan industri kreatif, termasuk film dan drama, untuk membangun citra dan menarik perhatian dunia," jelasnya.
Sayangnya, Indonesia masih belum memanfaatkan potensi ini. Budaya Indonesia yang begitu beragam hanya dikenal sebatas Bali, batik, dan segelintir karya seni lain.
Film-film nasional pun lebih banyak mengusung tema yang sama secara berulang, seperti horor atau komedi, karena minimnya keberanian dalam mengeksplorasi genre lain akibat keterbatasan dana dan distribusi.
Melihat ketimpangan ini, pihaknya berupaya memanfaatkan teknologi blockchain untuk mendukung pengembangan perfilman nasional.
Platform ini memanfaatkan teknologi desentralisasi untuk membuka akses pendanaan film bagi kreator independen melalui CINEFI, mendistribusikan film secara global melalui CINEPLAY, dan menghadirkan bioskop berbasis komunitas lewat CINEVERSE.
"Kami ingin mematahkan dominasi rumah produksi besar yang selama ini menghambat kreativitas dan eksplorasi budaya lokal. Dengan Cinevix, kreator film bisa menggalang dana langsung dari komunitas, mendistribusikan film mereka ke penonton global, dan tetap menjaga hak cipta dengan teknologi blockchain," ujar Daniel.
Tantangan Membangun Ekosistem BaruMeski punya optimisme, Daniel mengakui tidak mudah membangun ekosistem ini. Salah satu tantangan utama adalah membentuk tim eksekutif yang memahami misi besar Cinevix.
"Kami butuh orang-orang yang paham bahwa mereka tidak akan mendapatkan gaji selama dua tahun pertama, karena semua tim inti hanya menerima alokasi tokenomics. Ini soal perjuangan membangun fondasi industri baru," ungkapnya.
Untuk mendanai pengembangan MVP (Minimum Viable Product) dan membuktikan konsep di tahap awal, Cinevix sedang menyiapkan private sale terbatas.
"Penjualan ini hanya untuk kalangan tertentu dengan sistem invitation code. Kami perlu dana ini untuk mempercepat pengembangan MVP sebelum membuka akses ke investor asing dan melakukan presale," jelas Daniel.
Perlu Dukungan PemerintahSelain mencari mitra di sektor swasta, Cinevix juga telah mengajukan permohonan dukungan ke sejumlah instansi pemerintah, seperti Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, dan Kominfo.
"Kami ingin ini dimulai dari Bandung, dari kampung sendiri. Setelah gubernur baru dilantik, kami akan mengajukan permohonan ke kementerian terkait agar pemerintah ikut memajukan perfilman nasional melalui pendekatan inovatif ini," ujar Daniel.
Dengan target utama memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia melalui film, Cinevix yakin dapat menjadi pelopor dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif di Tanah Air.
"Kita harus mulai sekarang. Jika terus menunggu, kita akan semakin tertinggal, dan budaya kita akan semakin dilupakan dunia," pungkas Daniel. (tribunnews/fin)
Tag: #cinevix #manfaatkan #teknologi #blockchain #untuk #kembangkan #industri #perfilman