Soal HGB dan Pagar Laut Indonesia, Bagaimana Respons Pemerintah?
- Persoalan pagar laut menjadi sorotan publik sejak awal hingga akhir Januari 2025 ini. Semula, keberadaan pagar laut diketahui berada di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Pagar tersebut terbuat dari bambu dengan panjang total 30,16 kilometer. Setelahnya, masyarakat mengungkap keberadaan pagar bambu yang berada di perairan Kabupaten Bekasi.
Usai pemerintah mengambil tindakan dengan menyegel pagar laut, lalu muncul isu adanya sertifikat hak guna bangunan (HGB) pada area pagar laut.
Belakangan, ditemukan sertifikat HGB di perairan Surabaya yang merupakan titik dari pembangunan proyek strategis nasional (PSN).
Sehingga keberadaan pagar laut dan kepemilikan sertifikat HGB ternyata terjadi di sepanjang Jabodetabek hingga Jawa Timur.
Berikut rangkuman temuan pagar laut dan keberadaan HGB di laut sebagaimana dirangkum Kompas.com:
Pagar laut di perairan Tangerang
Para personil KKP melakukan proses pembongkaran pagar laut di perairan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten dengan cara menarik pagar dengan menggunakan tugboat pada Rabu (22/1/2024). Pembongkaran pagar laut itu dipantau langsung oleh sejumlah pejabat, antara lain Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono, KSAL Laksamana Muhammad Ali dan Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto.Temuan pagar bambu di perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten pada awal Januari 2025 menghebohkan publik lantaran memiliki panjang mencapai 30,16 kilometer.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, pada 7 Januari 2025 mengungkapkan, pihaknya pertama kali menerima informasi adanya aktivitas pemagaran laut pada 14 Agustus 2024.
Mengetahui hal itu, DKP Banten segera menindaklanjutinya dengan melakukan pengecekan secara langsung pada 19 Agustus 2024.
Dalam pengecekannya itu, Eli mencatat, pemagaran laut yang terpantau baru mencapai sekitar 7 kilometer.
“Kemudian setelah itu, tanggal 4-5 September 2024, kami bersama Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan tim gabungan dari DKP, kami kembali datang ke lokasi untuk bertemu dan berdiskusi,” kata Eli.
Pada 5 September 2024, tim dari DKP Provinsi Banten kemudian dibagi menjadi dua kelompok.
Satu kelompok langsung mengecek lokasi pemagaran, sementara kelompok lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa setempat.
Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.
Kemudian pada 18 September 2024, Eli dan tim kembali melakukan patroli dengan menggandeng Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).
Ketika itu, DKP Banten pun menginstruksikan agar aktivitas pemagaran laut segera dihentikan.
Tak lama setelah DKP Banten buka suara, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Menyegel pagar laut misterius di Tangerang pada 9 Januari 2025.
Mereka melakukan itu dengan alasan pemagaran diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatn Ruang Laut (KKPRL) dan berada di Zona Perikanan Tangkap serta Zona Pengelolaan Energi.
Setelahnya, kawasan pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang semakin menjadi perbincangan setelah terungkapnya informasi mengenai dua perusahaan yang memiliki sertifikat HGB di area tersebut.
Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) sekaligus Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Nusron Wahid, dalam konferensi pers yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2025, mengonfirmasi PT Intan Agung Makmur (IAM) dan PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) menguasai mayoritas SHGB di kawasan tersebut.
Nusron mengungkapkan PT IAM memiliki 234 dari total 263 bidang SHGB yang terdaftar.
Lalu untuk PT CIS jumlah SHGB yang dimiliki tercatat sebanyak 20 bidang tanah di laut Tangerang.
Selain itu, ada sembilan bidang SHGB di laut Tangerang yang dimiliki oleh perorangan.
Pagar laut sepanjang lima kilometer milik PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) membentang di perairan Kampung Paljaya, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.Pagar laut di perairan Bekasi
Setelah temuan di Tangerang, pagar misterius kembali ditemukan di perairan Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat.
Pagar yang ditemukan di perairan Bekasi itu memiliki panjang 8 kilometer.
Seorang nelayan setempat, Tayum mengatakan, pagar telah ada selama enam bulan terakhir.
"Iya, sudah enam bulan belakangan ini (keberadaan bambu misterius tersebut)," ujar Tayum saat dihubungi Kompas.com pada 13 Januari 2025.
Tayum menjelaskan, tanah yang berada di antara sekat bambu tersebut berasal dari pengerukan laut yang dilakukan menggunakan tiga alat berat ekskavator, yang bekerja siang dan malam.
"Setelah sekian lama, akhirnya mereka merambah sampai delapan kilometer menguruknya," kata Tayum.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat memastikan bahwa pagar laut di Bekasi itu merupakan bagian dari proyek pembangunan alur pelabuhan.
Pembangunan pagar adalah hasil kerja sama antara Pemprov Jawa Barat dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) sejak Juni 2023.
Proyek itu bertujuan untuk menata ulang kawasan pelabuhan perikanan di lokasi tersebut.
Selain itu, PT Mega Agung Nusantara (MAN) juga terlibat dalam proyek tersebut.
Pagar laut di Bekasi akhirnya juga resmi disegel oleh KKP pada 15 Januari 2025.
Pagar laut di Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur HGB di perairan Surabaya
Sementara itu, persoalan temuan sertifikat HGB di ruang laut baru-baru ini juga terungkap di perairan Surabaya.
Akademisi dari Universitas Airlangga (Unair) Thanthowy awalnya menemukan HGB di laut Sidoarjo melalui aplikasi Bhumi milik Kementerian ATR/BPN.
HGB itu dimiliki tiga titik koordinat seluas kurang lebih 219,32 hektar, 285,17 hektar, dan 152,37 hektar.
“Saya lihat melalui aplikasi Bhumi, di area Surabaya-Sidoarjo ada tiga petak HGB di wilayah timur daerah Gunung Anyar, tapi secara administratif sepertinya masuk ke Sidoarjo,” ungkap Thanthowy pada 21 Januari 2025.
Setelah dicek melalui Google Earth, Thanthowy memastikan HGB seluas 656 hektar tersebut berada di wilayah laut.
Dia menduga, temuan ini terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land (SWL) di pesisir timur Surabaya.
Sebab, area reklamasi untuk proyek tersebut berhubungan dengan wilayah laut yang memiliki HGB.
Meski belum bisa membuktikan dugaannya, dia khawatir pemberian HGB di lahan seluas 656 hektar tersebut akan meluas hingga ke utara Surabaya dan sekitarnya.
Padahal, perizinan HGB di laut bertentangan dengan hukum.
Pesisir laut ditujukan untuk konservasi mangrove, perikanan, dan ekonomi maritim.
Reklamasi terhadap laut akan menimbulkan dampak lingkungan dan sosial bagi masyarakat dan ekosistem di sana.
Selain itu, proyek reklamasi hanya akan menguntungkan pengembang.
Merespons temuan itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyatakan, area seluas 656 hektar di laut Sidoarjo memiliki HGB yang terbit sejak era Presiden ke-2 RI, Soeharto.
"HGB ini keluar pada tahun 1996. Kemudian yang nomor 2 juga tanggal 2 Agustus, yang nomor 2 keluar tanggal 15 Agustus 1996, yang nomor 3 keluar 26 Oktober tahun 1999," ujar Nusron pada Rabu (22/1/2025).
Nusron mengungkapkan, ketiga HGB itu keluar secara legal.
Sebab, daerah tersebut dulu merupakan wilayah tambak. Namun, tambak itu kini berubah menjadi lautan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di Hotel Shangri La, Jakarta, Selasa (21/5/2025).Respons pemerintah dan DPR
Merespons berbagai temuan masalah pagar dan HGB di laut, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono justru merasa bersyukur.
Sebab banyak pihak jadi punya perhatian terhadap masalah kelautan.
"Hikmahnya adalah sekarang (semua) peduli kepada laut, selama ini terus terang kita berjuang tapi laut kan seperti kayak dipunggungi ya. Ya saya merasa bersyukur saja sebenarnya," ujar Sakti di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (23/1/2025).
Sakti lantas menjelaskan, kejadian pagar laut maupun HGB di laut tidak hanya terjadi di Tangerang dan Bekasi.
Menurutnya KKP sudah sering melakukan penerbitan kasus-kasus serupa di perairan Batam, Kepulauan Riau
Sakti mengungkapkan, sebenarnya ada 196 kasus pagar laut maupun HGB di laut yang dicatat oleh KKP.
Hanya saja rangkuman itu belum terekspos media.
"Di Batam kita juga sering melakukan. Lalu kemudian sekarang ada juga di Sidoarjo dan di Surabaya. Kita sedang lakukan investigasi juga ke sana. Perlu diketahui sudah 196 kasus sebenarnya, tapi kan selama ini tidak terekspos oleh media," ungkap Sakti.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto meminta KKP mengantisipasi terjadinya kasus pembangunan pagar secara ilegal di kemudian hari.
Titiek menegaskan jangan sampai persoalan pagar viral terlebih dulu baru mendapat atensi dari pemerintah.
"Karena kami mendapatkan juga banyak di daerah-daerah lain kasus-kasus seperti ini, mudah-mudahan jangan nunggu viral dulu baru dilakukan tindakan," ungkap Titiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
"Tapi diantisipasi mungkin dari sekarang, belajar dari kasus yang ini bisa di-petanin lagi, mana sih yang bermasalah-bermasalah," tambahnya.
Tag: #soal #pagar #laut #indonesia #bagaimana #respons #pemerintah