Perusuh Diskusi FTA Harus Diseret ke Pengadilan
– Perusuh yang membubarkan diskusi yang diadakan Forum Tanah Air (FTA) di sebuah hotel kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9), harus diseret ke pengadilan. Polisi harus bertindak tegas. Jika tidak, tindakan tersebut menjadi noda besar dalam demokrasi.
“Tindakan para pengacau itu adalah biadab. Maka harus diproses secara hukum, para pelaku harus segera ditangkap,” tegas Immanuel Ebenezer, Ketua Umum Prabowo Mania, Minggu (29/9).
Dia tak habis pikir, mengapa para pengacau demikian bebas, padahal ada petugas polisi yang berjaga-jaga di tempat itu. “Orang bisa menyangka, Polri menyuruh para preman untuk mengacau. Ada petugas di tempat, tapi pengacau bisa leluasa,” katanya.
Jika para pengacau tidak segera diproses, masyarakat bisa menyangka, Presiden Joko Widodo yang menyuruh. Atau, setidak-tidaknya masyarakat menyangka bahwa polisi dan preman bekerja sama untuk membubarkan diskusi.
“Agar tidak terjadinya opini yg sesat di tengah masyarakat Polisi harus segera menindak para kriminal dan aktor di belakangnya yg mengintimidasi dan merusak Demokrasi.,” ujar aktivis 98 yang akrab dipanggil Noel.
Sekali lagi jangan intimidasi demokrasi yg pernah kita perjuangkan dengan cara-cara Preman.
Seperti diketahui, Forum Tanah Air merupakan organisasi yang didirikan para perantau asal Indonesia (diaspora) di berbagai negara. Menurut aktivis dan pengamat politik Rocky Gerung, FTA lahir di New York, sekitar tahun 2018 atau 2019.
“Banyak diaspora Indonesia yang bergabung di FTA. Mulai dari mahasiswa yang setelah lulus tapi tidak kembali ke Indonesia, sampai aktivis yang dulu sempat tidak diperbolehkan kembali ke Indonesia. Saya juga ikut mendirikan organisasi itu,” ungkapnya dalam channel youtube Rocky Gerung Official, ditayangkan Sabtu (28/9) siang.
Ketua FTA Tata Kesantra menyatakan prihatin atas peristiwa pembubaran diskusi. "Ini sungguh memalukan. Apa yang kita alami hari ini, jauh lebih buruk dari perlakuan Orde Baru. Kita mundur 40 tahun ke belakang," katanya.
Sejumlah aktivis dan pengamat politik hadir dalam diskusi. Dari tiket parkir VIP, di antara: Abraham Samad, Din Syamsudin, Fachrurozi, Sunarko, Chusnul Mariyah, Siti Fadilah, Refly Harun dan banyak lagi.
Noel mengatakan, pembubaran paksa sebuah diskusi yang merupakan hak demokrasi setiap warga negara Indonesia, tidak bisa dibenarkan. Tak ada alasan dan tak ada celah yang bisa membenarkan tindakan demikian.
“Para pengacau itu membatalkan hak demokrasi warga untuk berkumpul dan bentuk TEROR terhadap DEMOKRASI dalam menyatakan pendapat. Pasal 28 UUD 1945: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang,” tuturnya.
Supaya peristiwa memilukan ini menjadi jelas, para pelaku harus segera diproses. Mereka telah melanggar sejumlah pasal pidana. "Jika ada celah hukum untuk segera menahan para pelaku, Polri harus melakukannya sesegera mungkin," pungkas Noel.