Dugaan ''Fraud'' Mengguncang eFishery: Dari Unicorn ke Krisis Kepercayaan
- Perusahaan startup akuakultur, eFishery belakangan menjadi sorotan lantaran tersandung kasus dugaan fraud.
Padahal pada Mei 2023, startup ini berhasil mencapai status unicorn. Unicorn adalah sebutan untuk perusahaan swasta yang memiliki nilai valuasi lebih dari 1 miliar dollar AS atau setara Rp 16,2 triliun (kurs Rp 16.200).
Status unicorn tersebut didapatkan setelah eFishery mendapatkan pendanaan seri D sebesar 200 juta dollar AS atau setara dengan Rp 3,24 triliun.
Kasus fraud mulai mengemuka ketika perusahaan mendadak mencopot salah satu pendirinya yakni Gibran Huzaifah sebagai CEO dan menggantikannya dengan Adhy Wibisono pada pertengahan Desember 20224.
Selain Gibran, pendiri lainnya, yakni Chrisna Aditya, pun resmi melepaskan jabatannya sebagai chief of product officer (CPO).
"eFishery saat ini beroperasi di bawah kepemimpinan Adhy Wibisono, sebagai Interim CEO, dan Albertus Sasmitra, sebagai Interim CFO," demikian dilansir dari keterangan resmi eFishery pada Selasa (17/12/2024).
Kala itu, kasus dugaan fraud yang dilakukan oleh mantan CEO eFishery itu mulai terendus.
Manajemen perusahaan sendiri dalam keterangan resminya, memahami keseriusan isu yang saat ini sedang berkembang. Hanya saja tidak disebutkan secara rinci mengenai isunya.
Manajemen juga menyebut, keputusan mengganti Huzaifah dengan pemimpin baru merupakan kesepakatan bersama dengan shareholder perusahaan.
"Sebagai wujud komitmen untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik," demikian bunyi pernyataan resmi eFishery.
Sebelumnya, pada 27 Juli 2024, eFishery juga sempat mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) sejumlah karyawan untuk penyesuaian struktur organisasi perusahaan. Namun tidak disebutkan berapa angka pasti karyawan yang terkena PHK saat itu.
Awal Mula Temuan Fraud eFishery
Setelah itu, terungkap awal mula terkuaknya kasus fraud eFishery. Isu fraud eFishery awalnya dilaporkan oleh DealStreetAsia pada 15 Desember 2024.
Mulanya seorang pelapor (whistleblower) mendatangi seorang anggota dewan dengan tuduhan bahwa laporan keuangan perusahaan tidak akurat.
Dewan kemudian menugaskan penyelidikan formal pada Desember 2024. Hasilnya, dewan memecat salah satu pendiri dan CEO Gibran Huzaifah setelah ketidakkonsistenan akuntansi ditemukan.
Laporan yang ditulis oleh FTI Consulting itu disebut sebagai draf dan dapat berubah sewaktu-waktu selama investigasi berlangsung.
Laporan didasarkan pada lebih dari 20 wawancara dengan staf perusahaan dan tinjauan akun serta pesan di WhatsApp, Slack, dan saluran lainnya.
Salah seorang sumber menuturkan, pemegang saham dan direktur terkejut dengan skala dugaan penipuan mengingat langkah-langkah perlindungan yang telah dilakukan, termasuk pemeriksaan saluran dan wawancara keluar staf.
"Kami sepenuhnya menyadari beratnya spekulasi pasar, dan kami menanggapi masalah ini dengan sangat serius. Kami tetap berdedikasi untuk menegakkan standar tata kelola perusahaan dan etika tertinggi dalam semua operasi eFishery," ujar eFishery melalui e-mail, dikutip dari The Straits Times, Kamis (23/1/2025).
Hasil penyelidikan awal memperkirakan, manajeman eFishery menggelembungkan pendapatan hampir senilai 600 juta dollar AS dalam periode 9 bulan yang berakhir pada September 2024. Angka tersebut setara Rp 9,72 triliun.
eFishery mampu menyajikan laba senilai 16 juta dollar AS atau sekitar Rp 259,2 miliar per September 2024 kepada investor. Padahal saat itu tengah terjadi goncangan industri teknologi.
Namun kemudian penyelidikan menemukan, perusahaan sebenarnya menelan kerugian 35,4 juta dollar AS atau sekitar Rp 573,48 miiar pada periode tersebut.
Pada periode yang sama, pendapatan eFishery diperkirakan hanya sebesar 157 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,54 triliun, atau lebih kecil dibandingkan data yang dilaporkan ke investor, yakni sebesar 752 juta dollar AS atau sekitar Rp 12,18 triliun.
Manajemen eFishery juga dikabarkan menggelembungkan angka pendapatan dan laba pada data beberapa tahun sebelumnya.
Tak hanya itu, eFishery mengklaim memiliki lebih dari 400.000 tempat pakan ikan yang beroperasi. Sedangkan penyelidikan awal memperkirakan hanya ada sekitar 24.000 tempat pakan ikan saat ini.
Sebagai catatan, perusahaan sebelumnya telah mempekerjakan PricewaterhouseCoopers dan Grant Thornton untuk mengaudit hasil keuangan. Kedua firma akuntansi tersebut menolak berkomentar melalui email.
Perusahaan Berhenti Beroperasi, Pekerja Terancam PHK Massal
Akibat kasus tersebut, PT Multidaya Teknologi Nusantara, pengelola eFishery, mengalami kondisi krisis yang serius. Perusahaan ini berencana melakukan PHK massal dan menghentikan operasional pada Februari 2025.
Alhasil Serikat Pekerja PT Multidaya Teknologi Nusantara (SPMTN) menggelar aksi unjuk rasa pada Kamis (23/1/2025) kemarin.
Dalam aksi tersebut, para pekerja mengungkapkan keresahan mereka terkait dampak penutupan perusahaan terhadap ekosistem eFishery.
Disebutkan, banyak pembudidaya kini kesulitan mendapatkan pakan dan terjebak dalam masalah keuangan akibat terganggunya arus kas.
"Operasional di lapangan telah berhenti, yang mengakibatkan dampak besar terhadap para pembudidaya, petambak, dan konsumen dalam ekosistem eFishery," ungkap SPMTN dalam keterangan tertulisnya.
Para pekerja menduga, rencana PHK massal ini dilakukan perusahaan agar dapat menghindari kewajiban pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi karyawan.
"Kami menuntut agar perusahaan membatalkan rencana PHK massal dan melakukan peninjauan kembali terhadap lini bisnis yang bisa dikembangkan," tegas SPMTN.
Dampak ke Masyarakat Luas dan Iklim Investasi
Dugaan kasus fraud pada perusahaan startup eFishery berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan digital.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyatakan, selama ini masyarakat menganggap startup sebagai solusi atas berbagai masalah dengan memanfaatkan teknologi.
Misalnya, pinjaman daring (pindar) menjadi alternatif ketika kredit perbankan terbatas. Layanan transportasi daring (ride-hailing) juga membantu mengatasi kemacetan di kota-kota besar.
Nailul bilang, kasus eFishery ini dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan digital dan menimbulkan kecurigaan masyarakat terhadap bisnis startup.
"Fraud akan membuat kepercayaan masyarakat akan perusahaan digital sebagai pemecah masalah akan berkurang. Fraud yang terjadi akan membuat masyarakat curiga akan bisnis startup digital," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (23/1/2025).
Dampak kasus ini tidak hanya terbatas pada masyarakat. Nailul juga menilai, kasus fraud dapat memengaruhi penilaian investor terhadap iklim bisnis startup digital di Indonesia.
Penghitungan nilai valuasi untuk startup digital di Indonesia dinilai belum valid dan tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
Saat ini, banyak perusahaan digital mengalami kesulitan pendanaan, terutama startup. Dengan adanya kasus ini, kesulitan pendanaan bisa semakin parah.
"Investor akan berpikir ulang untuk menanamkan uangnya di perusahaan digital di Indonesia. Mereka khawatir kejadian serupa terjadi di perusahaan digital lainnya," ungkapnya.
Tag: #dugaan #fraud #mengguncang #efishery #dari #unicorn #krisis #kepercayaan