Daya Beli Masyarakat Turun, Bos BCA: Kami Hati-hati Tentukan ''Harga'' Kredit Konsumer
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja dalam konferensi pers Hasil Kinerja BCA Sepanjang 2024, Kamis (23/1/2024).(Tangkapan layar Zoom Konferensi Pers Paparan Kinerja BCA 2024)
06:04
24 Januari 2025

Daya Beli Masyarakat Turun, Bos BCA: Kami Hati-hati Tentukan ''Harga'' Kredit Konsumer

- PT Bank Central Asia Tbk  (kode saham BBCA) atau BCA bakal hati-hati menentukan "harga" kredit konsumer tahun ini. Sebab, BCA menilai tren pertumbuhan kredit konsumer dipengaruhi oleh daya beli masyarakat.

Kredit konsumer sendiri disebut sebagai kredit yang sensitif terhadap besaran suku bunga kredit yang ditawarkan.

Hal ini disampaikan Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk atau BBCA Jahja Setiaatmadja pada konferensi pers :Hasil Kinerja BCA Sepanjang 2024", Kamis (23/1/2024).

Dalam kesempatan tersebut, Jahja menerangkan bahwa ketika suku bunga pinjaman rendah maka permintaan kredit konsumer akan tumbuh. Namun hal tersebut sangat dipengaruhi dengan daya beli atau uang lebih yang dimiliki masyarakat.

Ia menceritakan, daya beli masyarakat pada 2020-2021 tercatat mengalami pertumbuhan. Situasi pada masa itu dipengaruhi dengan adanya bantuan sosial (bansos) dari pemerintah sampai e-commerce yang masih bakar uang.

Namun, saat ini situasi sedikit berubah. Pada segmen e-commerce misalnya, saat ini sudah tidak ada jenama yang bakar uang. E-commerce justru menghadapi tantangan seperi tingginya biaya pengiriman hingga merchant yang dikutip biaya layanan.

Menurut Jahja, fenomena yang terjadi saat ini menunjukkan daya beli masyarakat yang melemah. Kondisi ini terkonfirmasi pula dengan data penjualan para produsen dan UMKM yang relatif stagnan.

"Kami tahun ini harus lebih hati-hati dalam menentukan pricing daripada kredit konsumer ini," kata dia dalam konferensi pers Hasil Kinerja BCA Sepanjang 2024, Kamis (23/1/2024).

Di sisi lain, pihaknya tetap akan mencoba menawarkan suku bunga yang kompetitif pada produk kosumernya.

Sebagai contoh, Jahja bilang, pihaknya memiliki beberapa produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga yang sangat kompetitif. Namun di sisi lain, pihaknya harus yakin calon debitor mampu menyelesaikan pinjamannya.

Debitor diharapkan mampu juga mengikuti dinamka suku bunga yang terjadi di kemudian waktu, mengingat tenor KPR bisa mencapai 20 tahun.

Nantinya, ada kalanya bunga KPR akan mengikuti dinamika pasar sehingga cicilan debitor akan naik. Di sana ada kemungkinan muncul risiko nasabah tidak mampu memenuhi kewajibannya.

"Dia masuk karena lihat bunga murah doang, cicilan kecil. Ini harus kita agak kejar. Kami akan lihat pricing, kalau naik akan kita naikkan yang penti pada akhir tenor dia dapat terus secara disiplin mencicil apa yang sudah dia beli," terang dia.

Lebih lanjut, Jahja mengungkapkan, tren KPR BCA pada 2024 menunjukkan, hanya 6.000 dari 23.000 KPR BCA yang digunakan sebagai tempat tinggal. Sementara yang menggunakannya untuk refinancing dan secondary bisnis ada sekitaar 16.000 unit.

"Artinya apa? Mereka sebenarnya menggunakan itu untuk modal kerja. Ini harus kami amati," timpal dia.

Kemudian, Jahja berharap kredit konsumer dapat tumbuh bagus ketika daya beli masyarakat tumbuh baik sepanjang 2025.

"Tapi kalau tidak, kami harus ready untuk sedikit kondolidasi untuk itu," tutup dia.

Sebagai informasi, BCA mencatat total penyaluran kredit senilai Rp 922 triliun sepanjang 2024. Angka tersebut tumbuh 13,8 persen secara tahunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Adapun, total portofolio kredit konsumer naik 12,4 persen secara tahunan (yoy) menyentuh Rp 223,7 triliun.

Angka itu ditopang oleh Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang meningkat 14,8 persen secara tahunan (yoy) mencapai Rp 65,3 triliun dan KPR sebesar 11,2 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp 135,5 triliun.

 

Editor: Agustinus Rangga Respati

Tag:  #daya #beli #masyarakat #turun #kami #hati #hati #tentukan #harga #kredit #konsumer

KOMENTAR