Korban Dugaan Pelecehan Rektor Nonaktif UP Sempat Diminta Cabut Laporan oleh Pihak Kampus
Kuasa hukum korban, Amanda Manthovani mengatakan intervensi itu didapat saat korban dipanggil salah satu petinggi kampus pada 12 Februari 2024 lalu.
"Tanggal 12 Februari sebenernya intimidasi itu. Tapi kami masih simpan, karena kita masih berpikir positif. Maksudnya tidak mau, tapi lama-kelamaan kan mereka makin kacau," kata Amanda saat dihubungi, Senin (11/3/2024).
Amanda mengatakan saat itu kliennya mengaku akhirnya mendatangi kampus atas panggilan tersebut.
Namun di sana, korban malah diminta untuk mencabut laporannya untuk menjaga nama baik kampus.
"Dia menghadap (pihak kampus), artinya diminta ya udah istilahnya untuk jaga nama baik kampus, katanya. Dicabut aja, kenapa enggak dicabut aja laporannya, gitu," ucapnya.
"Saya enggak mau, tetep kekeh, sampe ya kalo saya memang ngejalanin perintah si ETH itu. Gitu," sambungnya.
Padahal menurutnya nama baik kampus rusak bukan karena laporan korban, melainkan karena aksi kurang terpuji dari Edie Toet sebagai pimpinan saat itu.
"Ya itu kan juga satu semacam intimidasi secara psiksis ya. Kalo katanya kan ini ngerusak nama baik. Ya untuk jaga nama baik, ya dicabut aja laporannya. Ya itukan semacam gimana ya. Itu menurut saya udah intimidasi karena dianggap merusak nama baik kampus," jelasnya.
Dalam kasus ini, laporan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024 tengah diselidiki polisi.
Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang sudah diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024 yang kini sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.
Edie Toet sejauh ini sudah diperiksa sebanyak dua kali sebagai saksi yakni pada Kamis (29/2/2024) dan Selasa (5/4/2024) yang lalu.
Klaim Kasusnya Dipolitisasi
Sebelumnya, Rektor non aktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.
Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual atas korban RF di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.
"Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres," kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).
Selain itu ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.
Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.
"Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami," pungkasnya.
Tag: #korban #dugaan #pelecehan #rektor #nonaktif #sempat #diminta #cabut #laporan #oleh #pihak #kampus